tirto.id - Jadi orang gemuk dan jelek itu tidak enak. Diperlakukan berbeda oleh orang tua. Belum lagi mendapat komentar seperti “Kak, kurangi nasinya” atau “Kak, jangan ngemil coklat kalau mau makan malam!”
Hal ini dialami Rara (Jessica Milla) sejak kecil. Ia lebih disayang ayah ketimbang ibunya (Karina Suwandi). Memang Rara lebih mirip sang ayah yang agak gemuk dan berkulit sawo matang ketimbang ibunya yang langsing dan berkulit terang. Sementara ibunya lebih sayang pada Lulu (Yasmin Napper), adik Rara yang fisiknya seratus delapan puluh derajat berbeda dengan sang kakak.
Sebenarnya Rara tidak terlalu peduli pada perbedaan tubuhnya tersebut. Selentingan komentar dari ibu hanya dianggap angin lalu karena Rara selalu dibela oleh ayahnya.
Namun, Rara harus kehilangan sosok pelindung ketika sang ayah meninggal dalam sebuah kecelakaan. Kehilangan yang berat membuat Rara menjadikan makanan sebagai pelarian. Ia akan terus ngemil coklat sambil menangis tersedu. Ngemil jadi coping mechanism Rara ketika tertekan. Tapi, jauh sebelum itu, Rara sendiri tidak pernah peduli dengan pola makan sehari-hari.
Pacar Rara yang bernama Dika (Reza Rahadian) bahkan sama sekali tidak keberatan dengan penampilannya. Tampilan luar tidak penting bagi Dika. Pemuda itu menyukai Rara yang menghormati ibunya dan menikmati pekerjaan sampingan sebagai guru sukarela bagi anak-anak pemulung.
Masalah justru datang dari lingkungan kerja. Rara masih jadi gadis yang tak peduli dengan penampilan dan berat badan. Ia selalu memakai sweat pants dan sweater dengan warna membosankan, tidak mengenakan perias wajah, dan sama sekali tidak mencatok rambut yang mengembang. Sangat berkebalikan dengan rekan kerjanya yang mengenakan setelan kantor rapi, sepatu hak tinggi, dan perias wajah.
Rara mau tak mau harus berubah karena mengincar posisi manajer riset yang tengah kosong. Ia tak mau posisi itu jatuh tangan ke orang lain. Sementara bosnya memberi Rara waktu sebulan untuk mengubah penampilannya. Menurut bosnya itu, penampilan juga penting bagi industri tempat mereka bekerja.
Sabar Menuntun Cerita
Film Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan (2019) diadaptasi dari novel berjudul Imperfect: A Journey To Self-Acceptance karya Meira Anastasia, istri Ernest Prakasa. Dalam proses penulisan naskah, Ernest sebagai sutradara kembali bekerja sama dengan Meira. Kali ini, Meira lebih dominan dalam pengerjaan skenario karena film ini mengangkat keresahan perempuan terhadap persepsi tubuh ideal.
Saya cukup menikmati cara Ernest yang bermain-main dengan premis perasaan canggung perempuan terhadap tubuhnya sendiri. Dunia memang tidak serta-merta berpihak pada Rara ketika ia berhasil mendapatkan postur tubuh yang diinginkan. Rara malah semakin sibuk dengan pekerjaan dan teman-teman barunya. Kemudian, Dika dan sahabatnya, Fey, justru merasa Rara berubah.
Tak hanya beban pekerjaan yang semakin banyak, hubungan Rara dan Dika pun memburuk ketika gadis itu memergoki sang pacar yang sedang berduaan dengan adiknya. Bagi Rara, sang adik yang lebih cantik dan lebih disayang ibu selalu menang. Maka, ketika memergoki Dika yang sebenarnya ingin menenangkan Lulu, Rara pun salah paham.
Ernest juga sadar bahwa perlakuan sang ibu yang berbeda terhadap Rara tidak hadir begitu saja. Perbedaan perlakuan tersebut disebabkan oleh sang bunda yang terpaksa menjalani operasi caesar untuk melahirkan Rara. Bekas operasi membuat perempuan itu tak bisa lagi menjalani profesinya sebagai model. Secara tidak langsung, sang bunda menyalahkan anak pertamanya itu, yang juga lebih mirip dengan bapaknya.
Ernest cukup detail merakit cerita soal pola makan Rara yang amburadul. Mulai dari sarapan bubur ayam, makan siang nasi padang, ngemil pizza di sore hari, hingga makan malam dengan lauk rendang. Sementara itu, proses menurunkan berat badan pun tidak terjadi secara instan. Rara hanya mampu menurunkan 2 kg ketika pertama kali mencoba diet. Usaha menuju berat badan ideal baru menunjukkan hasil ketika Ketika ia benar-benar memotong konsumsi karbohidrat.
Tenggat waktu yang diberikan si bos agar Rara mengubah dalam waktu satu bulan dapat dilihat sebagai tekanan untuk mencapai standar ideal kecantikan dalam waktu singkat. Mau tak mau, Rara pun harus diet super ketat dan menghindari konsumsi karbohidrat. Pola makannya yang terdiri dari bubur ayam, nasi padang, dan pizza yang dominan karbohidrat harus diganti dengan jus buah. Tak jarang, mereka yang diet ketat pun rentan mengalami sakit atau lemas karena hilangnya konsumsi karbohidrat. Konsekuensi tersebut juga digambarkan dengan baik oleh Imperfect.
Nyatanya, masalah soal standar kecantikan tidak hanya dialami Rara. Ibu dan adik perempuannya juga punya keraguan tersendiri terhadap tubuh masing-masing. Lulu misalnya sering mendapat komentar soal pipinya yang dianggap chubby, atau geng sosialita ibu Rara yang mewajarkan tanam benang atau sedot lemak sebagai upaya memenuhi standar kecantikan. Ekspektasi sosial memang bisa kurang ajar seperti itu.
Selain soal Rara dan keluarganya, film ini juga menampilkan insecurity lainnya yang dihadapi perempuan lewat tompel di wajah Prita, rambut keriting Maria, atau gigi kurang rapi milik Endah. Film ini ingin menegaskan bahwa insecurity perempuan merupakan pengalaman universal yang dapat dialami setiap perempuan, segala umur dan seluruh bentuk tubuh.
Hanya satu hal yang masih mengganggu dari film ini. Ada kesan bahwa Ernest terjebak untuk memadatkan drama dan komedi ke dalam seluruh adegan. Seakan ia mewajibkan tiap adegan untuk mengandung unsur dramatis atau humoris. Pilihannya antara tertawa atau terus-terusan berempati dengan karakter utama. Hal sama yang juga terjadi pada Milly & Mamet (2018).
Meski unsur komedinya tak se-absurd tokoh Rika di Milly & Mamet, sekretaris yang menitipkan ikan emas peliharaan ke bosnya dan izin pulang karena kucingnya yang bernama Si Anjing sakit, guyonan dalam Imperfect membuat saya lelah tertawa.
Di luar itu semua, Ernest adalah pencerita yang pandai membawakan kisah-kisah yang lekat dengan kehidupan sehari-hari melalui medium film. Persoalan tubuh ideal adalah masalah bagi tiap perempuan yang tidak selesai begitu saja ketika target timbangan tercapai.
Editor: Windu Jusuf