tirto.id - Presiden Joko Widodo tak merespons awak media saat ditanyakan perihal kebijakannya yang kerap membuat doorstop (wawancara cegat) pura-pura.
Doorstop pura-pura dilakukan dengan cara melakukan wawancara seolah dengan media arus utama yang menyodorkan mikrofon dan alat perekam kepada Jokowi, namun ternyata yang melakukan kerja liputan tersebut adalah staf dari Biro Pers, Media dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden.
"Kenapa sih, bapak sekarang kebanyakan doorstop-nya sama PNS, bukan sama wartawan," tanya awak media kepada Jokowi di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur, Sabtu (31/8/2024). Namun oleh Jokowi hanya dibalas senyuman sembari angkat tangan.
Salah satu doorstop pura-pura yang dilakukan Jokowi bersama BPMI adalah saat membahas mengenai batalnya revisi Undang-undang Pilkada yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (21/8/2024).
Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Yusuf Permana, membantah apa yang dilakukan Jokowi dan BPMI dalam rangka gimik atau di-setting demi kepentingan tertentu.
"Tidak ada gimik apalagi setting-an," kata Yusuf Permana dalam pesan singkat, Jumat (30/8/2024).
Ia mengeklaim wawancara cegat ala Jokowi yang tak mengundang awak media tersebut bagian dari pembentukan keterangan pers kepada publik.
"Bukankah itu dalam rangka memberikan keterangan pers?" kata Yusuf.
Selain menuai kritik dari masyarakat melalui media sosial, Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, meminta kepada Sekretariat Presiden terkhusus BPMI untuk membuka akses seluas-luasnya kepada jurnalis untuk mendapatkan informasi.
"Untuk teman-teman jurnalis agar tahu, untuk dibuka seluas-luasnya, buka aksesnya, jangan ditutupi!" kata Ninik.
Ninik menyesalkan jika ada pihak-pihak yang berusaha menutupi akses informasi publik yang seharusnya bisa diakses secara bebas oleh media. Menurutnya, keterbukaan akses informasi adalah hak asasi yang selayaknya diterima oleh masyarakat tanpa terkecuali.
"Kalau ada aktivitas yang ditutupi, dihambat, dihalangi, tentu Dewan Pers yang menaungi organisasi jurnalis dan media, untuk kepentingan warga masyarakat, bukan untuk kepentingan pers, tapi untuk kepentingan masyarakat, tentu kami sesalkan," kata Ninik.
Ia juga mengingatkan bahwa Indonesia sudah memiliki aturan mengenai kebebasan pers yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Maka itu, setiap lembaga negara dan pelayanan publik agar mau melayani awak media di setiap wawancara maupun pendalaman informasi.
"Saya hanya minta kepada setiap penyelenggara negara dan penyelenggara kepemiluan agar buka akses pada teman-teman jurnalis untuk tahu, untuk mendalami jangan dibatasi rilis, jangan dibatasi dengan bahan informasi yang diupload di PPID dan lain-lain," kata dia.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Irfan Teguh Pribadi