Menuju konten utama

Indonesia Upayakan Penambahan Kuota Haji ke Arab Saudi

Penetapan kuota haji yang didasarkan pada prinsip proporsionalitas, tidak berimbang bagi Indonesia karena tingginya animo membuat jamaah haji harus menunggu hingga lebih dari 20 tahun. Pemerintah pun mendesak Arab Saudi untuk merevisi kebijakan tersebut dan menambah kuota jamaah haji Indonesia.

Indonesia Upayakan Penambahan Kuota Haji ke Arab Saudi
Umat islam melaksanakan ibadah haji. [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Penetapan kuota haji dengan menggunakan kebijakan proporsionalitas selama ini dinilai tidak relevan karena tidak diimbangi dengan kebijakan pengalihan kuota dari negara-negara yang tidak menyerap kuota secara maksimal. Untuk itu, pemerintah Indonesia pun meminta agar Pemerintah Arab Saudi merevisi penetapan kuota haji Indonesia yang menjadi salah satu negara peminat haji terbanyak namun minim kuota.

"Proporsionalitas diimbangi dengan adanya [kebijakan bahwa] negara yang tidak terserap secara maksimal bisa dialihkan ke negara yang antriannya sangat panjang," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, saat mendarat di Jeddah, Arab Saudi, Sabtu (3/9/2016) malam, guna mengawali tugasnya sebagai Amirul Hajj (pemimpin jamaah haji) Indonesia.

Lukman berharap agar pemerintah Arab Saudi dan negara pengirim jamaah bisa menyepakati hal ini sehingga kuota jamaah haji Indonesia bisa bertambah. Sebab, selama ini penetapan kuota haji hanya didasarkan pada prinsip proporsionalitas yaitu ketentuan satu per mil dari total populasi umat muslim setiap negara.

"Kenyataanya, ternyata tidak relevan lagi pendekatan seperti itu karena ada sejumlah negara yang tidak maksimal menyerap kuota yang dimilikinya sementara ada negara lain yang antriannya begitu panjang karena kuota yang ada tidak sebanding dengan animo masyarakat yang ingin berhaji," ujarnya.

Merujuk pada informasi yang dilansir kantor berita Antara, Indonesia dalam beberapa tahun terakhir hanya memperoleh kuota 168.800 jamaah per tahun akibat dari proyek perluasan di Masjidil Haram. Kuota tersebut kemudian dibagi menjadi 155.200 jamaah reguler dan 13.600 jamaah haji khusus.

Akibat minimnya kuota tersebut, antrian berhaji di sejumlah daerah di Indonesia dapat mencapai lebih dari 20 tahun. Hal itu berimbas pada makin besarnya persentase jamaah usia lanjut dari Indonesia yang tentunya berdampak pada kesehatan jamaah.

Terkait kuota jamaah haji ini, seperti yang dikemukakan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Presiden Joko Widodo telah menyampaikannya kepada Wakil Kedua Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman bin Abdul Aziz Al-Saud saat bertemu di Hangzhou, Cina, Minggu (4/9/2016) siang.

“Mengenai masalah haji ini banyak sekali keterbatasan dalam hal jumlah kuota dan sebagainya. Indonesia hanya ingin menanyakan apakah memungkinkan memakai kuota-kuota yang tidak dipakai negara lain itu dapat digunakan oleh Indonesia,” papar Menlu Retno, mengutip dari situs berita setkab.go.id.

Menurut Retno, Presiden Jokowi juga menyampaikan, untuk beberapa provinsi di Indonesia seseorang yang akan menunaikan ibadah haji harus menunggu waktu lebih dari 20 tahun karena tingginya animo masyarakat yang ingin berhaji. Karenanya Indonesia meminta pada Arab Saudi untuk mempertimbangkan kuota tambahan kepada WNI atau haji yang berasal dari Indonesia.

Permintaan itu kemudian ditanggapi Pangeran Mohammed bin Salman dengan menugaskan Menteri Luar Negeri Saudi Arabia untuk membicarakan persoalan itu secara detail dengan Menteri Luar Negeri Indonesia.

“Siang ini [4/9/2016] karena ada Pertemuan Menteri Luar Negeri G20, saya juga akan membahas isu mengenai masalah haji secara lebih detil dengan Menteri Luar Negeri Saudi Arabia,” kata Retno.

Baca juga artikel terkait KUOTA HAJI atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari