tirto.id - Amerika Serikat sedang dihantam inflasi, bahkan dianggap sebagai level tertinggi selama 40 tahun. Harga barang melambung, pasar tenaga kerja telah menyebabkan kenaikan upah secara keseluruhan. Mereka terpaksa menjadi pekerjaan tambahan untuk menghasilkan uang, demi membayar pengeluaran normal.
Washington Post melaporkan, seorang warga bernama Albert Elliot mengatakan, akhir-akhir ini dia tidak punya cukup uang untuk membeli bahan bakar mobilnya. Dia telah mengeluarkan tambahan 15-25 dolar AS untuk melakukan perjalanan 60 mil dari Fayetteville ke gudang Amazon di Raleigh, sementara dia cuma menghasilkan 15,75 dolar AS per jam.
"Kecuali hari gajian, saya memasukkan semua uang yang saya miliki saat itu, terkadang meminjam uang dari keluarga dan teman, ”kata Elliott.
“Saya mulai menyadari bahwa apa yang saya buat di Amazon tidak cukup untuk membayar bensin. Kekhawatiran terbesar saya adalah tidak bisa bekerja untuk menghasilkan uang. Anda harus merampok Peter untuk membayar Paul.”
Nick Bunker, direktur riset ekonomi di Indeed's Hiring Lab mengatakan, ada orang yang menginginkan banyak pekerjaan untuk menghasilkan lebih banyak uang. Biasanya, mereka menemukan peluang itu ketika pasar tenaga kerja lebih kuat.
Akan tetapi, kata Nick, sekarang urgensi untuk mendapatkan lebih banyak pendapatan atau pekerjaan kedua dan pekerjaan ketiga telah meningkat setelah Amerika dihantam inflasi.
Antrean Panjang untuk Makanan
Menurut laporan BLS, biaya kebutuhan pokok seperti gas, makanan dan biasa sewa naik tajam karena inflasi. Hal tersebut sangat merugikan pekerja berupah rendah. Mereka adalah golongan paling menderita akibat inflasi tinggi.
Pbs.org melaporkan, antrean panjang terjadi di bank makanan seluruh Amerika Serikat karena inflasi. Harga gas dan biaya bahan makanan yang melonjak memaksa banyak orang untuk mencari makanan amal (gratis) dan mereka lebih banyak datang dengan berjalan kaki.
Bank makanan berjuang untuk memenuhi kebutuhan terbaru. Hal itu terjadi saat program federal menyediakan lebih sedikit makanan untuk didistribusikan. Di sisi lain, sumbangan toko kelontong berkurang dan hadiah uang tunai hampir tidak ada.
Sekitar ratusan keluarga berbaris di beberapa lajur mobil yang mengelilingi blok itu di luar St. Mary's Food Bank, salah satu di antaranya adalah Tomasina John.
John mengatakan, sebelumnya keluarganya tidak pernah mengunjungi bank makanan karena pekerjaan konstruksi suaminya cukup untuk memenuhi kebutuhan dia dan keempat anak mereka.
“Tetapi sekarang ini benar-benar tidak mungkin untuk bertahan tanpa bantuan,” kata John, yang bepergian dengan seorang tetangga untuk berbagi biaya bahan bakar di bawah terik matahari gurun. “Harganya terlalu tinggi.”
Editor: Iswara N Raditya