tirto.id - Kapan puasa Ramadhan 2022 diperkirakan akan dimulai pada Sabtu, 2 April 2022 berdasarkan Kalender Islam Global 1443 H yang dicantumkan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Pemerintah Indonesia sendiri biasanya akan melakukan sidang isbat untuk penentuan 1 Ramadan 1443H.
Sementara itu, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri PAN-RB tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2022, diperkirakan Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriyah jatuh pada 2-3 Mei 2022.
Sidang isbat untuk menentukan awal Ramadan pada 29 Sya'ban 1443H. Sidang ini akan dipimpin oleh Menteri Agama, diawali dengan diawali dengan mendengarkan laporan data hisab serta hasil rukyatul hilal. Terdapat tim khusus untuk melakukan rukyatul hilal di berbagai titik di seluruh Indonesia.
Tata Cara Mengqadha Puasa Ramadhan Tahun Sebelumnya
Menunaikan puasa Ramadan merupakan kewajiban bagi umat Islam yang sudah balig (dewasa), berakal, dan mampu menjalankannya. Hukum puasa bagi seorang muslim tercantum dalam Surah Al-Baqarah 183 dan 184.
Allah berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
"(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Dalam ayat di atas, terdapat keringanan bagi umat Islam yang sudah balig, tetapi tidak dapat menjalankan puasa, misalnya perempuan yang sedang haid/nifas, orang yang sedang sakit, atau dalam perjalanan jauh. Mereka yang mendapatkan halangan demikian dapat mengganti puasa pada hari lain di luar Ramadan.
Hukum mengganti puasa bagi orang-orang tersebut adalah wajib. Ada kalanya, jumlah hari puasa yang mesti diganti tidak hanya sehari, tetapi 2, 3, atau 5 hari, bahkan lebih. Terkait hal ini, cara mengganti puasa ini dapat dilakukan secara berturut-turut, misalnya 3 hari beruntun. Namun, dapat pula tidak secara berurutan.
Dalam Al Majmu Syarah Al Muhadzdzab Jilid 7, Imam Nawawi mengutip dari Imam Ath-Thahawi, menyebutkan, "(qadha puasa) secara berurutan dan tidak sama saja, tidak ada keutamaan dalam (mengerjakan puasa) berurutan (dibandingkan dengan tidak)."
Dianjurkan agar seorang muslim mengqadha puasa Ramadan sesegera mungkin. Namun, jika ada kendala, misalnya terkait kesehatan, maka qadha puasa dapat dilakukan sepanjang tahun hingga Ramadan berikutnya, kecuali pada hari-hari seorang muslim dilarang berpuasa, misalnya hari tasyriq.
Bagaimana dengan seseorang yang masih berutang puasa, tetapi sudah meninggal sebelum ia membayarnya? Utang puasa tersebut tetap mesti dibayar. Dalilnya adalah riwayat dari Ibnu Abbas, ketika seorang wanita datang menghadap Rasulullah saw.
Wanita tersebut berkata, "Ya Rasulullah, sungguh ibu saya telah meninggal, padahal ia punya kewajiban puasa satu bulan".
Atas pertanyaan ini, Nabi bersabda, "Bagaimana pendapatmu jika ibumu memiliki utang, apakah kamu akan membayarnya?"
Setelah wanita tersebut menjawab iya, Nabi melanjutkan, "utang kepada Allah lebih berhak untuk dilaksanakan” (H.R Muslim).
Terkait tata cara membayar utang puasa tersebut, terdapat 2 cara yang sama-sama memiliki rujukan yang kuat.
Yang pertama, dengan ahli waris mengqadha puasa orang tua yang meninggal pada hari lain. Diriwayatkan dari jalur Aisyah, Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa meninggal dunia padahal ia berutang puasa, maka walinyalah yang berpuasa untuknya".
Yang kedua, dengan membayar fidyah sebesar 1 mud (sekitar 675 gram beras). Diriwayatkan dari jalur Ibnu Umar, Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa meninggal dunia dan ia mempunyai utang puasa, maka hendaklah dibayarkan untuknya makanan kepada orang miskin pada setiap harinya."
Editor: Addi M Idhom