tirto.id - JP Morgan Chase Bank, N.A menaikkan rekomendasi investasi portofolio di Indonesia dari level underweight ke netral di laporan risetnya yang terbit pada Senin (16/1/2017). Sebelumnya, pada November 2016 lalu, dalam laporan bertajuk "Trump Forces Tactical Changes," JPMorgan menurunkan peringkat Indonesia dari Overweight ke Underweight.
Riset itu menuai reaksi keras dari Indonesia. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Indonesia memutus seluruh kontrak kemitraan dengan JPMorgan pada awal 2017.
Sebagaimana dilansir Bloomberg, laporan JPMorgan memberikan penilaian bahwa volatilitas dan risiko pembelian Surat Utang Negara (SUN) di Indonesia mulai menurun. Penilaian itu muncul dengan pertimbangan dampak gejolak ekonomi akibat pengaruh terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat di pasar modal sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia, ternyata bisa ditekan.
"Fundamental makro Indonesia kuat, dengan potensi pertumbuhan ekonomi tinggi dan rasio rendah dari utang terhadap PDB, dan reformasi ekonomi," tulis JP. Morgan dalam laporan risetnya.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo menilai sudah sewajarnya JP Morgan menaikkan peringkat ekuitas Indonesia menjadi netral mengingat indikator fundamental ekonomi dalam negeri terus menunjukkan perbaikan.
"Kalau seandainya dinyatakan upgrade saya lihat bahwa Indonesia memang indikator ekonominya di 2016 menunjukkan kondisi yang baik mulai dari inflasi, defisit transaksi berjalan, cadangan devisa, dan nilai tukar," kata Agus pada Senin (16/1/2017) seperti dikutip Antara.
Agus menjelaskan penilaian JPMorgan tersebut mencerminkan ketahanan ekonomi domestik di tengah periode konsolidasi pada 2016. Pada tahun ini, kata Agus, Indonesia sedang berada dalam proses pemulihan kegiatan ekonomi.
"Kalau di 2016 bisa dikatakan periode konsolidasi karena kita perlu konsolidasi di korporasi, perbankan, dan fiskal. Tapi, di 2017 ini, kita harapkan adalah kondisi pemulihan sehingga pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5-5,4 persen," ujar dia.
Indikator ekonomi yang dimaksud Agus, adalah neraca defisit transaksi berjalan 2016 yang diperkirakan 1,8 persen dari PDB, inflasi sepanjang 2016 yang 3,02 persen, dan pergerakkan nilai tukar kurs rupiah yang cenderung stabil di kisaran Rp13.300-Rp13.500 per US dolar.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom