tirto.id - Ekonom Institute for Developments of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri mengkhawatirkan langkah pemerintah yang belum cukup cekatan dalam mengatasi cadangan minyak yang terus menurun.
Pasalnya per 2018 lalu, cadangan minyak Indonesia hanya tersisa 3,2 miliar barel jauh di bawah cadangan pada 1980 yang mencapai 11,6 miliar barel.
Menurutnya, penurunan tajam itu tak lain disebabkan lambannya upaya pemerintah untuk melakukan eksplorasi. Padahal di saat yang sama penemuan sumur minyak baru tidak sebanding dengan produksi yang terus meningkat.
Dia menyatakan, hal ini menjadi aneh lantaran negara-negara dunia umumnya mampu mempertahankan jumlah cadangannya. Seperti Vietnam, Australia, hingga India yang cadangan minyaknya cukup stabil.
“Ini ada reserve to production ratio kita di angka 9,2. Artinya 9,2 tahun lagi kita akan kehabisan sejak 2017. Jadi 2026 minyak kita habis kalau tanpa ada eksplorasi dan diversifikasi energi,” ucap Faisal dalam konferensi pers bertajuk "Tawaran Indef untuk Agenda Strategis Pangan, Energi, dan Infrastruktur" di ITS Tower, Jakarta, pada Kamis (14/2/2019).
Kekhawatiran lainnya juga dihadapi pada sumber energi berupa gas. Ia menuturkan Indonesia memiliki 1,4 persen porsi cadangan gas dunia. Dengan eksploitasi yang masih berlangsung, kata dia, maka cadangan itu dapat habis dalam 35 tahun ke depan.
Padahal, menurutnya, konsumsi energi terus meningkat. Hal itu dapat dilihat dari rasio konsumsi dengan produksi migas Indonesia yang mencapai 1,7 berbanding 1. Angka itu diperkirakan akan membengkak di 2050 dengan rasio 29:1. Berlainan dengan produksi minyak Indonesia yang mulai defisit sejak 2003 dan terus memburuk hingga 2017 dengan nilai defisit mencapai 800 ribu barel per hari.
“Konsumsi energi kita tinggi. Kita tanya ke presiden mau mewariskan energi seperti ini ke masyarakat? Repot kalau gini,” ucap Faisal.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Dhita Koesno