Menuju konten utama

Jaksa Menuding Buni Yani Hapus Kata "Pakai" di Video Ahok

JPU menilai Buni Yani sudah memangkas durasi video yang diunggah Diskominfomas Provinsi DKI Jakarta dan menghapus kata "pakai" dalam video Ahok.

Jaksa Menuding Buni Yani Hapus Kata
Buni Yani (kiri) berbincang dengan tim kuasa hukum pada sidang perdana kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (13/6). ANTARA FOTO/Agus Bebeng.

tirto.id - Jaksa Penuntut Umum menilai Buni Yani sudah memangkas durasi video yang diunggah Dinas Komunikasi, Informatika, dan Kehumasan (Diskominfomas) Provinsi DKI Jakarta dan menghapus kata "pakai" yang diucapkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam rekaman pidatonya di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.

"Terdakwa telah mengurangi durasi rekaman video Pemprov DKI, sehingga hanya tinggal berdurasi 30 detik saja yaitu yang terjadi di antara menit ke-24 sampai dengan menit ke-25. Selanjutnya terdakwa mengunggah hasil pengurangan durasi video tersebut ke akun Facebook terdakwa," ujar jaksa Andi Muh. Taufik saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (13/6/2017).

Menurut jaksa, Buni Yani mengetahui kata "pakai" yang diucapkan Ahok saat berbicara di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu dan memotongnya sebelum mengunggah video tersebut ke akun Facebook miliknya.

Buni Yani, ia melanjutkan, menghilangkan kata "pakai" dan menambahkan caption "penistaan terhadap agama? (pemilih muslim) dan (juga bapak-ibu)" serta "kelihatannya akan terjadi sesuatu yang kurang baik dengan video ini" tanpa seizin Diskominfomas Pemprov DKI Jakarta.

Atas perbuatannya, jaksa Andi mendakwa Buni Yani melanggar Pasal 32 ayat 1 juncto Pasal 48 ayat 1 Undang-Undang No.19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Jaksa juga mendakwa Buni Yani dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Selain itu, jaksa mendakwa dia melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang No.11/2008 tentang ITE juncto Pasal 45A ayat 2 Undang-undang No.19/2016 tentang ITE tentang Perubahan atas Undang-Undang No.11/2008 tentang ITE.

"Sehingga perbuatan terdakwa tersebut menimbulkan kebencian atau permusuhan umat Islam terhadap saksi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok," kata Jaksa.

Kuasa Hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian, menyanggah dakwaan jaksa. Ia menyebut dakwaan jaksa tidak berdasar.

Ia mengatakan Forensik Mabes Polri sudah menyatakan bahwa video tersebut tidak diutak-atik Buni Yani dan bahwa dia hanya mengunggah ulang video tersebut di akun Facebooknya.

"Secara logika hukum Saudara Ahok sudah dinyatakan bersalah dan tidak banding. Apa yang dinyatakan Buni Yani bukan fitnah dan berita bohong, sudah terbukti," katanya.

Sidang kasus dugaan pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang melibatkan Buni Yani diwarnai aksi unjuk rasa oleh elemen massa yang tergabung dalam Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat.

Massa yang berkumpul di halaman depan Pengadilan Negeri (PN) Bandung sejak pukul 08.00 WIB, pada Selasa, berorasi untuk memberi dukungan terhadap Buni Yani serta mendesak agar kasusnya dihentikan.

Setelah menjalani sidang perdananya, Buni Yani kemudian mendatangi massa dan menyampaikan orasi dengan didampingi kuasa hukumnya.

"Terima kasih kepada rekan-rekan yang telah melawan kedzaliman, kita akan selalu mengawal NKRI untuk menuntut keadilan setegak-tegaknya," ujarnya, seperti diberitakan Antara.

Kepada puluhan massa, ia menjelaskan bahwa sebenarnya kasusnya seharusnya dihentikan, apalagi mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah dipenjara.

"Nah sekarang, ketika Pak Gubernur Ahok dipenjara, harusnya kasus saya dihentikan tapi ini dipengadilankan," kata dia.

Baca juga artikel terkait KASUS BUNI YANI atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri