Menuju konten utama

Indonesia vs Vietnam dan Pahit yang Terus Menerus Berulang

Indonesia dua kali kalah dengan cara yang sama dari Vietnam di SEA Games 2019. Evaluasi dan mengembalikan semangat pemain lebih penting ketimbang mencari kambing hitam.

Indonesia vs Vietnam dan Pahit yang Terus Menerus Berulang
Pemain Timnas U-22 Indonesia Osvaldo Haay (kedua kiri) dan Muhammad Rafli (kiri) meluapkan kesedihan seusai kalah dari Timnas Vietnam dalam final sepak bola putra SEA Games 2019 di Stadion Rizal Memorial, Manila, Filipina, Selasa (10/12/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama.

tirto.id - Bersamaan dengan terdengarnya suara peluit panjang yang ditiup wasit Majed Mohammed Alshamrani di Rizal Memorial Stadium, Manila, Selasa (10/12/2019) malam, penantian itu resmi berlanjut. Indonesia gagal menyudahi puasa medali emas pada cabor sepakbola putra SEA Games selama 28 tahun terakhir.

Bertungkus lumus dalam 90 menit partai final melawan Vietnam, skuat Timnas U-23 Indonesia takluk dengan skor telak 3-0. Adalah dwigol Doa Van Hao dan satu gol Do Hung Dung ke gawang Nadeo Argawinata yang jadi pembeda.

Usai pertandingan kepala pelatih Indonesia, Indra Sjafri menyebut medali perak bukanlah torehan yang buruk.

"Prestasi hari ini sebenarnya jauh lebih baik ketimbang enam tahun terakhir," ujar Indra. "Kami [sudah] mencoba menjadi lebih baik dengan mengusahakan medali emas."

Perkataan Indra ada benarnya. Di SEA Games 2013, 2015, bahkan 2017 prestasi terbaik Indonesia cuma tembus sampai semifinal dan pulang berkalung perunggu. Secara matematis, mengklaim pencapaian kontingen sepakbola Indonesia tergolong bagus adalah hal yang sah-sah saja.

Namun, lebih baik bukan berarti memenuhi ekspektasi.

Sejak tampil garang sebagai tim paling produktif di fase grup, harapan agar Indonesia menyabet emas naik sampai titik yang sukar dinafikan. Osvaldo Haay dan kolega mendapat puja-puji setinggi langit karena dinilai bisa menampilkan sesuatu yang dirindukan pencinta sepakbola tanah air: penguasaan bola dominan di atas lapangan dengan umpan-umpan rancak.

Oleh karenanya, wajar jika kegagalan Timnas U-23 Indonesia menggondol emas di edisi ini menyisakan luka lebih dalam bagi para suporter.

Dua Kali Kalah dengan Cara yang Sama

Dua dari tiga gol Vietnam ke gawang Indonesia malam tadi--tepatnya gol pertama dan terakhir--prosesnya diawali lewat situasi bola mati alias set-piece.

Gol pertama dicetak Doa Van Hao dengan sundulan terukur, memaksimalkan eksekusi umpan lambung Do Hung Dung. Sedangkan gol terakhir, yang juga tercatat atas nama Van Hao, tidak lepas dari kejelian si pemakai seragam nomor punggung lima memanfaatkan kemelut hasil tendangan bebas Nguyen Hoang Duc.

Ironisnya skenario itu sebenarnya bukan barang baru. Pekan lalu, tepatnya Minggu (1/12/2019) skuat Garuda kalah dengan cara yang sama oleh tim yang sama pula, Vietnam.

Dalam sebuah fase grup yang juga dihelat di Rizal Memorial Stadium, gawang Nadeo Argawinata koyak oleh gol krusial Nguyen Hoang Duc lewat skema set-piece di menit akhir. Makin terasa nggerus karena di laga itu Indonesia sempat unggul 1-0 lebih dulu, tapi akhirnya kalah 2-1.

“Di sepakbola semua bisa terjadi. Kami tahu Vietnam kemajuannya dari yang biasanya, sekarang lebih bagus, bola set-piece ada kemajuan,” kata Indra usai kekalahan itu. “Evaluasi pasti ada setelah menganalisis semua masalah selama 90 menit, besok pasti akan kami perbaiki.”

Sialnya, klaim Indra memperbaiki kelemahan di laga pertama kontra Vietnam pada akhirnya terbukti belum membuahkan banyak hasil. Alih-alih meminimalisir kebobolan dari set-piece, lini belakang Indonesia makin mudah diporak-porandakan dengan skema serupa. Sesuatu yang juga diakui secara terbuka oleh kubu Vietnam.

"Kami mempersiapkan diri untuk laga ini [melawan Indonesia] sejak lama. Kami menyusun berbagai rencana untuk pertandingan ini dan rencana kami bekerja dengan baik sehingga kami dapat mencetak gol," asisten pelatih Vietnam, Lee Young-jin, selepas laga. "Khususnya kami banyak melatih set-piece dan itu bekerja dengan bagus. Para pemain melakukannya dengan baik."

Cedera Evan Jangan Mengaburkan Konteks

Di luar konteks set-piece, kekalahan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari cedera yang dialami dirijen lapangan tengah Evan Dimas. Evan tampil sejak menit pertama, tapi ditarik karena terlibat benturan dengan Doan Van Hau pada menit 23.

Sejak keluarnya Evan, Indra Sjafri menyebut permainan timnya tak lagi sama.

"Pergantian yang bukan karena kebutuhan taktik tentu akan jadi masalah bagi tim. Cederanya Evan Dimas, dengan waktu 23 menit sangat berpengaruh terhadap progres tim di babak pertama," akunya.

Mantan pelatih Timnas U-19 itu lantas menyayangkan tindakan pemain Vietnam. Apalagi permainan keras semalam tidak saja tampak dalam kasus cederanya Evan, tapi juga sejumlah kontak fisik antarpemain lainnya.

Tak cuma Indra, warganet Indonesia pun ikut menumpahkan kekecewaan mereka dengan menyinyiri Van Hau di kolom komentar Instagram pribadinya. Hingga kini total lebih dari 400 ribu komentar tersemat di dua unggahan terakhir Van Hau; sebagian bedar dari jemari suporter Indonesia.

Sikap yang lebih cocok disebut sebagai perisakan ini bukan cuma terjadi di kolom komentar Van Hau, tapi juga di akun milik wasit Majed Mohammed Alshamrani.

Sayangnya, jika ditarik ke belakang, sikap tersebut tak sesuai dengan apa yang diharapkan Indra Sjafri. Kendati kecewa dengan ulah pemain lawan, Indra menggarisbawahi bahwa Vietnam memang layak keluar sebagai juara. Indra juga memberi ucapan selamat untuk skuat asuhan Park Hang-seo.

Sikap lapang seperti yang dicontahkan Indra inilah, yang menurut pengamat sepakbola Budiarto Shambazy perlu ditiru para pendukung timnas. Dia paham dengan kegelisahan para suporter, namun menilai tindakan merisak pemain lawan justru bisa membuat kekalahan Indonesia keluar dari konteksnya.

"Saya kira suporter kita ini emosional saja ya, mereka kecewa dan menumpahkannya. Bagaimanapun itu gambaran suporter di Indonesia, tapi memang alangkah baiknya jika tidak sampai menyasar wasit dan pemain," ujarnya saat dikonfirmasi lewat sambungan telepon, Rabu (11/12/2019) pagi.

Alih-alih mengutuk atau mencari jalan pembenaran, menurut Budi lebih penting bagi suporter membantu mengembalikan kepercayaan diri para pemain usai pukulan akibat kekalahan di final.

Apalagi, lebih dari separuh pemain Timnas U-23 Indonesia saat ini masih berusia di bawah 23 tahun dan punya kans membalas kegagalan di atas lapangan di gelaran SEA Games 2021 mendatang.

Skuat asuhan Indra, menurut Budi juga harus dikawal oleh suporter agar perkembangannya tak terhambat, sebab para pemain U-23 inilah yang punya jarak paling dekat dengan pintu masuk Timnas Senior Indonesia.

"Harus diakui level Indonesia kemarin masih di bawah Vietnam. Tapi secara keseluruhan penampilan Indonesia di SEA Games cukup menjanjikan, dan ini perlu dipertahankan agar Timnas Senior mengalami perbaikan kualitas," ujarnya.

"Kegagalan menjadi juara di berbagai kesempatan jangan terus menerus berulang, karena bukan itu yang kita inginkan."

Baca juga artikel terkait SEA GAMES atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Herdanang Ahmad Fauzan
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Abdul Aziz