tirto.id -
Sebab, menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan keputusan DPR dan Badan Kepegawaian Negara untuk menghapus sistem honorer.
"Penambahan alokasi untuk gaji guru honorer hingga 50 persen dari dana BOS sesungguhnya kontraproduktif dengan keputusan DPR dan Badan Kepegawaian Negara untuk menghapuskan sistem honorer, seharusnya bukan jadi 50 persen tetapi menjadi nol persen," ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (11/2/2019).
Di samping itu, menurutnya, dana untuk menggaji guru honorer seharusnya berasal dari pemerintah daerah, bukan pemerintah pusat,
Dengan demikian, tiap daerah punya inisiatif untuk menanggulangi kekurangan guru di daerah masing-masing.
"Di sisi lain penambahan porsi honorer otomatis mengurangi pembiayaan untuk kebutuhan lain yang juga mendesak di sekolah-sekolah," kata Ramli.
Pembayaran gaji guru honorer menggunakan dana BOS merupakan salah satu poin yang tercantum dalam paket kebijakan Merdeka Belajar episode III.
Dalam kebijakan tersebut, teradapat peningkatan persentase untuk gaji guru honorer dari 15 persen (untuk sekolah negeri) dan 30 persen (untuk sekolah swasta) menjadi 50 persen dengan dana bos dana BOS.
"Di sisi lain penambahan porsi honorer otomatis mengurangi pembiayaan untuk kebutuhan lain yang juga mendesak di sekolah-sekolah," ujar dia.
Ramli menjelaskan porsi dana BOS, belum adil bagi sekolah dengan jumlah siswa sedikit dan kondisi geografis berat.
Hal itu, kata dia, karena bilangan pembagi di sekolah berjumlah siswa banyak lebih kecil, dibandingkan sekolah dengan jumlah siswa sedikit yang hampir pasti bilangan membaginya besar untuk berbagai kebutuhan.
Selain itu, Ramli juga memperkirakan akan ada banyak kepala sekolah berurusan dengan hukum, karena mereka akan diancam untuk membiayai sesuatu meski tak ada posnya dalam dana BOS.
Hal itu, kata dia, karena pemda masih mempunyai kekuatan mengangkat dan memberhentikan kepala sekolah.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana