tirto.id - Hasil survei terbaru dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, yang menyebutkan elektabilitas pasangan bakal calon gubernur Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat (Ahok-Djarot) menurun dan akan kalah di putaran kedua Pilgub DKI 2017 dikritik oleh peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Menurut para peneliti LIPI survei LSI Denny JA tersebut dinilai janggal dan terlalu menggeneralisasi pemilih.
Berbicara kepada Antara, Jumat (7/10/2016), peneliti asal LIPI, Ikrar Nusa Bhakti menyampaikan LSI Denny JA terlalu menggeneralisasi dengan menyebut pendukung Anies Baswedan atau Agus Yudhoyono akan mengalihkan suara mereka kepada salah satu penantang Ahok di putaran kedua Pilgub DKI 2017 mendatang.
Bagi Ikrar asumsi angka sebesar 40 persen pemilih Islam yang enggan memilih Ahok sulit diterima. Alasannya berdasarkan sebaran dukungan, pendukung Ahok dari pemilih Muslim ironisnya justru lebih besar (27,7 persen), Anies (22,8 persen) dan Agus (20,6 persen).
"Sulit menguji apakah benar pendukung Agus sepenuhnya akan bermigrasi ke Anies, atau sebaliknya, di putaran kedua," sambung Ikrar.
Demikian pula dengan angka elektabilitas Ahok pada survei LSI pada Oktober yang dinilai turun ke angka 31,4 persen. Angka tersebut memang sama dengan simulasi tiga pasangan di mana pasangan Ahok-Djarot juga memperoleh suara 31,4 persen.
Namun, menurut Ikrar, angka-angka LSI itu ganjil karena berarti Djarot tidak memberikan andil suara dalam survei itu.
"Jadi ini survei independen atau dibayar untuk mempengaruhi opini? Sebab kalau ini terus menerus dibiarkan akan menjadi pembenaran," kata Ikrar.
Peneliti LIPI Ragukan Status LSI Denny JA
Sebaliknya Ikrar meragukan status LSI Denny JA dalam survei kali ini. "Survei LSI Denny JA dilakukan sebagai konsultan politik salah satu calon," kata Ikrar.
Senada dengan Ikrar, peneliti LIPI lainnya, Siti Zuhro menyampaikan perlu pengaturan status lembagai survei untuk memisahkan antara lembaga survey yang independen dengan konsultan politik maupun tim sukses. Tujuannya agar tidak terjadi pembohongan publik.
"Saya setuju kalau dipisahkan antara lembaga survei, konsultan politik dan tim sukses," kata Siti Zuhro.
Siti menjelaskan lembaga survei mulai tidak karuan kiprahnya sejak 2008, padahal menurut dia lembaga survei seharusnya terbuka, transparan dan berintegritas.
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH