Menuju konten utama
Liga Italia

Juventus, Inter, dan Nasib yang Tertukar

Setelah terpuruk dalam periode pahit 12 tahun lalu, kini Juventus mulai menatap apa yang saat itu dinikmati Inter Milan: Treble winner!

Juventus, Inter, dan Nasib yang Tertukar
Pertandingan Liga Italia Serie A antara Juventus vs Inter Milan, 28 Februari 2016. AFP/MARCO BERTORELLO

tirto.id - Selepas Liga Italia Serie A musim 2005/2006 adalah masa-masa paling getir bagi Juventini. Betapa tidak? Gara-gara skandal calciopoli, dua gelar scudetto La Vecchia Signora pada musim itu dan musim sebelumnya dicopot. Yang lebih menyakitkan, Juventus diturunkan paksa ke Serie B.

Kala Nyonya Tua ambruk lantaran berkasus, Inter Milan justru melaju mulus. Satu dari dua gelar scudetto yang dilucuti dari Bianconeri diserahkan kepada Nerazzurri yang pada musim 2005/2006 finish di posisi ke-3. Inter berhak juara karena si runner-up AC Milan terkena pengurangan poin, tersangkut rangkaian perkara yang sama.

Ketika Inter Milan Dominan

Betapa gembiranya Internazionale, terlebih sang presiden saat itu, Massimo Moratti. Setelah 11 tahun menahkodai Il Biscione, baru kali ini scudetto datang meskipun lewat putusan pengadilan. "Saya sangat puas atas penyerahan gelar juara itu kepada klub yang berperilaku benar," sebutnya.

Roberto Mancini yang kala itu membesut Inter pun tak kalah girangnya. "Saya bahagia. Tanpa mempedulikan bagaimana gelar itu dicapai, sudah benar untuk memberi penghargaan kepada mereka yang telah mempersembahkan hal yang terbaik dan selalu berlaku jujur,” ucap Mancini.

Sejak saat itu, sepakbola Italia serasa jadi milik Nerazzurri. Terlebih musim 2006/2007 karena para rival macam AC Milan, Lazio, dan Fiorentina –yang juga berstatus terhukum– harus memulai liga dengan poin minus.

Di akhir musim, Javier Zanetti dan kawan-kawan memuncaki klasemen, mengumpulkan 95 poin, jauh di atas 75 poin milik AS Roma di peringkat kedua. Sementara Juventus tentunya merasa terhina lantaran harus melakoni laga demi laga di liga kasta kedua sebagai hukuman atas keterlibatannya di skandal yang memalukan itu.

Kedigdayaan Inter terus berlanjut hingga beberapa musim ke depan dan berpuncak pada 2009/2010. Di bawah kendali Jose Mourinho yang menggusur Mancini setahun sebelumnya, La Beneamata menjadi klub Italia pertama yang berhasil merengkuh tiga gelar sekaligus dalam satu musim: Scudetto, Coppa Italia, dan Liga Champions.

(Baca juga: Misteri Pecah Kongsi Inter-Mancini)

Infografik Antara Juventus dan inter milan

Kembalinya Sang Nyonya Tua

Juventus masih dalam kondisi labil setelah mentas dari Serie B dan kembali ke Serie A sejak musim 2007/2008. Sempat langsung menyodok, namun pernah pula terseok. Hingga akhirnya, pasukan zebra benar-benar bangkit selepas musim 2010/2011 yang dipungkasi dengan hasil mengecewakan, finish di peringkat 7.

Musim 2011/2012 benar-benar menjadi ajang pelampiasan Juventus. Kembalinya sang legenda, Antonio Conte, merupakan kunci kebangkitan sang Nyonya Tua. Tiga kali Scudetto beruntun plus dua trofi Piala Super Italia dipersembahkan oleh mantan kapten yang pulang ke Turin dengan keahlian baru itu.

Pasca-era Conte, Juventus tetap perkasa bersama pelatih baru, Massimiliano Allegri. Sederet trofi pun direngkuh, dari Scudetto (2 kali), Coppa Italia (2 kali), hingga Piala Super Italia (1 kali). Di level Eropa, Allegri membawa Gianlugi Buffon dan kawan-kawan menjejak final Liga Champions 2015 kendati akhirnya kalah 1-3 dari Barcelona.

(Baca juga: Surplus-Minus Transfer Juventus)

Lantas, apa kabar Inter Milan?

Seiring naiknya kembali Juventus, era emas Nerazzurri justru kian tergerus, utamanya setelah ditinggal Mourinho pada 2010. Ketika La Madama meraih scudetto 2011/2012, si biru-hitam terdampar di urutan 6. Dan, 4 musim berikutnya, Inter berturut-turut hanya mampu finish di posisi 9, 5, 8, serta 4 pada 2015/2016 lalu.

Ironisnya, selama Inter Milan keteteran, Juventus justru selalu juara.

Karma yang Menjadi Nyata

Beralihnya kepemilikan klub dari Massimo Moratti ke Erick Thohir –yang kemudian diakuisisi lagi oleh Suning Holdings Group asal Cina– tidak sanggup memperbaiki keadaan kendati telah berulangkali mendatangkan pemain yang sebenarnya punya kualitas.

Diakui atau tidak, La Beneamata mulai menuai karma. Tiada satu pun pelatih atau manajer selepas era Mourinho yang bisa mengatasi krisis berkepanjangan yang dialami Inter, setidaknya sampai saat ini.

Sebut saja Rafael Benítez, Leonardo, Gian Piero Gasperini, Claudio Ranieri, Andrea Stramaccioni, Roberto Mancini (lagi), hingga Frank de Boer, semuanya gagal total. Yang terbaru, Nerazzurri baru saja memecat Stefano Pioli setelah Inter gagal menang dalam 7 laga berturut-turut.

Baca juga: Kursi Berduri Pelatih Nerazzurri

Sebaliknya, Juventus berpeluang besar mengulang apa yang dirasakan Inter bertahun-tahun lalu pada saat mereka terpuruk sebagai dampak calciopoli. Scudetto ke-6 beruntun telah di depan mata. Jika skenario berjalan mulus serta final Coppa Italia dan Liga Champions bisa dimenangkan, maka treble winners sudah pasti dalam genggaman, seperti yang dirayakan Inter 7 tahun silam.

Situasi sekarang ini memang ibarat tukar nasib. Kala Juve merana, Inter berjaya. Begitu pula sebaliknya, ketika Le Zebre digdaya, Il Biscione justru terlunta-lunta.

Meskipun sedang di atas angin dan amat sukar ditandingi di Italia saat ini, Juve tak boleh terlalu jemawa. Bisa saja nasib mujur bergeser lagi, baik kepada Inter maupun kandidat lainnya macam AS Roma, Napoli, Lazio, AC Milan, bahkan Fiorentina.

Percaya atau tidak, ternyata karma itu memang ada. Tetap tidak percaya? Tanyakan saja kepada tifosi Inter karena La Beneamata telah dan masih mengalaminya.

Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA EROPA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti