tirto.id - Haryoto Kunto, dalam karyanya yang sudah menjadi klasik, Ramadhan Di Priangan (Tempo Doeloe), menuturkan bahwa pada awal abad 19, penduduk atau petani kaya Bandung yang memiliki lebih dari 30 ekor kerbau selain kerbau penghela pedati kopi diharuskan membayar zakat sebesar 5 Rijksdaalders. Atau, untuk setiap 10 ekor kerbau, seseorang harus membayarkan zakat sebesar satu dukat emas setiap tahun.
Hanya, saat itu, perjalanan dari Onder-distrik ke Dayeuh Bandung masih tergolong werit dan komplotan begal merajalela. Dengan dalih keamanan, orang-orang lebih suka membayar zakat dengan kerbau alih-alih membawa uang tunai yang banyak. Hasilnya, selain dipenuhi aneka hasil bumi, saban tahun alun-alun Bandung pun rutin disesaki kerbau hidup.
“Betapa berdesakan kerbau hasil pengumpulan zakat munding, memenuhi alun-alun setiap akhir bulan Ramadan. Tentu saja yang namanya "tai munding" berserakan di mana-mana. Padahal sebentar lagi, lapang alun-alun bakal dipergunakan sebagai tempat salat Idul Fitri. Maka sibuklah marbot, katir, dan santri kerja keras mengumpulkan "pupuk kandang" bonus zakat fitrah dari penduduk Tatar Bandung,” tulis Haryoto.
Tentu alun-alun Bandung masa kini tak lagi seperti pasar ternak. Orang-orang pun lebih senang memberi sedekah maupun zakat dengan uang ketimbang kerbau. Namun, kisah di atas menunjukkan betapa sejak zaman baheula, Ramadan sebagai bulan penuh kebaikan senantiasa disambut gembira oleh banyak pihak. Bukan pemandangan ganjil bila selama Ramadan, masyarakat kita, juga instansi-instansi pemerintah dan swasta, bergairah menebar kebaikan kepada sesama. Salah satunya adalah Bank BJB, bank terbesar ke 12 dari 115 bank di Indonesia.
BJB Berbagi Ramadan Memberi
Empat tahun terakhir, Bank BJB mengisi Ramadan dengan memberikan santunan kepada puluhan ribu anak yatim piatu dan keluarga duafa. Dikemas dalam program "BJB Berbagi Ramadan Memberi", santunan itu selalu masuk dalam rangkaian perayaan ulang tahun Bank BJB.
"Ini merupakan tanda hati dan bentuk rasa syukur kami kepada Allah karena kinerja positif Bank BJB bukan diraih hanya oleh kerja keras, tapi juga berkat doa," ujar Direktur Utama Bank BJB Ahmad Irfan.
Performa bisnis Bank BJB senantiasa mengalami peningkatan. Bahkan pada triwulan pertama 2018, bank kebanggaan masyarakat Jawa Barat tersebut memiliki total aset sebesar Rp 110,8 triliun, tumbuh 13% year on year.
Mensyukuri capaian tersebut, tahun ini Bank BJB menyalurkan paket santunan berupa donasi uang tunai dan peralatan pendidikan kepada 25.000 anak yatim piatu dan kaum duafa di Jawa Barat.
Kepala Sekolah Madrasah Al Muttaqin, Neneng Nurjanah—salah satu penerima santunan—menyampaikan terimakasih serta rasa syukurnya atas bantuan yang rutin diberikan Bank BJB kepada sekolah yang ia pimpin.
"Anak-anak sangat senang dan saya bisa melihat mereka tersenyum. Setiap bulan Ramadan datang, anak-anak selalu menanti undangan dari Bank BJB. Saya mohon program ini dilanjutkan dan jangan dihilangkan," kata Neneng, di Kantor Pusat Bank BJB, Rabu (23/5). Madrasah Al Muttaqin berlokasi di Jalan Sapan, Kabupaten Bandung, dan telah menerima bantuan Bank BJB sejak tahun 2015.
Senada dengan Neneng, penerima santunan lainnya Marisa Nur Hidayah, siswi Madrasah Daarul Aulad, Ciparay, Kabupaten Bandung, juga mengungkapkan kegembiraannya atas undangan Bank BJB. Marisa bertekad akan memanfaatkan bantuan Bank BJB dengan baik.
"Semoga Bank BJB semakin sukses dan mendapat rida Allah. Saya dan teman-teman sengaja datang jauh dari Ciparay karena kami bahagia bisa dapat bantuan dari Bank BJB," kata Marisa, wajahnya semringah.
Selain untuk siswa dan institusi pendidikan, "BJB Berbagi Ramadan Memberi" juga ditujukan kepada masjid-masjid. Salah satunya: Masjid Lautze II yang beralamat di Jalan Tamblong, Kota Bandung. Masjid Lautze merupakan rumah bagi sebagian besar muslim etnis Tionghoa di kawasan Bandung Raya.
Hubungan antara masyarakat Sunda dan Tionghoa tak asing di Bandung. Haryoto Kunto mencatat, sejak awal abad 19 telah terjadi asimilasi kultural antara penduduk pribumi dengan Cina pendatang. Lewat asimilasi ini pulalah masyarakat Sunda mengenal aneka jenis makanan seperti tauco, kecap, tauge, sakoteng (empat manisan), soun, bamie, bihun, baso, takoah, tauhu, dan bermacam-macam kue seperti hunkwee, kompia, cakwee, kwee mangkok, bapau, bacang, lumpia, serta berbagai macam asinan dan kacang asin.
"Ini pertama kalinya kami mendapat bantuan dari Bank BJB. Kami membawa 42 anak. Semoga menjadi amal ibadah bagi Bank BJB dan berkah bagi kami," ujar Rahmat, pengurus Masjid Lautze II.
Editor: Advertorial