tirto.id - Seiring dengan meningkatnya ketegangan politik wilayah serta konflik yang menjamah di Timur Tengah maupun Afrika, membuat banyak negara mengambil sikap antisipasi; tak terkecuali Indonesia yang menjadi salah satu tempat pengungsi dari Afrika, Asia, ataupun Timur Tengah.
Dalam rangka memperingati empat dasawarsa hubungan Indonesia dengan badan penanggulangan pengungsi internasional di bawah naungan PBB UNHCR, pemerintah Indonesia mengadakan agenda refleksi di The Ice Palace Hall, Kuningan, Jakarta, Senin (24/7/2017).
Salah satu upaya konkritnya adalah Indonesia memiliki peraturan baru mengenai penanggulangan pengungsi yang tertuang pada Peraturan Presiden No. 125/2016. Bagi perangkat pemerintahan, peraturan ini merupakan peraturan nasional pertama yang berlaku secara komprehensif mengenai penanggulangan pengungsi luar negeri di Indonesia.
Dalam implementasinya, diperlukan koordinasi antar lembaga pemerintah seperti Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinasi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, sampai pihak Kepolisian Republik Indonesia serta TNI.
"Sesuai dengan Perpres 125 tahun 2016, penanganan pengungsi dilakukan melalui berbagai tahapan sejak ditemukan, penampungan, pengamanan, dan pengawasan keimigrasian melalui koordinasi dan kerjasama instansi terkait maupun organisasi internasional," ungkap Kepala Direktorat Jenderal Imigrasi Ronny F. Sompie pada konferensi pers siang tadi.
Ronny menambahkan, krisis pengungsi yang sudah mencapai taraf global perlu dicermati dengan seksama di samping tetap mengambil bagian dari pemecahan masalah dan juga kepentingan nasional.
Sementara itu, Thomas Vargas selaku perwakilan UNHCR di Indonesia mengucapkan terima kasih atas upaya pemerintah yang turut serta dalam menangani persoalan pengungsi internasional.
"Kami dari UNHCR mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Indonesia yang sudah menerima dan memberikan tempat penampungan aman bagi para pengungsi. Saya rasa apa yang dilakukan pemerintah sampai sekarang adalah upaya implementasi Perpres 125 Tahun 2016," jelas Vargas di hadapan para wartawan.
Vargas juga mengutarakan apresiasinya kepada Dirjen Imigrasi beserta badan atau lembaga pemerintahan lainnya dalam menjalankan peran guna mengimplementasi Perpres 125 Tahun 2016.
Untuk menunjang kinerja antar badan penanggulangan pengungsi, Dirjen Imigrasi membuka ruang dan kesempatan kerjasama dengan UNHCR yakni dalam hal registrasi dan dokumentasi pengungsi. Sebagai catatan, UNHCR telah memiliki sistem registrasi dan pendokumentasian yang berlaku.
Menurut laporan Tren Global UNHCR, hingga akhir tahun 2016 jumlah orang yang terpaksa mengungsi dari negara asalnya berjumlah sekitar 65,6 juta. Angka tersebut setara dengan dalam satu menit, dipastikan 20 orang mengungsi ke negara lain.
Sedangkan di Indonesia, seperti yang diutarakan Dirjen Imigrasi, sampai saat ini sudah menerima lebih dari 14.000 pengungsi di mana 20 persen dari total keseluruhan merupakan anak-anak. Pengungsi yang datang ke Indonesia mayoritas dari Afghanistan, Irak, Myanmar, serta Somalia. Untuk memfasilitasi kehadiran pengungsi, Dirjen Imigrasi telah menyiapkan 13 rumah detensi di beberapa titik tersebar.
Untuk diketahui, kerjasama pemerintah Indonesia dengan UNHCR telah terjalin sejak tahun 1979.
Penulis: M Faisal Reza Irfan
Editor: Alexander Haryanto