tirto.id - Frank, kembaran Ronald de Boer yang sama-sama mantan andalan Barcelona dan Belanda itu, hanya membawa Inter menang 5 kali dari 14 pertandingan sejak awal musim ini. Adapun 2 laga lainnya berakhir imbang dan 7 kali kalah. Persentase kemenangannya pun hanya 35,7 persen, jauh dari harapan para petinggi La Beneamata yang memang terkenal kurang sabaran.
Padahal, saat sebelumnya membesut Ajax Amsterdam, Frank sukses membawa klub profesional pertamanya itu merengkuh gelar juara Liga Utama Belanda alias Eredivisie sebanyak 4 kali beruntun. Dengan presentase kemenangan yang mencapai angka 60,3 persen, Frank membawa Ajax menang 158 kali dalam 262 laga, 57 imbang, dan “hanya” 47 kalah.
Eks kapten de Oranje itu kini hanya bisa menerima nasib. Diputus kontrak dalam waktu singkat tentunya menjadi hal yang cukup memalukan jika dibandingkan dengan debut melatih yang sangat cemerlang di Ajax dulu.
“Perlu waktu lebih lama untuk menjalankan pekerjaan di Inter Milan. Sayang sekali terlalu cepat berakhir,” kicau Frank di Twitter sesaat dirinya dinyatakan harus hengkang dari Giuseppe Meazza.
Langka Pelatih Berdurasi Lama
Sejak awal berdirinya pada 1908 silam, Internazionale alias Inter Milan memang gemar bergonta-ganti manajer atau pelatih. Virgilio Fossati adalah pelatih pertama La Beneamata yang bertahan sampai tahun 1915.
Lebih dari 60 tahun selanjutnya hingga 1986, tiada satu pun juru taktik Inter yang mampu bertahan lebih dari 3 musim. Tak sedikit pula pelatih yang mengalami nasib miris persis dengan apa yang menimpa Frank de Boer, yakni hanya segelintir pekan atau bulan saja bekerja di Nerazzurri. Bahkan, beberapa kali dibesut oleh lebih dari dua nama dalam satu musim.
Jajaran pelatih yang kurang dari setahun menangani Inter antara lain: Albino Carraro (1936), Nino Nutrizio (1946), Carlo Carcano (1948), Dai Astley (1948), Aldo Campatelli (1955), Annibale Frossi (1956), Luigi Ferrero (1957), Giuseppe Meazza (1957), Giuseppe Bigogno (1958), Camillo Achilli (1960), Giulio Cappelli (1960), Enea Masiero (1973), Helenio Herrera (1973), dan Mario Corso (1986).
Sampai akhirnya hadirlah Giovanni Trapattoni pada 1986 yang menjadi pelatih terlama kedua Inter setelah sang pemula, Virgilio Fossati. Trapattoni menukangi La Beneamata hingga 1991 dengan persembahan Scudetto Liga Italia Serie A musim 1988/1989, Piala Super Coppa Italia 1989, dan Piala UEFA 1990/1991.
Setelah era Mr. Trap, penyakit Inter kembali kambuh. Karier pelatih-pelatih selanjutnya berlangsung relatif singkat, tak lebih dari 2 musim. Penerus Trapattoni, Luis Suarez (pelatih asal Spanyol yang juga pernah menahkodai Inter pada 1974/1975), hanya bertahan beberapa bulan pada 1992, dipecat, dan kemudian dipanggil lagi untuk melatih pada 1995.
Sejak saat itu hingga musim terbaru 2016/2017 ini, hanya ada 4 nama yang sanggup menukangi Nerazzurri lebih dari satu musim, yakni Roy Hodgson (1995–1997), Hector Cuper (2001–2003), Roberto Mancini (2004–2008 dan 2014–2016), serta The Special One, Jose Mourinho (2008–2010).
Trio Kandidat Terkuat
Spekulasi liar bertebaran usai Frank de Boer dipecat. Sempat muncul nama-nama tenar macam Guus Hiddink, Fabio Capello, Roy Hodgson, Marcelo Bielsa, Diego Simeone, Louis van Gaal, Andre Villas Boas, sampai Laurent Blanc, bursa calon pelatih anyar Inter akhirnya mengerucut menjadi tiga saja: Marcelino Garcia Toral , Gianfranco Zola, dan Stefano Pioli.
Marcelino adalah pelatih asli Spanyol yang baru saja dipecat Villarreal setelah sejak 2013/2014 menukangi klub La Liga tersebut. Pria yang belum pernah melatih klub di luar negaranya ini nihil trofi, paling banter membawa Villarreal ke semifinal Europa League 2015/2016 sebelum disingkirkan oleh Liverpool.
Nama Gianfranco Zola tentunya sudah cukup dikenal. Prestasinya semasa masih menjadi pemain tidak main-main. Bersama Napoli, Zola merengkuh Scudetto 1989/1990 dan Piala Super Coppa Italia 1990.
Pindah ke Parma pada musim 1993/1994, pengemas 35 caps dan 10 gol untuk tim nasional Italia ini menjadi bagian dari era keemasan Gialloblu dengan menjuarai Piala UEFA 1994/1995 dan Piala Super Eropa 1993.
Saat merumput di Inggris pun Zola tampil memukau. Bersama Chelsea selama 7 musim, ia turut mempersembahkan juara Piala FA 1996/1997 dan 1999/2000, Piala Liga Inggris 1997/1998, serta Piala Winners 1997/1998 dan Piala Super Eropa 1998 di kancah Eropa. Total, Zola telah mencetak 216 gol sepanjang kariernya.
Namun, jejak rekamnya sebagai pelatih tidak segemerlap itu. Karier kepelatihannya selalu berakhir dengan pemecatan, dari semasa membesut West Ham dan Watford di Premier League, kemudian Cagliari di Serie A, hingga klub Qatar, Al-Arabi SC, yang mendepaknya pada 27 Juni 2016 lalu.
Presentase kemenangan yang dikoleksi Zola selama melatih sejauh ini pun boleh dibilang buruk, yakni hanya 35,6 persen. Dalam 191 pertandingan, klub yang dibesutnya menelan kekalahan sebanyak 80 kali, imbang 43 kali, dan menang 68 kali.
Setali tiga uang, rekam jejak kandidat terakir, Pioli, juga tidak lebih baik dari Marcelino maupun Zola. Klub-klub yang pernah ditanganinya pun lebih banyak yang berlabel semenjana, yang paling lumayan hanya Lazio (2014–2016), selain Parma, Bologna, Chievo, Palermo, dan klub-klub yang lebih gurem lainnya.
Demi Diego Simeone?
Pioli disebut-sebut sebagai kandidat terkuat pengganti Frank de Boer. Kendati sempat tidak disetujui oleh Suning Holdings Group, perusahaan asal Cina selaku pemilik Inter, karena dianggap kurang “berkelas”, namun nama Pioli semakin santer terdengar bakal segera diresmikan untuk menangani Mauro Icardi dan kawan-kawan.
Para petinggi Suning akhirnya legowo untuk menunjuk Pioli. Namun, ada tapinya. Pioli dikabarkan hanya akan sementara menangani Inter hingga musim ini berakhir. Selanjutnya, Suning menginginkan Nerazzurri ditangani oleh pelatih top. Nama yang konon disebut adalah Diego Simeone yang kini masih membesut Atletico Madrid.
Bisa jadi, Pioli cuma dijadikan tumbal sebelum menghadirkan Simeone yang kini sudah berada di jajaran pelatih top dunia. Simeone juga punya hubungan batin dengan Inter. Ia adalah gelandang andalan Nerazzurri pada kurun 1997 hingga 1999. Selain itu, pria asal Argentina ini juga telah menyatakan berminat kembali ke Giuseppe Meazza sebagai pelatih.
Ditambah lagi, Simeone dan Atletico Madrid telah menyepakati pemangkasan kontrak dari yang semula berlaku hingga Juni 2020 menjadi bakal berakhir dua tahun lebih cepat, yakni Juni 2018.
Tentunya ini kesempatan yang cukup bagus bagi Inter untuk memulangkan Simeone ke Kota Milan. Bahkan, Suning dikabarkan siap membajak Simeone lebih cepat dengan menawarkan gaji besar, yakni 15 juta euro per tahun.
Apakah Pioli –jika akhirnya menjadi pelatih Inter– akan meneruskan tradisi pelatih sekali pakai sebagaimana yang lekat dengan La Beneamata selama ini, sekaligus menjadi tumbal demi Simeone? Atau sebaliknya, Pioli justru mampu menempatkan dirinya sebagai satu dari segelintir orang yang sanggup bertahan lama di kursi berduri Nerazzurri.
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Zen RS