Menuju konten utama

Ini Tujuh Poin Revisi UU ITE Versi Pemerintah

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengusulkan tujuh poin dalam revisi Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang akan dibahas bersama antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.

Ini Tujuh Poin Revisi UU ITE Versi Pemerintah
Menkominfo Rudiantara (kiri) berbincang dengan anggota komisi i usai rapat membahas revisi undang-undang perubahan nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE). Antara foto/Puspa Perwitasari

tirto.id - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mengusulkan tujuh poin dalam revisi Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang akan dibahas bersama antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengatakan, pihaknya mengusulkan tujuh poin revisi dalam UU ITE. Pertama, penghapusan tata cara intersepsi melalui peraturan pemerintah (PP), karena Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengharuskan diatur dalam UU.

Poin kedua, lanjut Rudiantara, menurunkan ancaman hukuman tindak pidana pencemaran nama baik yang diatur dalam Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Menurut dia, penurunan hukuman itu dari paling lama enam tahun penjara atau denda paling banyak Rp1 miliar, diubah menjadi empat tahun penjara atau denda senilai Rp700 juta.

“Poin ketiga, penjelasan dalam Pasal 27 UU ITE harus mengacu pada pasal 310 dan 311 KUHP, sehingga kategori pencemaran nama baik terukur,” ujarnya, di Jakarta, Senin (14/3/2016).

Menurut dia, poin keempat, pemerintah juga mengusulkan agar tindak pidana penghinaan melalui ITE adalah delik aduan sehingga korban yang harus mengadukan. Sedangkan poin kelima, lanjut dia, mengubah ketentuan penggeledahan sesuai dengan hukum acara pidana.

Selain itu, lanjut Rudiantara, poin keenam yang diusulkan pemerintah adalah mengubah ketentuan penangkapan dan penahanan sesuai hukum acara pidana.

“Kami nilai poin kelima dan keenam bisa mengefisiensi prosesnya,” ujarnya.

Menurut Rudiantara, poin ketujuh dalam revisi UU ITE ini, pemerintah menginginkan adanya tambahan kewenangan penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS) bisa meminta para penyelenggara konten elektronik sehingga hak masyarakat terlindungi.

Rudiantara mengaku, saat ini keberadaan UU ITE banyak menimbulkan pro dan kontra, bahkan banyak pihak yang melakukan uji materi terkait UU tersebut, misalnya Pasal 27 ayat 3 yang mengatur perbuatan pidana.

“Pemohon menilai Pasal 27 itu bertentangan dengan UUD 1945 meskipun MK menolak namun majelis melarang pendistribusian pencemaran nama baik adalah delik aduan,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait DPR-RI atau tulisan lainnya

Reporter: Abdul Aziz