tirto.id - Saat namanya dipanggil masuk 15 besar, tak hanya ia yang terkejut. Hampir semua orang menganga, termasuk para peserta lain. Selain karena negara yang diwakilkannya ialah salah satu negeri tak populer dalam ajang itu, ukuran tubuhnya paling mencolok jika dibandingkan deretan 14 gadis lainnya.
Tingginya memang cuma 167 sentimeter, dengan berat badan 47 kilogram. Ia seperti Frodo yang berdiri di antara Legolas dan bangsanya. Gadis dari Bangka Belitung itu berhasil menjadi Puteri Indonesia pertama yang masuk 15 besar ajang ratu sejagat milik Donald Trump: Miss Universe.
Lantas, prestasi gadis bernama Artika Sari Devi itu membuat namanya terkenal di tanah air. Ia memang tak berhasil lolos ke deretan 10 besar, tapi ia satu-satunya putri Asia yang berdiri di 15 besar. Bertahun-tahun setelah kejayaan itu, masih belum ada Puteri Indonesia yang menyamai prestasi Artika di ajang yang sama.
Indonesia memang bukan negeri yang populer dalam ajang kecantikan. Wakilnya jarang masuk unggulan seperti negeri-negeri langganan menang, macam Venezuela, Puerto Rico, India, atau Brazil. Kemenangan Artika, yang secara fisik sangat khas perempuan Indonesia akhirnya jadi kebanggaan tersendiri.
Delapan tahun berlalu, delapan gadis lain dikirim setiap tahunnya, tak ada yang berhasil melampaui capaian Artika. Sampai pada 2013 lalu, Whulandary Herman, Puteri Indonesia yang juga dari tanah Sumatera kembali masuk 15 besar Miss Universe. Tapi nasibnya sama seperti Artika, tak tembus ke babak berikutnya.
Istilah "Kutukan 15 Besar" mulai muncul untuk Indonesia. Kegagalan Whulan serupa Artika memunculkan takhayul kalau Indonesia memang tak bisa lebih dari 15 besar dalam kontes Miss Universe. Puteri Indonesia selepas Whulan memang berhasil masuk 15 besar, tapi lagi-lagi cuma bisa sampai di pijakan yang sama seperti pendahulunya. Elvira Devinamira dan Anindya Kusuma Puteri jadi bukti.
Pada ajang Miss Indonesia yang diselenggarakan Liliana Tanoesudibyo, istri Harry Tanoesudibyo, yang berafiliasi ke Miss World, posisi Indonesia lebih mentereng.
Tirto.id mencatat sejak 2011 utusan Miss Indonesia di ajang Miss World sudah masuk 15 besar. Tak hanya itu, Astrid Ellena bahkan jadi pemenang Beauty with Purpose, sebuah ajang khusus dalam Miss World yang fokus pada sisi humanitarian para kontestan. Ia juga menang sebagai kontestan paling berbakat.
Prestasi ini berhasil dipertahankan Miss Indonesia 2012 Ines Putri Tjiptadi Chandra di tahun berikutnya. Vania Larissa, penerus Chandra bahkan masuk 10 besar pada 2013. Sempat sepi prestasi pada 2014, Yayasan Miss Indonesia kembali menunjukkan taringnya dengan kemenangan Maria Harfanti sebagai Runner Up 2 alias juara tiga Miss World 2015.
18 Desember lalu, Miss Indonesia 2016 Natasha Manuella Halim berhasil mempertahankan posisi tersebut dengan menyabet selempang Runner Up 2 Miss World 2016. Seperti Ellena dan Harfanti, Manuella Halim juga keluar sebagai pemenang Beauty with Purpose.
Sebelumnya, untuk pertama kali Indonesia memenangkan kontes ratu kecantikan tingkat internasional bernama Miss Grand International milik Thailand. Runner Up 2 Puteri Indonesia 2015 Ariska Putri Pertiwi berhasil dimahkotai sebagai pemenang pertama ajang kecantikan yang punya misi menghentikan perang dan kekerasan.
Obsesi Indonesia dalam ajang kecantikan rupanya sudah ada sejak 1960. Wanita pertama yang diutus mengikuti ajang Miss International itu bernama Wiana Sulastini. Dalam skripsi Amanda Roberta Zevannya yang berjudul Analisis Konsep Diri Peserta Ajang Miss Indonesia untuk Menjadi Humas Bagi Indonesia, pemilihan Wiana masih dilakukan acak. Ia ditunjuk langsung oleh pemerintah.
Setelah keikutsertaan Wiana, kontes kecantikan berjamur di Indonesia. Meski sempat kelang beberapa tahun tak ikut Miss International, Indonesia sempat mengirimkan Sylvia Taliwongso, Irna Hardisurya, Louise Maengkom secara berturut-turut sejak tahun 1968-1970.
Pro-kontra mewarnai keikutsertaan perempuan Indonesia ke ajang kecantikan. Perdebatan berkutat seputar esensi: penting atau tidak, dan sesuai atau tidak dengan budaya timur. Sampai 1978, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef melarang diadakannya kontes kecantikan dan dikirimnya utusan Indonesia ke ajang kecantikan internasional.
Tapi masih ada saja yang diam-diam mengirim utusan sendiri. Penyanyi Titi DJ juga pernah ikut Miss World 1983 dan menimbulkan kontroversi. Kontes kecantikan di dalam negeri benar-benar berhenti sejak itu. Keikutsertaan pada ajang internasional dimulai lagi kala Puteri Indonesia 1995 Susanty Manuhutu dikirim ke ajang Miss Universe tahun yang sama.
Awalnya, Miss Universe hanya satu-satunya kontes ratu sejagat yang diikuti Yayasan Puteri Indonesia. Kontes dengan slogan "Brain, Beauty, and Behavior" itu juga satu-satunya ajang yang malam finalnya diputar di televisi Indonesia.
Baru pada 2005, Indonesia melalui Yayasan Puteri Indonesia mengirimkan utusannya ke ajang serupa bernama Miss World. Kali itu, Lindi Cistia Pabha, Runner Up I Puteri Indonesia 2005 yang dikirim. Sementara juara pertama Artika Sari Devi dikirim ke Thailand mengikuti Miss Universe.
Yayasan Puteri Indonesia yang didirikan 1992 adalah pelopor kontes kecantikan di Indonesia. Melalui ajang yang dipimpin oleh Mooryati Soedibyo ini, perempuan Indonesia diharapkan punya panggung untuk menampilkan keahlian diri dan lebih berani tampil.
Ajang serupa kemudian baru muncul pada 2005. Di bawah MNC Grup, ajang Miss Indonesia terbentuk. Seperti halnya Puteri Indonesia, pemenang Miss Indonesia juga dikirim ke ajang serupa tingkat internasional. Pada musim pertamanya, pemenang Miss Indonesia 2005 hanya dikirim ke ajang Miss ASEAN. Baru pada tahun berikutnya, Miss World yang biasanya diikuti Puteri Indonesia kemudian diikuti oleh Miss Indonesia.
Sebenarnya di tingkat internasional, ada banyak ajang kontes ratu sejagat selain Miss Universe dan Miss World. Ada Miss Supranational, Miss International, Miss Earth, Miss Grand International, Miss Asia Pasific International, dan lainnya. Tapi dua nama pertama memang lebih populer di Indonesia, karena yang lainnya tak ditayangkan di televisi nasional.
Tapi sejak makin seringnya Indonesia bersinar di sejumlah kontes ratu sejagat lain, tampaknya kita tak akan cuma mendengar kabar dari Miss Universe dan Miss World.
Penulis: Aulia Adam
Editor: Maulida Sri Handayani