tirto.id - Pada 9 Juli 2014, hari-H Pilpres 2014, Jokowi menyatakan ia meyakini akurasi hasil hitung cepat (quick count) lembaga-lembaga survei yang menunjukkan dirinya unggul atas Prabowo Subianto.
"Mereka sudah terbiasa dengan survei yang akurat dan diterima semua pihak," katanya, seperti dikutip Kompas.com. Lembaga-lembaga survei yang dimaksud Jokowi adalah Populi Center, CSIS, Litbang Kompas, Indikator Politik Indonesia, Lingkaran Survei Indonesia, RRI, dan Saiful Mujani Research Center (SMRC).
Waktu itu Prabowo pun mendeklarasikan kemenangan.
"Saudara-saudara sekalian, sebangsa setanah air, teman-teman media, kami dari Koalisi Merah Putih memantau dan mengumpulkan keterangan yang masuk dari quick count sejumlah lembaga survei dan dari lembaga survei yang kami gunakan sebagai acuan," katanya, dalam konferensi pers di hari yang sama.
Lembaga survei yang hitung cepatnya menempatkan Prabowo sebagai pemenang adalah Puskaptis, Lembaga Survei Nasional (LSN), Indonesia Research Center (IRC), dan Jaringan Suara Indonesia (JSI).
Namun, Jokowi pada 2019 lain dengan Jokowi pada 2014. Pada 17 April 2019, Jokowi yang berpasangan dengan Ma'ruf Amin mengadakan pertemuan besar-besaran dengan seluruh partai pendukung di Djakarta Theater.
Di Djakarta Theater, Jokowi ternyata tak terbawa suasana. Meski masyarakat yang datang percaya Jokowi-Ma'ruf menang, ia cenderung menahan diri.
"Sudah beredar hasil exit poll dan quick count, tapi kita harus bersabar menunggu perhitungan dari KPU," kata Jokowi di Djakarta Theatre, Jakarta Pusat. "Kita harus bersabar menunggu penghitungan dari KPU secara resmi."
Tidak Mau Mendahului KPU
Ketua Umum PDI Perjuangan sekaligus anggota Dewan Penasihat TKN, Megawati Soekarnoputri, mengaku dirinya mengeluarkan perintah kepada kadernya untuk tidak melakukan deklarasi. Megawati sepakat dengan Jokowi untuk menunggu pengumuman hasil perhitungan KPU.
Sebelum pertemuan di Djakarta Theater, di kediaman Megawati di Kebagusan, Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sempat menyampaikan PDI-P tidak akan melakukan deklarasi setelah hasil hitung cepat, meski ia menunjukkan wajah dan gestur optimistis.
"Kita senyum-senyum, kan?" kata Hasto Kristiyanto untuk mengisyaratkan keyakinan menang dalam pilpres dan pileg.
Saat itu belum terlihat tanda-tanda Megawati meninggalkan rumah di Kebagusan, Jakarta Selatan. Namun, ia kemudian menemui Jokowi di Istana dan berbelok ke Djakarta Theater. Tak ada deklarasi kemenangan di sana.
"Jadi, yang kita perlu jaga dan saya telah mengeluarkan perintah harian, kita jangan mengeluarkan dulu hasil-hasil seperti yang belum fix, kecuali yang akan dilakukan dibuat oleh KPU," kata Megawati, senada dengan pernyataan Jokowi.
Megawati juga mengucapkan terima kasih pada Prabowo yang menurutnya juga telah mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
"Saya ini juga mengucapkan terima kasih banyak, karena beliau telah menginstruksikan untuk jangan terpengaruh terprovokasi dan [kita] harus juga bersama-sama untuk tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan. Jadi, itu memang itulah demokrasi Indonesia," tegasnya.
Khawatirkan Konflik yang Dibingkai "People Power"?
Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa mengatakan deklarasi kemenangan tidak dilakukan karena kubu 01 khawatir ada pihak-pihak yang tak menerima hasil hitung cepat sementara. Hasil sementara dari sebagian lembaga survei nasional menunjukkan keunggulan Jokowi-Ma'ruf pada kisaran angka 55 persen.
"Kita masih menunggu hasil itu 100 persen. Mengikuti hasil KPU, tapi quick count, kan, jarang meleset dan Pak Jokowi menang. Tidak perlu euforia. Kita mengkhawatirkan daya terima keadaan itu tidak dihadapi dengan legowo, renyah," kata Suharso di Djakarta Theater.
Menurutnya, TKN tentu ingin Jokowi-Ma'ruf menang. Namun, adanya penolakan dari pihak tertentu yang mengganggu kenyamanan perlu dihindari.
"Kita mau menang [yang] menyamankan semua orang. Yang menang kan rakyat Indonesia, yang terpilih Pak Jokowi," tegas Suharso.
Kekhawatiran itu tak berlebihan. Eggi Sudjana, caleg PAN yang selama ini dikenal sebagai pendukung Prabowo-Sandiaga, menyampaikan secara tersirat bahwa seharusnya Prabowo-lah yang memenangi pilpres. Kampanye Prabowo, menurutnya, tak pernah sepi pendukung. Lain dengan kampanye Jokowi.
"Ini menjadi anomali dari kampanye sepi tapi menang. Jika temuan kecurangan semakin terang benderang, Malaysia sebelum Pemilu sudah dicoblos, maka jika kecurangan diakumulasi oleh KPU,” ungkapnya.
Eggi juga menyinggung soal "people power" apabila ditemukan adanya kecurangan dalam Pemilu.
“Insya Allah setelah diumumkan resmi, apakah ada kecurangan serius? Kekuatan people power mesti dilakukan. Setuju? Berani?" kata Eggi bertanya kepada relawan. "Kalau people power terjadi, tak perlu ikut-ikut mekanisme, karena sudah kedaulatan rakyat."
Prabowo juga mendeklarasikan kemenangannya dan mengimbuhkan soal real count pilpres tim internal yang menunjukkan ia unggul dengan angka 62 persen.
Namun demikian, Prabowo menegaskan dirinya tidak akan menggunakan cara-cara di luar hukum. "Para pendukung tetap tenang dan tidak terprovokasi untuk lakukan tindakan anarkis, fokus kawal kotak suara karena itu kunci kemenangan," katanya.
Menanggapi deklarasi tersebut, Wakil Sekretaris TKN Verry Surya Hendrawan menyatakan pihaknya tetap menunggu hasil perhitungan KPU. "Biarkan saja klaim seperti itu. Kami tetap tunggu hasil KPU," ucapnya kepada Tirto.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Maulida Sri Handayani