Menuju konten utama

Info Sampah Jogja Hari Ini dan 6 Cara Mengolah Sampah Organik

Penutupan TPA Piyungan, apa alasan penutupan TPA Piyungan dan bagaimana cara mengolah sampah rumah tangga yang baik dan benar?

Info Sampah Jogja Hari Ini dan 6 Cara Mengolah Sampah Organik
Pekerja mengoperasikan alat berat guna memindahkan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Bantul, DI Yogyakarta, Sabtu (22/7/2023). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/hp.

tirto.id - Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta resmi menutup sementara Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan mulai 23 Juli hingga 5 September 2023. Penutupan ini ini dilakukan karena sampah di TPA Piyungan sudah terlalu penuh dan berbahaya jika dipaksa untuk menampung sampah baru.

Menurut Kuncoro Cahyo Aji selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY, volume sampah zona A dan B di TPA Piyungan sudah melebihi kapasitas tampung.

Ia juga menambahkan bahwa di TPA Piyungan sebenarnya sudah ada zona transisi 1 dan 2 untuk penampungan sampah. Namun, zona transisi 1 sudah penuh 98 persen dan baru siap digunakan kembali pada awal September 2023. Sementara zona transisi 2 baru siap digunakan pada Oktober mendatang.

Alasan inilah yang membuat pemerintah setempat memutuskan untuk menutup sementara TPA Piyungan. Di sisi lain, masyarakat juga dihimbau untuk mulai mengelola sampah secara mandiri untuk memudahkan daur ulang.

Perlu diketahui bahwa berdasarkan sumbernya, sampah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sampah organik dan anorganik. Sampah organik adalah sampah yang berasal dari organisme atau makhluk hidup, contohnya sisa makanan seperti sayuran, daun kering, kertas, atau kulit buah dan telur.

Sementara sampah anorganik tidak dihasilkan oleh makhluk hidup dan mengandung benda mati atau komponen seperti mineral. Contoh sampah anorganik antara lain botol plastik, kaca, dan kaleng aluminium.

Dibandingkan sampah anorganik, mengolah sampah organik cenderung lebih mudah karena bersifat degradable atau mudah terurai. Tak hanya itu, sampah organik juga bisa bermanfaat bagi lingkungan jika diolah dengan tepat.

6 Cara Mengolah Sampah Organik

Berikut adalah enam cara untuk mengolah dan mendaur ulang sampah organik:

1. Dijadikan pupuk kompos

Cara paling umum yang bisa dilakukan adalah mengubah sampah organik menjadi pupuk kompos. Pupuk ini dapat menyuburkan tanah dan tanaman sehingga sangat berguna bagi lingkungan.

Dilansir dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang, berikut cara pembuatan pupuk kompos dari sampah organik:

  • Kumpulkan sampah organik seperti daun atau sisa potongan sayur.
  • Lakukan pencacahan agar ukuran sampah organik menjadi lebih kecil dan lebih lembut.
  • Sampah organik yang sudah dicacah didiamkan dan ditaruh dalam wadah yang tertutup rapat agar terjadi pembusukan. Proses pembusukan bisa dipercepat dengan menggunakan larutan EM4 (cairan mengandung mikroorganisme pengurai).
  • Diamkan sampah organik selama sekitar 2 minggu dan aduk sampah setiap 3 hari sekali. Setelah 2 minggu, pupuk kompos siap digunakan untuk menyuburkan tanah.
2. Makanan hewan ternak

Sampah organik tertentu juga bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Potongan sayur yang tidak terpakai dapat diberikan langsung pada hewan ternak seperti ikan lele atau ayam. Sampah organik ini juga bisa diolah terlebih dahulu untuk dijadikan pellet sebagai pakan hewan ternak.

3. Penanaman kembali

Beberapa jenis sampah organik bisa ditanam kembali di lahan sekitar rumah, contohnya menanam kembali akar kangkung atau akar bawang prei. Selain mengurangi sampah, penanaman seperti ini akan menghasilkan sayur yang dapat dimanfaatkan kembali.

4. Daur ulang sampah kertas/kardus

Kertas dan kardus termasuk sampah organik yang bisa dijual kembali ke pengepul sampah sehingga menghasilkan uang. Selain itu, kertas dan kardus bekas juga bisa didaur ulang sendiri menjadi berbagai kerajinan yang cantik.

5. Briket sampah organik

Briket adalah sebuah blok padat yang bisa digunakan sebagai bahan bakar. Briket dapat dibuat dari sampah organik yang diolah sedemikian rupa sehingga menyerupai seperti arang.

Dikutip dari laman Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, berikut cara pembuatan briket dari sampah organik:

  • Kumpulkan sampah organik dan pastikan tidak tercampur dengan plastik atau bahan anorganik lainnya.
  • Jemur sampah di bawah sinar matahari sampai benar-benar kering.
  • Masukkan sampah ke drum besi, kemudian dibakar dengan teknik pyrolysis, yaitu tingkat oksigen saat pembakaran dijaga tetap rendah agar sampah menjadi arang. Tekniknya dengan cara membakar sampah terlebih dahulu sampai rata, lalu drum ditutup rapat dan biarkan sampai api padam.
  • Arang hasil pembakaran sampah kemudian dihaluskan dan diayak agar halus.
  • Arang dicampur dengan lem secukupnya. Lem dibuat dari campuran tepung tapioka dan air yang dididihkan hingga mengental seperti lem.
  • Campur arang dengan lem tepung tapioka secara merata.
  • Arang kemudian dibentuk atau dicetak dengan pencetak briket.
  • Briket yang sudah tercetak dijemur di bawah sinar matahari selama sekitar 4 jam atau hingga kering.
  • Briket siap digunakan sebagai bahan bakar kompor.
6. Anaerobic digestion

Anaerobic digestion adalah cara mengolah sampah organik lewat proses dekomposisi yang melibatkan mikroorganisme dan dalam kondisi tanpa oksigen. Anaerobic digestion sebenarnya terjadi secara alami di lingkungan sekitar, tapi dengan kemajuan teknologi, proses ini dapat dilakukan dengan bantuan sebuah alat bernama digester (tangki kedap udara).

Dilansir dari laman Enero, anaerobic digestion dapat diaplikasikan untuk menghasilkan energi terbarukan seperti biogas. Biogas sendiri dapat dimanfaatkan seperti halnya gas alam, yaitu untuk bahan bakar kompor (pengganti LPG), menghasilkan listrik, dan lain sebagainya.

Selain biogas, proses anaerobic digestion juga akan menghasilkan produk digestate atau limbah sisa berbentuk cair maupun padat. Limbah sisa ini mengandung banyak nutrisi sehingga dapat digunakan sebagai pupuk untuk menyuburkan tanah.

Baca juga artikel terkait WORK AND MONEY atau tulisan lainnya dari Erika Erilia

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Erika Erilia
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari