tirto.id - "Your body is a wonderland
Your body is a wonder (I'll use my hands)
Your body Is a wonderland"
Lagu di album debut John Mayer, Room for Squares (2001) "Your Body Is A Wonderland" itu membuat nama Mayer dikenal sebagai musisi rock "mesum".
Lagu itu disebut-sebut merupakan karya untuk mantan kekasihnya, Jennifer Love Hewitt. Namun dalam sebuah wawancara dengan Entertainment Weekly (EW), Hewitt menyebut lagu itu sama sekali tak menggambarkan dirinya.
“Tubuhku jauh dari "wonderland". Tubuhku malah seperti pegadaian. Ada banyak hal menarik yang bisa kau dapat, dan kalau melihat dengan seksama kau akan terkesan. Tapi, kalau hanya sekilas, tidak begitu [terkesan],” kata Hewitt, seperti dikutip EW.
Selain Hewitt, Mayer memiliki mantan-mantan lain yang ia jadikan materi untuk lagunya. Salah satu yang diakui Mayer adalah lagu berjudul "Still Feel Like Your Man" (2017) untuk Katy Perry.
“Siapa lagi memangnya yang aku pikirkan?” kata Mayer, merujuk pada Katy Perry, sebagaimana dikutip The New York Times.
John Mayer dan Katy Perry sempat terjebak dalam hubungan putus nyambung sampai akhirnya benar-benar putus pada 2015.
Lagu lain Mayer yang terinspirasi dari pengamatannya adalah "Bigger Than My Body" (2003). Lagu itu terinspirasi dari Konser Coldplay. Dia ingin membuat lagu yang menggerakkan orang sekaligus hebat.
Lagu tentang harapan seseorang agar berbuat sesuatu yang lebih besar, meskipun orang di sekitarmu, bahkan tubuhmu sendiri belum memercayai itu.
Sebuah lagu yang merepresentasikan John Mayer karena dia juga menginginkan ketenaran, tapi tidak sebagai musisi mesum. Tapi lebih berarti daripada itu.
Naik turun hidup John Mayer sedikit banyak mempengaruhi lagu-lagunya. Album ketiganya yang rilis pada 2006, dengan tempo yang sederhana merujuk pada masalah-masalah besar, demikian dilansir Rolling Stone.
Lagu "Waiting For The World To Change" dalam album tersebut adalah sebuah ungkapan kepada Gen Y (milenial) yang apatis melalui liriknya, “It’s not that we don’t care / We just know that the fight ain’t fair,” (Bukannya kami tidak peduli, hanya saja kami tahu pertarungannya tidak adil).
Mewakili gen Y dalam menuangkan pendapat mereka terhadap media, ”When You Trust Your Television / What you get is what you got / Cause when they own information / They can bend it all they want” (Ketika kamu percaya dengan televisimu, yang kamu raih itulah yang kamu dapatkan. Karena mereka punya informasi, mereka bisa ‘menekuk’nya sesuka mereka).
Lagu tersebut menggaungkan protes yang dulu pernah diserukan Curtis Mayfield dan Marvin Gaye di era sebelumnya.
Masih dalam album Continuum tersebut, kehidupan asmara yang bobrok lagi-lagi muncul. "I Don’t Trust Myself (With Loving You)", "Slow Dancing in a Burning Room", "The Heart of Life", "Dreaming With a Broken Heart", dan "I’m Gonna Find Another You". Lagu-lagu ini berkisah tentang pengkhianatan cinta.
John Mayer yang tampak kesepian; selalu sadar diri, tapi terkadang obsesif tentang keberadaanya di dunia ini, Mayer menuangkannya dalam lagu "Stop This Train", “So scared of getting older / I’m only good at being young” tulisnya dalam partitur.
Berdasarkan sebuah wawancara bersama Sirius Radio, sebuah lagu di album terakhirnya, "Never on The Day You Leave" adalah lagu patah hati yang ditujukan untuk mantannya, tapi tidak begitu jelas siapa.
Mayer mengatakan, masih terlalu menyakitkan baginya menyanyikan lagu tersebut secara langsung.
“Belum lama ini aku mengunjungi mantanku, sekedar ramah tamah. Ada sebuah momen indah ketika aku berkata ‘sebagian besar diriku’. Sebagian besar ada dalam kepalaku, seperti, kau tahu sesuatu terjadi padaku dan begitulah [lagu] ini bekerja. Ini adalah cara kerja pikiranku dan aku serius menanggapinya. Butuh waktu lama untuk mengakuinya,” kata Mayer tentang lagu patah hatinya tersebut.
Berangkat dari kehidupan dan pengamatan itu yang membuat lagu-lagu John Mayer menyentuh hati para penggemarnya. Semua lagu-lagu yang ia ciptakan senantiasa ‘ada dalam pikirannya’, maka dari itu terkadang hanya butuh waktu 20 menit untuk menulis lagu.
John Mayer dan segala kontroversi hidupnya, berhasil menciptakan lagu yang sulit dilupakan. Tepat seperti ambisinya menjadi musisi blues yang tidak hanya dikenal karena "otak kotor" atau "mulut besar", tapi karena karyanya.
Editor: Dipna Videlia Putsanra