Menuju konten utama

IMF Revisi Target Pertumbuhan Ekonomi, BI: 5,1 Persen Masih Baik

IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 dari target 5,3 persen menjadi 5,1 persen.

IMF Revisi Target Pertumbuhan Ekonomi, BI: 5,1 Persen Masih Baik
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap-siap melakukan wawancara khusus dengan sejumlah wartawan di area penyelenggaraan pertemuan tahunan IMF World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10/2018). ICom/Am IMF-WBG/Zabur Karuru/hp/2018

tirto.id - Dana Moneter Internasional (International Monetary Funds/IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk Indonesia pada 2018. Sebelumnya IMF menargetkan Indonesia bisa tumbuh hingga 5,3 persen. Namun belum lama ini mereka merevisi angka tersebut menjadi 5,1 persen.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menilai revisi tersebut bukanlah hal yang buruk. Menurut Dody, target pertumbuhan ekonomi tersebut tak melulu soal angka melainkan ada sejumlah pertimbangan lain untuk menghitungnya.

“Target 5,1 persen dalam perhitungan mereka itu cukup baik, karena dalam jangkauan masih di atas 5 persen,” kata Dody di Nusa Dua, Bali pada Selasa (9/10/2018).

Lebih lanjut, Dody menjelaskan bahwa, faktor global turut memengaruhi perhitungan IMF. Dody mengklaim sejumlah negara maju di Asia maupun Eropa juga mengalami penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi. Sedangkan bagi negara-negara dengan fundamental yang tergolong rendah, terjadinya perlambatan juga tak terelakkan.

“Ada tekanan ke bawah dan kecenderungan itu memengaruhi perdagangan dunia. Harga komoditas dan permintaannya mengalami penurunan. Negara yang termasuk emerging market pun terkena [dampaknya],” ujar Dody.

Oleh karena menilainya sebagai dampak dari faktor eksternal, Dody mengungkapkan BI tetap menjalankan kebijakan sebagaimana yang telah dicanangkan. Adapun BI masih akan meneruskan sejumlah kebijakan dan intervensi guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi.

Selain itu, BI juga berkomitmen untuk menerapkan kebijakan makroprudensial yang lebih longgar sepanjang risiko sistemik bisa terjaga.

“Kenapa kami melonggarkan LTV (loan to value), karena kami melihat risiko sistemik yang berasal dari sektor properti dan kendaraan relatif terjaga sehingga kami melonggarkannya,” ungkap Dody.

Senada dengan Dody, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menilai ada sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan IMF dalam merevisi target tersebut. Selain dari sisi permintaan dan penyediaan, ia menyebutkan ada juga faktor kenaikan suku bunga dan nilai tukar yang memengaruhi.

“Kalau dengan interest rate BI merespons, pasti kami melihat ada pengaruhnya terhadap investasi dan exchange rate. Untuk itu kami berharap impor turun dan ekspor membaik,” ungkap Sri Mulyani, hari ini (9/10/2018).

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yandri Daniel Damaledo