tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di tiga lokasi, di kota Dumai, Provinsi Riau, hari ini (13/8/2019).
Penggeledahan tersebut terkait dengan kasus dugaan suap terkait pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN 2018.
"Tim KPK lakukan penggeledahan di 3 lokasi di Dumai, yaitu Kantor Dinas Kesehatan Kota Dumai, Kantor LPSE Kota Dumai, Rumah Dinas Wali Kota Dumai (mantan Wali Kota Dumai Zulkifli Adnan Singkat)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan pada Selasa (13/8/2019).
"Dari lokasi diamankan sejumlah dokumen terkait lelang proyek-proyek di Kota Dumai yang berasal dari alokasi dana perimbangan keuangan daerah," lanjutnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menjelaskan, pada Mei 2017 Pemerintah Kota Dumai mengajukan DAK kurang bayar tahun anggaran 2016 sebesar Rp22 miliar. Kemudian pada APBN Perubahan tahun 2017 Kota Dumai mendapat tambahan anggaran sebesar Rp22,3 miliar.
"Tambahan ini disebut sebagai penyelesaian DAK Fisik 2016 yang dianggarkan untuk kegiatan bidang pendidikan dan infrastruktur jalan," kata Laode Mei 2019 lalu.
Guna mengamankan pengajuan anggaran, Zulkifli bertemu dengan Yaya Purnomo selaku Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan.
Yaya pun menyetujui permintaan itu dengan syarat fee 2 persen dari anggaran yang cair. Uang itu rencananya akan dibagikan lagi kepada sejumlah pihak, di antaranya anggota DPR Komisi XI Amin Santono.
Masih pada bulan yang sama, Pemkot Dumai pun mengajukan DAK untuk tahun anggaran 2018. Dalam proposal pengajuannya, Pemkot Dumai berencana membangun rumah sakit rujukan, jalan, permukiman, air minum, sanitasi, dan pendidikan dengan uang tersebut.
Guna memuluskan pengajuan itu, Zulkifli kembali bertemu dengan Yaya. Yaya kembali bersedia membantu memuluskan pengajuan anggaran pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah senilai Rp20 miliar dan pembangunan jalan senilai Rp19 miliar.
Guna memenuhi permintaan Yaya, Zulkifli kemudian menarik fee kepada kontraktor yang akan mengerjakan proyek tersebut. Total diperoleh Rp550 juta. Uang itu kemudian diserahkan kepada Yaya Purnomo secara bertahap pada November 2017 dan Januari 2018.
Tak hanya itu, Zulkifli juga diduga menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp50 juta dan fasilitas kamar hotel di Jakarta.
Atas perbuatannya menyuap Yaya Purnomo dkk, Zulkifli dijerat dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara atas gratifikasi, Zulkifli dijerat dengan Pasal 12 b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Dhita Koesno