tirto.id - International Energy Agency (IEA) memprediksi investasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dunia yang menggunakan batu bara menurun sebanyak 33 persen. Dari 90 miliar dolar AS menjadi 60 miliar dolar AS pada 2018.
Kendati demikian, anggota Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF), Irwandy Arif mengatakan batu bara akan tetap menjadi komoditas yang menjanjikan di tahun 2019. Pasalnya, batu bara tetap akan menjadi sumber energi utama dalam memproduksi listrik di berbagai negara terutama di Asia.
“Demand dari batu bara untuk keperluan energi masih akan berlangsung (hingga beberapa tahun ke depan). Coal fired power generation turun 33 persen, tapi masih ada harapan untuk pertambangan,” ucap Irwandy dalam konferensi pers bertajuk “Outlook Energi dan Pertambangan Indonesia” di Tjikini Lima pada Kamis (17/1).
Untuk wilayah Asia, kata Irwandy, setidaknya terdapat 25 negara yang menggunakan PLTU. Irwandy mengutip data Carbonbrief.org yang menyatakan bahwa sejak tahun 2000, kebutuhan batu bara untuk PLTU telah naik 2 kali lipat dari 1.063 GW menjadi 1.995 GW. Salah satu pusat pertumbuhannya adalah Cina dan India dan disusul oleh Asia Tenggara.
Bahkan saat ini, kata Irwandy, Carbonbrief.org mencatat sekitar 200 GW kapasitas energi yang disediakan PLTU sedang dibangun. Hal itu belum termasuk 450 GW kapasitas energi PLTU yang masih dalam tahap perencanaan.
Menghadapi potensi ini, Irwandy mengatakan, arah kebijakan pemerintah Indonesia saat ini berada di persimpangan. Antara menjadi negara pengekspor atau menggunakan batu bara untuk keperluan PLTU dalam negeri.
Selain batu bara, Irwandy juga memprediksi komoditas tambang lainnya seperti emas, perak, nikel hingga tembaga masih akan menjanjikan hingga beberapa tahun ke depan. Ia memastikan bila permintaan dan suplai komoditas mineral itu berada di tingkat yang cukup baik.
“Outlook mineral ke depan enggak jelek-jelek banget. Potensi pengembangan mineral masih ada,” ucap Irwandy.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto