Menuju konten utama

Jokowi Keluhkan Masih Buruknya Sistem Distribusi Pangan

Presiden Joko Widodo mengeluhkan masih buruknya sistem distribusi bahan pangan nasional yang memicu lebarnya disparitas harga di level petani dan konsumen.

Jokowi Keluhkan Masih Buruknya Sistem Distribusi Pangan
Presiden Joko Widodo (tengah), Menko Perekonomian Darmin Nasution (kiri), dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita (kanan) berdoa usai melakukan peresmian pembukaan rapat kerja kementerian perdagangan tahun 2017 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/2/2017). ANTARA FOTO/Rosa Panggabean.

tirto.id - Presiden Joko Widodo mengeluhkan masih buruknya sistem distribusi bahan pangan nasional. Padahal, sudah dua tahun pemerintah berupaya melakukan perbaikan sistem logistik kebutuhan pokok.

"Masalah distribusi, kita banyak yang tidak benar untuk kebutuhan pokok. Mata rantai distribusi kita banyak yang tidak benar, ini harus dibetulkan, sudah dua tahun lebih kita membetulkan tapi belum banyak hasil kita peroleh. Banyak yang tidak benar kita di sisi ini," kata Jokowi saat membuka Rapat Kerja Kementerian Perdagangan Tahun 2017 di Istana Negara Jakarta, pada Selasa (21/2/2017) sebagaimana dilansir Antara.

Jokowi mengatakan buruknya kualitas distribusi bahan pangan di Indonesia terlihat dari disparitas yang lebar antara harga komoditas di level petani dan konsumen. Sebagai contoh, kata dia, harga komoditas senilai Rp5000 di level petani, bisa melonjak menjadi Rp15.000 saat sampai ke konsumen.

Karena itu, dia mendesak bawahannya di Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk rajin menertibkan rantai distribusi bahan pangan yang terlalu panjang di lapangan dan tak hanya sekedar bekerja di belakang meja.

"Ini pasti ada yang tidak benar. Sudah saya pastikan. Kemendag harus tahu siapa pemain-pemain distribusi yang ada di tengah ini. Mata rantainya ada berapa. Pada situasi seperti itu Bapak/Ibu harus hadir, bukan rutinitas di kantor, cek, kontrol di lapangan," katanya.

Jokowi juga mengeluhkan minimnya sumber informasi mengenai harga-harga komoditas pangan yang semestinya bisa dengan mudah diakses oleh publik, baik dari kalangan petani, pedagang hingga konsumen.

"Kenapa tidak ditampilkan tiap sore di TV, radio, media sosial, biar arus informasinya diketahui, petani tahu harga cabai di Cipinang, tahu harga beras di Cipinang. Ini penting keterbukaan seperti itu," ujar Jokowi.

Kondisi saat ini kontras dengan situasi perkembangan teknologi informasi yang pesat. Jokowi berpendapat pembuatan aplikasi di ponsel yang menyediakan aneka jenis informasi lengkap mengenai perkembangan harga-harga komoditas pangan sebenarnya bukan hal yang sulit.

Dia menambahkan Kemendag seharusnya juga sudah mulai mengembangkan basis data yang bisa memberikan rekomendasi akurat mengenai titik keseimbangan yang tepat antara tingkat laju harga bahan pangan, ketersediaanya dan kuota kebutuhan impor untuk memenuhi kekurangan pasokan.

Lemahnya akurasi data terkait laju harga dan ketersediaan bahan pangan selama ini telah memicu permainan dalam penetapan kuota impor. Jokowi mengingatkan telah banyak pejabat negara masuk penjara karena terbukti mempermainkan penentuan nilai kuota impor.

"Juga hal-hal terkait kuota, ini hati-hati, di sini banyak yang masuk sel karena kuota ini. Saya minta mulai dipelajari termasuk untuk masalah tarif, kombinasi tarif, dan kuota jelas, (agar) negara mendapatkan masukan," kata dia.

Baca juga artikel terkait TATA KELOLA PANGAN atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom