Menuju konten utama
Revisi UU Pilkada

JPPR: Pasal 48 UU Pilkada Berpotensi Rugikan Calon Independen

JPPR menilai teknis pelaksanaan verifikasi administrasi yang diatur dalam Pasal 48 UU Pilkada rumit dan menyulitkan panitia pemungutan suara (PPS) sehingga berpotensi menimbulkan masalah dan merugikan calon yang maju dari jalur perseorangan.

JPPR: Pasal 48 UU Pilkada Berpotensi Rugikan Calon Independen
Koordinator Nasional JPPR Masykurudin Hafidz. Foto/Twitter

tirto.id - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menilai, ketentuan verifikasi faktual yang diatur Pasal 48 dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) berpotensi menimbulkan masalah dan merugikan calon yang maju dari jalur perseorangan.

Penilaian tersebut ditegaskan Koordinator Nasional JPPR Masykurudin Hafidz dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Minggu (5/6/2016). Menurut dia, teknis pelaksanaan verifikasi administrasi yang diatur dalam pasal tersebut dianggap rumit dan menyulitkan panitia pemungutan suara (PPS) karena dalam 14 hari mereka harus menemui satu per satu pendukung calon untuk mencocokkan informasi dengan data diri dalam KTP yang terkumpul.

“Petugas PPS hampir tidak mungkin punya cukup waktu untuk mendatangi seluruh pemilih. Ini juga sekaligus memberatkan pemilih yang harus menunggu jadwal dia untuk didatangi,” kata Masykurudin.

Menurut Masykurudin, dalam aturan yang tertera dalam revisi UU Pilkada disebutkan, jika pendukung calon perseorangan tidak dapat ditemui saat verifikasi faktual, pasangan calon diberi waktu tiga hari untuk menghadirkan pendukungnya ke kantor kelurahan.

Namun, jika pasangan calon tidak dapat menghadirkan pendukungnya untuk mengikuti verifikasi faktual di kelurahan, maka dukungan calon dinyatakan tidak memenuhi syarat.

Kedua poin itulah yang dinilai merugikan calon independen karena mereka berpotensi besar kehilangan dukungan karena kerumitan teknis pelaksanaan verifikasi.

Karena itu, JPPR meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyederhanakan teknis penyelenggaraan verifikasi antara lain dengan membebaskan pendukung calon mendatangi kelurahan selama rentang waktu 14 hari tersebut tanpa harus menunggu didatangi petugas PPS terlebih dahulu.

Kedua, petugas PPS sebaiknya mengumumkan jumlah pendukung yang tidak bisa ditemui secara periodik atau harian, bukan pada hari terakhir proses verifikasi.

“Hari pertama misalnya tidak menemukan 50 orang, PPS langsung saja menyampaikan ke pasangan calon supaya mereka bisa mendatangkan pemilih ke kelurahan pada hari kedua atau ketiga,” kata Masykurudin.

Menurut dia, kedua usulan tersebut perlu dilakukan untuk menjaga peluang calon independen di seluruh Indonesia, salah satunya calon gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang akan maju dalam Pilkada DKI 2017.

Berdasarkan perhitungan Masykurudin, jika Ahok benar-benar mendapat dukungan administratif satu juta KTP melalui gerakan Teman Ahok, maka tiga orang PPS sebuah kelurahan harus melakukan verifikasi terhadap sekitar 270 pendukung calon dengan waktu verifikasi untuk setiap orang hanya 1,5 menit.

“Bisa dibayangkan kan dalam hal ini tanggung jawab KPU melalui PPS itu sangat berat,” kata Masykurudin.

Baca juga artikel terkait POLITIK

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz