Menuju konten utama

Jaksa Ungkap Alasan Tidak Ajukan Replik di Sidang Ahok

Menurut Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum, tidak ada hal baru terkait pleidoi yang disampaikan tim kuasa hukum Ahok dalam lanjutan sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta yang digelar hari ini.

Jaksa Ungkap Alasan Tidak Ajukan Replik di Sidang Ahok
Terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok (tengah) tiba di ruangan untuk menjalani sidang lanjutan di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (25/4). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso.

tirto.id - Majelis hakim telah menetapkan, vonis terhadap terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan dibacakan pada Selasa (9/5/2017) mendatang. Terkait hal itu, Jaksa Penuntut Umum pun mengungkapkan alasannya tidak mengajukan replik yang semestinya dilakukan setelah pembacaan pleidoi.

Menurut Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Mukartono, tidak ada hal yang baru terkait pleidoi yang disampaikan tim kuasa hukum Ahok dalam lanjutan sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta yang digelar hari ini, Selasa (25/4/2017).

"Tadi sudah saya sampaikan apa yang disampaikan Penasihat Hukum tidak ada hal yang baru, pengulangan. Bahkan pengulangan sampai kepada materi eksepsi, itu disampaikan waktu persidangan masih di Gajah Mada," kata Ali seusai sidang lanjutan Ahok dengan agenda penyampaian pledoi dari pihak terdakwa.

Seperti dilansir dari Antara, Ali mengatakan, eksepsi tersebut disampaikan kembali dalam pleidoi padahal sudah diputuskan saat persidangan di gedung eks Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Gajah Mada Desember 2016 lalu.

"Maka saya tidak mau terjebak pada pengulangan lagi sehingga ini tidak efisien sehingga kami berkesimpulan tetap pada tuntutan pada persidangan yang lalu," ucap Ali.

Sementara itu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah menjadwalkan agenda pembacaan putusan terhadap Ahok pada Selasa (9/5/2017) di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta.

"Selanjutnya, kami tanya kepada Penuntut Umum terhadap nota pembelaan ini apakah Saudara akan memberi tanggapan?" tanya Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto.

"Berdasarkan Pasal 182 KUHAP kami mempunyai hak untuk memberikan jawaban atau replik atas pembelaan terdakwa. Ada beberapa pertimbangan, pertama kami sampaikan bahwa kami menilai apa yang disampaikan penasehat hukum tidak ada fakta yang baru, kedua ada sebagian pengulangan di materi eksepsi yang sudah diputus Majelis Hakim," jawab Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Ali Mukartono.

Kemudian, kata Ali, tim JPU juga harus mengembalikan jadwal yang pernah mundur sehingga untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu kami merasa apa yang kami sampaikan pada tuntutan sudah cukup.

"Pada prinsipnya kami tetap pada tuntutan sebagaimana surat tuntutan yang kami bacakan. Demikian sikap kami," jawab Ali.

"Setelah saya mendengar saudara yang pada prinsipnya tetap pada tuntutan, dari Penasihat Hukum ada komentar?" tanya Hakim Dwiarso.

"Sebagaimana yang kami dengar, JPU tetap pada tuntutan sehingga menurut proses hukum apa yang kami kemukakan dalam pembelaan kami dan terdakwa, dan segalanya kami serahkan kepada yang mulia," jawab Teguh Samudra, anggota tim kuasa hukum Ahok.

"Setelah tuntutan, pembelaan dan, replik telah disampaikan oleh Penuntut Umum maka giliran Majelis Hakim akan memberikan putusan perkara ini terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan sesuai dengan jadwal maka putusan akan kami ucapkan pada Selasa, 9 Mei 2017. Untuk itu diperintahkan saudara terdakwa untuk hadir dalam sidang tersebut," kata Dwiarso.

Sebelumnya, JPU telah menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan 2 tahun terhadap Ahok.

"Maka disimpulkan perbuatan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sudah secara sah, terbukti, dan meyakinkan telah memenuhi rumusan-rumusan unsur pidana dengan pasal alternatif kedua pasal 156 KUHP," kata Ali Mukartono, Ketua Tim JPU saat membacakan tuntutan tersebut pada Kamis (20/4/2017) lalu.

Adapun Pasal 156 KUHP menyebutkan, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Baca juga artikel terkait SIDANG AHOK atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari