Menuju konten utama

Jejak J.CO Menginvasi Indonesia

Antrean manusia mengular di sebuah gerai donut J.Co. Mereka memanfaatkan promo 2 lusin donut hanya Rp99.000 selama periode 15-18 Mei lalu, dalam rangka ulang tahun J.Co. Mereka rela antre lama hanya untuk mendapatkan donut mahal dengan harga murah. Inilah sebuah fenomena gaya hidup baru kelas menengah Indonesia. Mereka yang mampu memanfaatkan akan menuai sukses.

Jejak J.CO Menginvasi Indonesia
Donat J.CO FOTO/Andrey Gromico

tirto.id - “Ah donat… apa sih yang tidak bisa mereka lakukan?”

Kalimat dari Homer Simpson, karakter rekaan dalam serial animasi The Simpsons itu, menggambarkan betapa digdayanya sebuah donat. Selain burger dan cola, donat mungkin adalah makanan yang melambangkan Amerika Serikat. Kue bundar dengan lubang di tengah ini bisa ditemukan di mana saja. Dari mobil polisi yang sedang berpatroli, hingga di pedesaan Fargo sana. Tapi itu di Amerika Serikat, bukan di Indonesia.

Di Indonesia, donat pernah jadi kudapan yang asing. Hingga akhirnya pada 1968, American Donut membuka stan di Djakarta Fair. Merek itu dianggap sebagai donut pertama di Indonesia. Orang Indonesia yang pada dasarnya sangat terbuka terhadap budaya boga negara lain, tentu saja menyambut gembira adanya penganan baru ini.

Namun, harus menunggu sampai 1985 hingga akhirnya donat kembali muncul dan mulai jadi jajanan populer. Pada tahun itu, gerai donat besar asal Amerika Serikat, Dunkin’ Donuts, membuka cabang pertamanya di Jakarta, sekaligus yang pertama di Indonesia.

Selanjutnya kita tahu, Dunkin’ sempat jadi penguasa tunggal pasar donat di Indonesia dalam waktu yang lumayan lama. Hingga sekarang, sudah ada sekitar 200 gerai Dunkin' Donuts di seluruh Indonesia. Merek donat yang didirikan pada 1950 ini seperti jadi tempat singgahan tunggal jika ingin donat enak.

Hingga kemudian pada 2005 muncul penantang sang Goliath dunia donat Indonesia. Siapa yang menyangka si penantang ini berasal dari dalam negeri. Dibuat oleh orang yang berasal dari luar dunia boga, pula.

Johnny Andrean, pemilik salon terkenal bernama sama, adalah orang yang memutuskan untuk terjun ke bisnis kuliner. Dia membuka J.CO Donuts & Coffee, dengan gerai pertama di Supermal Karawaci.

Seperti air bah di musim hujan, J.CO nyaris tak bisa dibendung, bahkan oleh raksasa seperti Dunkin' sekalipun. Dalam waktu 11 tahun sejak dibuka, kini gerai J.CO di Indonesia sudah mencapai angka 190. Sayapnya juga mengembang hingga Filipina (20 gerai), Malaysia (11 gerai), Singapura (4 gerai), dan Cina (2 gerai).

"Target kami 5 tahun lagi akan jadi 500 gerai. Di luar negeri kita akan buka di Dubai, Abu Dhabi, dan Hong Kong," ujar pendiri J.CO, Jhonny Andrean.

Penjualan donat J.CO memang mencengangkan. Menurut Jhonny, dalam 10 tahun mereka berhasil menjual 805 juta butir donat. Ini artinya, setiap tahun ada 80,05 juta donat yang terjual, atau sekitar 220 ribu butir donat terjual tiap hari.

Kopi, yang dianggap sebagai sahabat tak terpisahkan donut, juga menjadi andalan J.CO. Kisah kopi yang dijual di sana juga cukup menarik. Pada awal mulai, Jhonny mengimpor biji kopi dari Italia. Namun, ada kendala jarak yang berimbas pada lamanya distribusi. Kopi yang dikirim baru bisa sampai di bartender J.CO pada bulan ketiga. Kesegarannya berkurang, dan rasanya pun pasti tak lagi bagus.

Maka sejak 3 tahun lalu, Jhonny belajar teknik sangrai sendiri. Biji kopi pun diambil dari Indonesia, yang memang dikenal sebagai firdaus kopi. Dengan memilih langsung biji kopi dari Indonesia, kemudian disangrai sendiri, Jhonny bisa memastikan kualitas kopi yang dijual.

"Kami hitung sudah berapa cup kopi yang terjual. Ternyata sudah 52 juta cup kopi yang kami jual," kata Jhonny lagi. Belakangan, setelah berhasil dengan donat dan kopi, J.CO juga memasukkan menu baru, seperti sandwich atau frozen yoghurt sonder lemak.

Kenapa J.CO bisa berkembang sedemikian cepat, bahkan nyaris menyalip saudara tuanya? Ada beberapa hal yang bisa dijelaskan.

Pertama, J.CO menyasar segmen pembeli kelas menengah atas yang jumlahnya makin berkembang di Indonesia. Segmentasi tampak dari lokasi J.CO yang berada di dalam mal, dan menampilkan suasana ala kafe yang nyaman. Selain diberikan sofa empuk dan pendingin ruangan, J.CO juga menyediakan akses internet nirkabel. Hal seperti itu seperti syarat mutlak untuk menjaring konsumen dari kelas menengah yang dikenal amat royal.

"Mereka mau mengeluarkan uang lebih banyak untuk makanan dan minuman. Ini gaya hidup baru," kata Natassia Liu, Direktur Internasional J.CO.

Perusahaan ini juga bisa menangkap tren. Pada awal 2000-an, merebak konsep open kitchen dalam industri restoran. Dapur yang awalnya selalu terletak di belakang dan menjadi tempat misterius, kini ditaruh di depan dan bisa dilihat oleh siapa saja. Konsep ini lahir dari semakin besarnya tuntutan higienitas dari para konsumen, terutama di negara maju. J.CO menerapkan konsep ini dengan apik.

Para konsumen J.CO bisa melihat sendiri produksi donat. Bisa melihat para juru masak menuangkan selai di permukaan donat. Pun, bisa menengok langsung para pegawai meletakkan donat di lemari kaca.

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah rasa. J.CO dianggap berhasil dalam memperluas segmentasi rasa. Kini, ada 28 varian rasa yang dijual. Tak sekadar rasa klasik seperti cokelat, J.CO juga menampilkan varian yang sebelumnya tak dikenal lidah Indonesia.

Seperti Al Capone yang memadukan kacang almond dan cokelat putih Belgia. Atau Avocado Di Caprio yang memadankan selai alpukat dan cacahan cokelat renyah. Ada pula varian Tira Miss U yang merupakan donat dengan isian tiramisu. Varian rasa yang banyak bisa menjamin para pelanggan tak akan bosan. Setidaknya tak dalam waktu dekat.

Tentu, seperti raja di kerajaan manapun, akan selalu ada orang yang berusaha mengkudetanya. Kini donat sudah bukan lagi makanan asing. Pangsa pasarnya ada, besar pula. Di Amerika Serikat, pangsa pasar donat bernilai sekitar 14 miliar dolar. Pertumbuhannya mencapai 4,7 persen tiap tahun.

Harga satuan donat J.CO adalah Rp6 ribu. Jika setiap tahun mereka berhasil menjual 80 juta butir per tahun, artinya pendapatan mereka mencapai Rp480 miliar dalam satu tahun. Belum lagi pendapatan dari produk lain, seperti kopi, sandwich, juga frozen yoghurt.

Jumlah menggiurkan ini pasti mengundang banyak pemain dalam jagat perdonatan. Krispy Kreme, perusahaan donat Amerika Serikat yang sudah berdiri sejak 1937, adalah salah satu ancaman besar J.CO. Begitu pula Mister Donut, perusahaan asal Jepang yang berdiri sejak 1956. Ada juga pemain lokal lain yang membesar perlahan, seperti Donut Berry. Tentu saja Dunkin' si Goliath tak akan mau tinggal diam.

Baca juga artikel terkait DONUT atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti