Menuju konten utama

Kasus Anak Tak Naik Kelas di Gonzaga, Disdik: Kami Sudah Mediasi

Disdik DKI Jakarta mengatakan sudah melakukan mediasi untuk menyelesaikan kasus gugatan orang tua siswa SMA Gonzaga karena anaknya tak dinaikkan kelas oleh pihak sekolah.

Kasus Anak Tak Naik Kelas di Gonzaga, Disdik: Kami Sudah Mediasi
Logo SMA Kolese Gonzaga Jakarta. wikipedia/fair use.

tirto.id - Dinas Pendidikan DKI Jakarta mengaku telah berinisiatif melakukan mediasi untuk menyelesaikan kasus gugatan orang tua siswa SMA Kolese Gonzaga karena anaknya tak dinaikkan kelas oleh pihak sekolah. Namun, mediasi tersebut tak pernah terjadi dan tak membuahkan hasil apa-apa.

Kepala Seksi Peserta Didik dan Pengembangan Karakter Peserta Didik, Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Taga Radja Gah, mengaku telah memanggil kedua belah pihak agar bisa duduk bersama dan melakukan mediasi. Namun, kedua belah pihak datang ke kantor dinas di waktu yang berbeda.

"Dinas Pendidikan tidak dapat informasi jelas awal kasusnya seperti apa. Kami dapat surat dari Pengadilan Negeri Jaksel, kita diadukan. Dua minggu lalu Dinas Pendidikan coba inisiatif mediasi panggil kedua pihak. Lupa tanggal berapa. Intinya bukan mediasi pengadilan, tapi mediasi kita di kantor dinas dulu. Kalau pengadilan kan baru kemarin sidangnya," kata Taga saat dihubungi wartawan Tirto, Kamis (31/10/2019) sore.

Taga mengaku saat mengundang untuk melakukan mediasi, kedua belah pihak malah datang di waktu yang berbeda dan tak mau dipertemukan bersama.

Akhirnya Taga mengaku pihaknya mengundang pihak penggugat ke kantornya. Hadir ibu sang anak, Yustina Supatmi, ayah sang anak, dan kakaknya sang anak.

"Bram [si anak] enggak dateng. Dia [Yustina] menceritakan versinya dia, saya enggak bisa menilai benar atau tidak. Ya itu keputusan [sekolah untuk tidak menaikkan Bram] yang dinilai orang tuanya enggak pas," kata Taga.

Setelah itu, Taga juga memanggil pihak sekolah SMA Gonzaga untuk hadir mediasi di kantor dinas, namun enggan bertemu dengan pihak penggugat.

"Kami mau mediasinya tapi di meja pengadilan saja, Pak. Supaya tidak ada masalah di kemudian hari," ujar pihak sekolah, sepenuturan Taga.

Kata Taga, ada tiga orang yang hadir dari pihak sekolah: Pater Paulus Andri Astanto selaku Kepala Sekolah Kolese Gonzaga, Himawan Santanu selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum Kolese Gonzaga, dan Gerardus Hadian Panamokta selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan (Moderator).

"Pihaknya enggak menjelaskan detail kenapa itu anak [tidak dinaikkan], itu ranahnya sekolah lah ya untuk menetapkan anak atau tidak naik. Padahal, keinginan dinas itu mereka antara orang tua dan sekolah duduk bareng, di tengahnya dinas. Tapi tidak terjadi karena pihak sekolah pengennya mediasi di pengadilan," kata Taga.

"Intinya dua pihak sama-sama datang saat kami undang, tapi beda waktu dan enggak mau bertemu. Maunya mediasi di pengadilan. Makanya saya enggak bisa maksa," lanjut Taga.

Namun, ia meminta kepada pihak sekolah SMA Gonzaga untuk lebih terbuka kepada publik dan menjelaskan kronologi kasusnya. Karena pihak sekolah bungkam, Taga mengaku sejauh ini publik bertanya malah ke pihak dinas.

"Yang tahu kasus detailnya kan pihak sekolah. Kami hanya mediator. Saya bukannya enggak mau menjelaskan, tapi tahunya cuma sedikit. Kalau salah ngomong kan nanti saya salah lagi karena mendahului sekolah. Makanya cobalah pihak sekolah komunikasikan lewat humas, humasnya ngomong. Kenapa kasusnya. Jadi masyarakat bisa dikasih pencerahan," katanya.

Sebelumnya, Yustina Supatmi, ibu dari Bramantyo Budikusuma siswa SMA Kolese Gonzaga menggugat secara perdata empat guru di SMA Kolese Gonzaga dan Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Provinsi DKI Jakarta.

Gugatan perdata itu dilayangkan karena Yustina kecewa anaknya tidak naik kelas. Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (SIPP PN Jaksel), Yustina melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (1/10/2019) dengan perkara nomor 833/Pdt.G/2019/PN JKT.SEL.

Empat guru yang digugat ialah Pater Paulus Andri Astanto, Himawan Santanu, Gerardus Hadian Panomokta, dan Agus Dewa Irianto. Yustina juga turut menggugat Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Provinsi DKI Jakarta.

Dalam berkas permohonan, Yustina meminta majelis hakim mengabulkan gugatan dan menyatakan bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Berikut isi petitum yang dilayangkan oleh Yustina:

- Menyatakan keputusan para tergugat bahwa anak penggugat (BB) tidak berhak melanjutkan proses belajar ke jenjang kelas 12 SMA Kolese Gonzaga adalah cacat hukum.

- Menyatakan anak penggugat (BB) memenuhi syarat dan berhak untuk melanjutkan proses belajar ke jenjang kelas 12 di SMA Kolese Gonzaga.

Menghukum para tergugat untuk membayar ganti rugi secara tanggung renteng kepada penggugat meliputi:

a. Ganti rugi materiil sebesar Rp 51.683.000.

b. Ganti rugi immateril sebesar Rp 500.000.000.

- Menyatakan sah dan berharga sita jaminan terhadap aset para tergugat berupa tanah dan bangunan Sekolah Kolese Gonzaga Jl. Pejaten Barat 10A, Kelurahan Ragunan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, dan atau harta kekayaan para tergugat lainnya baik benda bergerak dan atau benda tidak bergerak lainnya yang akan disebutkan kemudian oleh penggugat.

- Menghukum turut tergugat untuk tunduk dan patuh terhadap putusan perkara ini.

- Menghukum para tergugat untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.

Baca juga artikel terkait SISWA TIDAK NAIK KELAS atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri