tirto.id - Pemerintah memberi sinyal melakukan penyesuaian tarif listrik, bahan bakar minyak (BBM) subsidi (pertalite dan solar), hingga LPG 3 kilogram (kg) atau gas melon. Kenaikan ini merupakan imbas dari tingginya harga minyak dunia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, jika seluruh komoditas tersebut dinaikan secara bersamaan, maka akan berdampak terhadap tingginya inflasi. Di mana inflasi akan berada di atas target ditetapkan oleh pemerintah sebesar 3 persen.
"Inflasi diperkirakan menembus 5 persen di 2022 apabila pemerintah bersikeras naikkan harga Pertalite dan LPG 3 kg secara bersamaan," kata Bhima kepada Tirto, Senin (18/4/2022).
Bhima mengatakan, setiap kenaikan satu jenis energi yang diatur pemerintah seperti LPG 3 kg, maka risiko terhadap daya beli 40 persen kelompok pengeluaran terbawah sangat besar. Apalagi mereka mau tidak mau tetap pakai LPG subsidi karena kebutuhan utama.
“Akhirnya berimbas ke mana-mana termasuk naiknya angka kemiskinan," jelas dia.
Berbeda dengan Bhima, Pengamat Ekonomi IndiGo Network, Ajib Hamdani menilai jika pemerintah menaikkan dalam waktu dekat atau pada kuartal II-2022 ini, maka inflasi terdongkrak menjadi 3,5 persen secara agregat di akhir 2022.
"Karena di saat yang bersamaan, pada 1 April dinaikkan tarif PPN, yang secara signifikan juga akan mendorong peningkatan inflasi," kata Ajib dihubungi terpisah.
Untuk itu, Ajib menyarankan agar pemerintah sebaiknya tidak menaikan komoditas tersebut dalam waktu dekat. Misalkan ada kenaikan, lebih baik dilakukan di 2023, di mana pertumbuhan ekonomi diperkirakan sudah kembali normal di angka 5 persen.
"Sepertinya lebih baik dibuat kebijakan di 2023," ujar Ajib yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz