Menuju konten utama

Jalan Politik Para Mantan Danjen Kopassus

Beberapa mantan Danjen Kopassus terjun ke dunia politik. Di antara mereka ada Prabowo yang berseberangan dengan Agum Gumelar dalam dua pilpres terakhir.

Jalan Politik Para Mantan Danjen Kopassus
Mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn.) Prabowo Subianto (kanan) menghadiri peringatan HUT Ke-67 Kopassus di Mako Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur, Rabu (24/4/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras.

tirto.id - Berpolitik adalah hak. Termasuk bagi mantan tentara. Tidak heran jika para mantan jenderal jadi bahan pemberitaan karena sepak terjang mereka di dunia politik, termasuk mereka yang pernah jadi orang nomor satu di korps baret merah. Masyarakat tentu tidak asing dengan Agum Gumelar, Prabowo Subianto, Subagyo Hadi Siswoyo, dan Muchdi Purwoprandjono. Mereka adalah jenderal-jenderal yang sebelum 1998 pernah menjabat Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus.

Ketika menjadi Danjen Kopassus, dalam rapat pimpinan ABRI, Agum Gumelar bikin rezim Orde Baru tak menyukainya. “Kalau kita menganggap Megawati dan para pendukungnya musuh, kalau kita menganggap Gus Dur dan pengikutnya musuh, kalau kita menganggap kelompok petisi 50 musuh dengan pengaruh-pengaruhnya musuh, maka sesungguhnya kita kebanyakan musuh. Padahal falsafah Cina Sun Tzu, menyatakan bahwa seribu kawan masih kurang, satu musuh kebanyakan,” kata Agum seperti dicatat Retno Kustiati & ‎Fenty Effendy dalam Agum Gumelar: Jenderal Bersenjata Nurani (2004: 57).

Buntutnya, jabatan danjen pun hilang darinya. Salim Said dalam Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto (2016: 136-137) menyebut Brigadir Jenderal Agum Gumelar bersama Mayor Jenderal A.M. Hendropriyono dianggap jenderal yang bersimpati kepada Megawati—yang pada awal 1990-an mulai banyak pendukungnya.

Ketika Soeharto lengser, Agum Gumelar adalah Gubernur Lemhanas. Setahun setelahnya, Agum diangkat menjadi Menteri Perhubungan dalam kabinet Persatuan Nasional di bawah kepresidenan Abdurrahman Wahid. Pernah juga dia menjadi Menkopolkam dalam kabinet itu.

Dalam kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati, Agum diangkat lagi jadi Menteri Perhubungan. Selain di pemerintahan, Agum juga sempat aktif di dunia olahraga. Dia pernah jadi Ketua PSSI dan KONI. Namanya kerap disebut-sebut dalam perbaikan PSSI.

Ketika SBY menjadi presiden, pada 2008 dia menjadi Calon Gubernur Jawa Barat dan dalam Pilkada hanya mendapat 34 persen suara. Saat itu dia maju bersama Nu’man Abdul Hakim. Di periode kedua SBY, istrinya, Linda Amelia Sari, diangkat menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Sejak 17 Januari 2018, setelah hampir 4 tahun Jokowi menjabat, Agum diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Agum dikenal sebagai mantan jenderal yang mendukung Jokowi. Serangannya kepada Prabowo Subianto, dengan hanya bermodal masa lalu kasus penculikan dan rekomendasi pemberhentian Prabowo dari TNI, setidaknya dilakukan pada dua musim pilpres.

Dari Capres hingga Wantimpres

Prabowo Subianto jadi Danjen Kopassus setahun setelah Agum Gumelar meninggalkan posisi itu. Setelah Brigadir Jenderal Agum Gumelar, dari 1994-1995, Danjen Kopassus adalah Brigadir Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo. Setelahnya barulah Brigadir Jenderal Prabowo Subianto, dari 1995-1998. Di era 1990-an Prabowo Subianto, mantu daripada Presiden Soeharto, adalah danjen terlama di korps baret merah.

Kiprah politik Prabowo tentu sudah sangat jelas. Dia pernah ikut Partai Golkar, yang tidak bisa membawanya sebagai calon presiden. Setelahnya, Prabowo membangun Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra).

Prabowo dikenal karena usahanya berkali-kali mencoba jadi presiden. Dalam Pilpres 2004 dia gagal maju karena tidak lolos konvensi Partai Golkar. Pada 2009 dia jadi calon wakil presiden—dengan Megawati sebagai calon presidennya—dan gagal. Lima tahun kemudian Prabowo maju sebagai calon presiden melawan Joko Widodo dan kita semua tahu hasilnya.

Tahun ini dia mencoba peruntungannya kembali. Hasilnya? Sampai saat ini proses penghitungan suara masih berjalan. Tapi hasil quick count dari lembaga-lembaga survei terpercaya menyatakan dia akan kalah lagi.

Tampaknya Prabowo masih belum bisa menyamai bekas mertuanya.

Sementara itu setelah setahunan jadi Danjen Kopassus, Subagyo H.S. menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) untuk 3 kepresidenan—Soeharto, Habibie, dan Abdurachman Wahid. Dia adalah Ketua Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang menyidang Prabowo terkait penculikan aktivis sekitar 1998.

Setelah tak aktif di militer lagi, Subagyo terjun ke dunia politik. Dia ikut partai yang didirikan oleh pensiunan jendaral lain, Wiranto, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Di partai itu dia pernah menjadi Ketua Dewan Penasihat. Setelah Jokowi menjadi presiden, Subagyo dijadikan anggota Wantimpres, seperti Agum Gumelar.

Muchdi Purwoprandjono sebetulnya lebih senior daripada Prabowo, satu angkatan bersama Subagyo, angkatan 1970. Tapi dialah yang menggantikan Prabowo sebagai Danjen Kopassus.

Subagyo dan Muchdi setelah lulus dikirim ke Kalimantan melawan PGRS/Paraku. Hendro Subroto dalam Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009: 234) menyebut, "Letnan Dua Subagyo HS dan letnan Dua Muchdi PR diangkat menjadi komandan tim dalam pasukan baret merah untuk memimpin pasukan para komando."

Infografik Mantan Danjen Kopassus Yang berpolitik

undefined

Setelah jadi danjen, Muchdi ditarik ke BIN dan akhirnya terpuruk karena kasus Munir. Tapi Muchdi tidak ragu terjun ke dunia politik. Dia ikut mendirikan Gerindra. Pada 2011 dia ikut PPP dan pada 2016 bergabung ke partai milik anak-anak daripada Soeharto, Partai Berkarya.

Pada 2019 Muchdi mengambil jalan yang berbeda dengan petinggi Partai Berkarya. Muchdi memilih mendukung Jokowi, seperti dua mantan Danjen Kopassus pendahulunya, Agum dan Subagyo.

Para mantan danjen era Soeharto sebelum Agum Gumelar sudah terlalu tua untuk terjun ke politik praktis. Menjadi simpatisan lebih memungkinkan ketimbang jadi pemain di panggung politik. Para jenderal sebelum Agum kebanyakan pensiun ketika Soeharto masih berkuasa, di mana banyak hal sudah ditentukan dan tidak butuh pertarungan politik yang terbuka.

Setelah Soeharto lengser, banyak partai yang siap menerima mantan jenderal. Mereka yang punya reputasi sebagai mantan perwira korps baret merah tentu akan membuat partai makin berwibawa di hadapan sebagian rakyat Indonesia—yang masih terpengaruh atau bahkan merindukan Orde Baru.

Baca juga artikel terkait KOPASSUS atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Ivan Aulia Ahsan