Menuju konten utama

Inkonsistensi Polisi Menangani Kasus HA-HFZ dan Rizieq-Firza

Jika bukti awal sudah jelas, maka HA dan HFZ bisa jadi tersangka, sama halnya dengan kasus dugaan pornografi Firza dan Rizieq.

Inkonsistensi Polisi Menangani Kasus HA-HFZ dan Rizieq-Firza
Firza Husein memenuhi panggilan pemeriksaan di Reskrimsus Polda Metro sebagai saksi terkait kasus dugaan penyebaran konten bermuatan pornografi yang menyeret nama pimpinan FPI Rizieq Shihab, Jakarta, Selasa, (16/5). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Polda Metro Jaya masih melanjutkan penyelidikan untuk mencari tahu pemilik gawai yang dipakai merekam video pornografi yang diduga dilakukan HA dan HFZ. HA sendiri mengakui dirinya adalah pemeran di video tersebut.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan, pengakuan itu disampaikan HA kepada penyidik pada November lalu. HA mengaku video tersebut berlatar tempat di Depok yang berlangsung pada 2015 dan direkam dengan gawai. Video itu kemudian menyebar di media sosial pada Oktober 2017.

Meskipun HN telah mengakui video tersebut, akan tetapi penyidik belum menjadikan HA dan HFZ sebagai tersangka. Alasannya penyidik masih mencari bukti-bukti lain dan masih berupaya menelusuri penyebab terunggahnya video tersebut ke internet atau media sosial.

Mengapa Firza-Rizieq Langsung Tersangka?

Belum ditetapkannya HA dan HFZ sebagai tersangka menimbulkan tanda tanya. Hal ini berbeda dengan kasus chat bermuatan pornografi yang diduga dilakukan Rizieq Shihab dan Firza Husein. Keduanya dijadikan tersangka tanpa terlebih dahulu mencari pelaku yang menyebar percakapan bernuansa pornografi tersebut.

Sedangkan dalam kasus HA dan HFZ, polisi belum menyatakan adanya unsur pidana, melainkan terlebih dahulu mencari penyebar utama video tersebut. Meski kedua kasus ini sama-sama mengandung unsur pornografi dan diketahui subjek yang terlibat di dalamnya, namun cara penanganan kasus tersebut terkesan berbeda.

Kasus chat antara Rizieq dan Firza telah dianggap memenuhi unsur pidana dan menjadikan keduanya sebagai tersangka dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. Akan tetapi, kasus ini mandek setelah berkas Firza tak kunjung lengkap atau P21. Sementara Rizieq sebagai tersangka juga belum pernah diperiksa di Indonesia karena yang bersangkutan berada di luar negeri. Pihak penyebar juga tak kunjung diungkap hingga saat ini.

Dalam kasus ini, Firza dan Rizieq dijerat dengan Pasal 4 ayat (1) juncto Pasal 29 dan atau Pasal 6 juncto Pasal 32 dan atau Pasal 8 juncto Pasal 34 Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Mereka dianggap melanggar karena memproduksi konten pornografi dan mempunyai produk tersebut. Mereka juga dianggap bersalah karena sukarela menjadi objek pornografi.

Bandingkan dengan kasus video porno yang diduga melibatkan HA dan HFZ. Meski sudah ada pihak yang mengaku sebagai subjek dalam video porno itu, namun polisi tak juga kunjung menetapkan keduanya sebagai tersangka.

Ahli Hukum Pidana dari Universitas Sumatera Utara (USU) Mahmud Mulyadi mengatakan, dalam kasus HA dan HFZ, bukti yang ada seharusnya bisa menetapkan mereka sebagai tersangka. Bukti elektronik berupa rekaman video dan kesaksian yang bersangkutan bahwa mereka adalah pelaku dalam video mesum tersebut sudah bisa menjadi alat bukti yang cukup bagi polisi.

Mahmud mengatakan, jika polisi bertindak adil, maka HA dan HFZ seharusnya sudah dijadikan tersangka, seperti halnya Rizieq dan Firza. Namun, apabila memang ada aspek lain yang mendasari perbedaan penanganan kasus tersebut, maka hal itu menjadi persoalan lain.

“Ya seharusnya begitu [HA dan F dijadikan tersangka]” kata Mahmud kepada Tirto, Senin (18/12/2017). “Kan kita menganut yang namanya equality before the law [kesamaan hukum]” ujarnya menambahkan.

Pria yang pernah menjadi saksi ahli dari KPK dalam sidang praperadilan Novanto dalam kasus korupsi e-KTP ini menegaskan, proses penetapan tersangka sebelum penyebar pertama ditemukan sudah sesuai dengan aturan hukum pidana. Apabila bukti sudah mencukupi, maka polisi tidak perlu lagi mencari penyebar pertama untuk menetapkan tersangka. Hal itu bisa dilakukan secara terpisah dan ditelisik kemudian.

“Persoalannya Rizieq dan Firza langsung jadi tersangka, kan gitu. Kasus ini kedua-duanya [HA dan HFZ] sudah mengakui, tapi tidak jadi tersangka,” kata Mahmud menambahkan.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono, mengatakan bahwa sampai sekarang pihaknya "masih mencari" penyebar video HA dan HFZ tersebut sebelum menentukan unsur pidana.

Argo juga tak menjawab tegas terkait unsur pidana yang bisa dikenakan kepada HA dan HFZ. Ia masih menunggu keterangan dari pihak lain, serta status HA dan HFZ masih sebagai saksi korban.

Jika merujuk pada kasus Rizieq dan Firza, seharusnya keduanya juga bisa dijerat dengan pasal yang sama. Dengan pengakuan dari HA dan F bahwa "yang bersangkutan pernah melakukan (mesum) di salah satu apartemen pada 2015" dengan sadar, maka keduanya dipastikan dikenai unsur pidana.

Dalam Pasal 8 UU Pornografi dikatakan bahwa "Setiap orang dilarang dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi."

Menanggapi hal ini, Argo beralasan belum semua saksi diperiksa untuk penetapan unsur pidana. “Nanti, ini sudah sidik, tapi kita masih mencari yang lain, kemudian saksi ahli belum diperiksa,” kata dia menambahkan.

Kasus Rizieq-Firza tak Ada Perkembangan

Namun demikian, kasus dugaan pornografi dengan tersangka Rizieq dan Firza justru tidak ada kemajuan yang signifikan. Pada Juni 2017, misalnya, berkas perkara Firza sudah diserahkan oleh penyidik ke Kejaksaan. Sayangnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta memastikan berkas perkara konten pornografi dengan tersangka Firza Husein masih belum lengkap atau belum P21.

Saat itu, Kasipenkum Kejati DKI Jakarta, Nirwan Nawawi mengatakan, berkas yang diserahkan oleh penyidik masih kekurangan bukti. Menurut Kejati DKI, berkas perkara Firza masih belum memenuhi unsur syarat formil dan materiil untuk masuk tahap penuntutan. Hingga kini, berkas perkara Firza masih belum dinyatakan P21.

Hal yang sama juga terjadi dalam kasus Rizieq. Ia bahkan belum pernah diperiksa sebagai tersangka karena sejak pemeriksaan pertama hingga panggilan ketiga mangkir dan saat ini berada di luar negeri.

Saat dikonfirmasi Tirto, Senin (18/12/2017), soal perkembangan kasus Firza dan Rizieq, Argo Yuwono tak mau memberi jawaban tegas. Ia melempar tanggung jawab pertanyaan: "Siapa penyebar pertama chat Rizieq-Firza dan "Mengapa tidak diselidiki" dengan melempar bola kepada penyidik yang menangani kasus tersebut.

"Itu penyidik yang lebih tahu," katanya, Senin (18/12/2017). Sedangkan penanggung jawab tertinggi penyidikan kasus, yaitu Direktur Tindak Pidana Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Adi Deriyan malah enggan dikonfirmasi.

Menurut Argo, suatu kasus tidak bisa segera diselesaikan. Jawaban Argo ini sebenarnya sudah sering dipakai ketika menjawab pertanyaan soal kasus "Novel" ataupun "Rizieq". Ia menuturkan bahwa tidak setiap kasus selesai dalam waktu singkat. Penyelesaian suatu kasus bisa memakan waktu bertahun-tahun.

Pada Jumat (15/12/2017) lalu, Argo bahkan mengaku tak bisa memperkirakan kapan kasus Rizieq itu akan diselesaikan. Ketika disinggung apakah masyarakat harus menunggu 120 tahun untuk penyelesaian kasus Rizieq oleh polisi, Argo hanya tertawa.

“Masih [lanjut]. Ada kasus yang 100 tahun [jalan] ada. Tiga tahun juga ada,” kata dia.

Respons Argo terkesan hanya alasan semata, sebab merujuk Pasal 78 ayat (1) KUHP penuntutan sebuah kasus ada masa kadaluarsanya. Berdasarkan ancaman hukuman yang ditersangkakan kepada Rizieq, maka masa kadaluarsa penuntutan Rizieq hanya berlaku selama 12 tahun.

“Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun,” demikian bunyi Pasal 78 ayat (1) poin 3 KUHP.

Baca juga artikel terkait DUGAAN KASUS PORNOGRAFI atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz