Menuju konten utama

Jurus Gaet Nasabah Perusahaan Sekuritas dengan Zakat Saham

Perusahaan sekuritas mencoba mencari pendekatan baru untuk meraih pasar syariah di pasar modal antara lain dengan layanan zakat saham.

Jurus Gaet Nasabah Perusahaan Sekuritas dengan Zakat Saham
Ketua Umum Baznas Bambang Sudibyo menekan tombol saat membuka perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (13/11/2017). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id - Impresi Yuli cukup heran setelah mendengar kabar membayar zakat bisa menggunakan saham. Selama ini, Yuli hanya tahu membayar zakat harta biasanya langsung ke pengelola masjid terdekat atau badan zakat via bank.

“Saya tahu kalau bayar zakat bisa lewat transfer rekening. Bahkan, saya juga pernah dengar kalau zakat bisa dibayar dengan pulsa. Nah, kalau dengan saham, saya baru dengar,” kata Yuli, warga Jakarta Selatan kepada Tirto.

Yuli mengaku punya portofolio saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun, ia memilih tidak tertarik untuk membayar zakat lewat saham. Menurutnya, keranjang saham yang ia punya untuk investasi jangka panjang. Pendapat Yuli tidak salah, saham memang merupakan salah satu instrumen investasi yang berpeluang memberikan imbal hasil yang menjanjikan dan jangka panjang.

Baca juga: Tak Harus Kaya Raya Untuk Investasi Saham

Namun, tidak menutup kemungkinan ada investor yang tertarik untuk membayar zakat dengan saham. Untuk diketahui, bayar zakat dengan saham merupakan bagian dari program Shadaqah dan Zakat Saham Nasabah (Sazadah) yang diinisiasi oleh PT Henan Putihrai Sekuritas dengan bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

Sebelum Sazadah, Henan telah meluncurkan program Berinvestasi Sambil Sedekah (Berkah) melalui aplikasi trading HPX Syariah. Dari program tersebut, Henan mendonasikan 20 persen dari total penghasilan komisi bersih.

“Capaian Berkah cukup baik, volume transaksinya tumbuh 300 persen per Oktober 2017 ini dari tahun lalu. Kami harap bisa meningkat lagi sampai 100-200 persen,” kata Mohamad Yunus, Executive Director Henan Putihrai kepada Tirto.

Lantas bagaimana caranya untuk dapat membayar zakat dengan saham? Proses membayar zakat dengan saham cukup mudah. Namun untuk dapat menggunakan fasilitas tersebut, investor harus terlebih dahulu menjadi nasabah Henan.

Setelah itu, investor akan mengisi formulir donasi untuk menentukan zakatnya, apakah saham atau dana tunai. Henan akan melakukan transaksi sesuai dengan pilihan investor, tanpa dipungut biaya.

Apabila zakatnya berupa saham, maka hanya kepemilikan saham saja yang berpindah, dari investor ke Baznas. Nantinya, pihak Baznas akan mengelola dana dari nasabah tersebut, dan disalurkan kepada para penerima zakat.

Untuk ilustrasi, Tuan A akan membayar kewajiban zakat profesi senilai Rp250.000 di tahun ini. Rencananya, Tuan A akan menggunakan saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) untuk memenuhi kewajiban tersebut.

Saat ini harga saham ANTM mencapai Rp695 per lembar saham. Untuk dapat memenuhi kewajiban zakatnya, maka Tuan A sedikitnya harus mendonasikan sebanyak 4 lot saham atau 400 lembar saham atau senilai Rp278.000.

Perlu diingat, bahwa saham yang dizakatkan haruslah saham yang terdaftar di Jakarta Islamic Indeks (JII). Sedangkan untuk shadaqah syariah, sahamnya harus berasal dari Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).

Namun, investor juga bisa menyedekahkan saham nonsyariah yang berasal dari Indeks Harga Saham Gabungan IHSG. Hanya saja, penyaluran dana yang terkumpul itu akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur.

Adapun, mekanisme pembayaran zakat dan sedekah dari Henan itu sudah mendapatkan izin dari Majelis Utama Indonesia (MUI). Meski tidak memiliki pengawas khusus layaknya di bank dan asuransi syariah, sekuritas tetap dipantau MUI.

“Kami pasti pantau, khususnya terkait pengelolaan sekuritas, baik bisnis saham dan program zakatnya. Apabila, tidak sesuai syariah, kami akan tegur atau cabut izinnya,” kata Asharudin Latif, Direktur Dewan Syariah Nasional MUI.

Baca juga: Yusuf Mansur Boyong Paytren Ke Pasar Modal Syariah

Infografik Zakat saham

Jurus Marketing Perusahaan Sekuritas

Di sisi lain, upaya Henan memfasilitasi pembayaran zakat dengan saham secara tidak langsung merupakan salah satu upaya sekuritas ini untuk menambah jumlah nasabah dan dana pengelolaan. Nasabah yang di bidik khususnya di segmen syariah.

Hingga saat ini, nasabah atau investor di pasar modal syariah Indonesia terbilang masih kecil ketimbang pasar modal konvensional. Meski begitu, tren pertumbuhan pasar modal syariah dalam 5 tahun terakhir ini cukup positif.

Saat ini, pemegang saham syariah mencapai 203.000 investor, naik 100 persen dari realisasi 2015 sekitar 100.000 investor. Jumlah produk reksadana syariah juga bertambah menjadi 172 reksadana, naik 192 persen, dari realisasi 2012 sebanyak 58 reksadana.

“Aset kelolaan reksadana syariah meningkat 182 persen menjadi Rp22 triliun dari lima tahun yang lalu sebesar Rp8 triliun. Ini patut diapresiasi,” kata Muhammad Thoriq, Deputi Direktur Pasar Modal Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kepada Tirto.

Meski kinerja pasar modal syariah cukup positif, ada kekhawatiran bahwa tren positif ini hanya bersifat sementara. Pasalnya, perkembangan literasi pasar modal hingga saat ini belum menunjukkan pertumbuhan yang signifikan.

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan OJK 2016, literasi pasar modal baru mencapai 4,4 persen naik tipis dari 2013 sebesar 3,79 persen. Dengan kata lain, dari 100 orang, hanya 4-5 orang yang paham pasar modal.

Pada saat yang sama, hasil literasi pasar modal itu paling rendah ketimbang industri keuangan lainnya. Untuk perbankan sudah mencapai 28,93 persen, asuransi 15,76 persen, pegadaian 17,82 persen, dana pensiun 10,91 persen, dan lembaga pembiayaan 13,05 persen.

Baca juga: Indeks Literasi Pasar Modal yang Masih Jauh Tertinggal

Sementara itu, Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) menilai penting bagi perusahaan sekuritas untuk meluncurkan suatu produk yang dapat menyentuh lapisan masyarakat bawah agar pasar modal tidak lagi menjadi hal yang tabu.

“Sekuritas memang dituntut untuk kreatif agar pasar modal itu bisa menyentuh sampai grass root di masyarakat. Ini penting jika pasar modal, baik konvensional maupun syariah ingin berkembang,” kata Ocky Budiyanto Ketua APEI.

Selama ini, produk-produk derivatif atau turunan pasar modal yang diterbitkan masih kurang peminat. Sebagai contoh, produk Exchange-traded fund (ETF). Sejak dikenalkan pada 2007, nilai aset bersih reksadana ETF terbilang masih kecil.

Per Oktober 2017, nilai aset bersih dari produk reksadana ETF, baik saham, fixed income dan syariah hanya mencapai Rp7,8 triliun, jauh lebih rendah ketimbang reksadana saham sebesar Rp112,38 triliun maupun reksadana syariah sebesar Rp12 triliun.

Padahal, ETF sebelumnya digadang-gadang bakal digemari para investor karena imbal hasil yang ditawarkan kurang lebih sama dengan indeks yang menjadi acuan, misalnya IHSG, LQ45, dan IDX30.

Melihat kondisi ini, tidak bisa dipungkiri perlu terobosan para pelaku meningkatkan literasi pasar modal. Produk yang lekat dengan kehidupan sehari-hari seperti zakat saham bisa menjadi jawaban agar masyarakat tertarik untuk lebih tahu pasar modal yang masih dianggap "barang mewah".

Baca juga artikel terkait ZAKAT atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Marketing
Reporter: Ringkang Gumiwang
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra