tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki strategi baru untuk menggenjot pendapatan negara yakni membentuk dua menteri baru yaitu Menteri Investasi dan Menteri Ekspor. Jokowi memiliki strategi baru untuk menggenjot pendapatan negara.
Strategi yang dilakukan yaitu membentuk dua menteri baru yaitu Menteri Investasi dan Menteri Ekspor.
Strategi ini dianggap aneh dan tidak efisien untuk memecah masalah. Hal tersebut dikatakan Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira.
Ia mengatakan untuk membangun satu kementerian baru, setidaknya pemerintah butuh biaya Rp50 triliun. Prosesnya pun dianggap rumit, seperti penyiapan pagu anggaran, sewa gedung sampai rekrutmen pegawai.
"Untuk satu kementerian saja misalnya Kementerian Perdagangan, pagunya Rp3,5 triliun. Kalau mau buat kementerian baru harus keluar Rp3,5 triliun plus sewa gedung dan penerimaan pegawai dan minimum itu Rp5 triliun habis untuk membuat kementerian baru," jelas dia ketika dihubungi reporter Tirto, Jumat (15/3/2019).
Ia menjelaskan, pernyataan presiden pada awal minggu lalu hanya mengkritisi soal kinerja Kementerian Perdagangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang hasil capaiannya belum optimal.
"Itu sebenarnya gertak sambal Pak Jokowi saja. Karena dia merasa kinerja BKPM dan Kementerian Perdagangan kok loyo sekali. Tapi enggak menyelesaikan apa-apa kalau dibuat kementerian baru," kata dia.
Permasalahan mengenai investasi di tahun 2018 hanya tumbuh 4% serta defisit neraca dagang yang parah di tahun 2018 lalu sebenarnya masih bisa dikoordinasikan dengan Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi.
"Kalau kita bicara soal ekspor dan investasi, Kementerian Perdagangan bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Kemudian soal investasi BKPM bertanggung jawab di bawah Presiden. Kalau dibentuk nanti akan ada ego sektoral, kementerian baru tidak akan menyelesaikan masalah. Harusnya masalahnya itu selesai di Kemenko Perekonomian," kata dia.
Sebagai informasi, Presiden Jokowi akan membentuk dua menteri baru yaitu Menteri Investasi dan Menteri Ekspor untuk menggenjot pendapatan negara. Pasalnya, ekspor RI masih kalah dengan beberapa negara tetangga di Asean, seperti Singapura sampai Vietnam.
Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ada 10 komoditas ekspor terbanyak sepanjang tahun 2018 yaitu, bahan bakar mineral 24,588 miliar dolar AS atau sekitar 15,12 persen dari total keseluruhan ekspor.
Lemak dan minyak hewan atau nabati 20,350 miliar dolar AS atau sekitar 12,51 persen dari total keseluruhan ekspor.
Kendaraan dan bagiannya 7,552 miliar dolar AS atau 4,64 persen dari total keseluruhan ekspor.
Besi dan baja 5,751 miliar dolar AS atau 3,54 persen dari total keseluruhan ekspor. Perhiasan atau permata 5,605 miliar dolar AS atau 3,45 persen dari total keseluruhan ekspor.
Bijih, kerak, dan abu logam 5,254 miliar dolar AS atau 3,23 persen dari total keseluruhan ekspor. Pakaian jadi bukan rajutan 4,495 miliar dolar AS atau 2,76 persen dari total keseluruhan ekspor.
Barang-barang rajutan 4,074 miliar dolar AS atau 2,51 persen dari total keseluruhan ekspor. Kemudian bubur kayu atau pulp 2,649 miliar dolar AS atau 1,63 persen dari total keseluruhan ekspor. Timah 1,550 miliar dolar AS atau 0,95 persen dari total keseluruhan ekspor.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Maya Saputri