Menuju konten utama

IDI Tidak Setuju Metode Autopsi Verbal Petugas KPPS Ala Kemenkes

Metode autopsi verbal dinilai tidak cukup bila hanya mengumpulkan keterangan dari orang di sekitar korban saja.

IDI Tidak Setuju Metode Autopsi Verbal Petugas KPPS Ala Kemenkes
Warga mengangkat jenazah Sudirdjo, seorang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pemilu serentak 2019 yang meninggal dunia usai mendapatkan perawatan di rumah sakit untuk dimakamkan di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (23/4/2019). ANTARA FOTO/Risky Andrianto/wsj.

tirto.id - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan tidak setuju dengan metode autopsi verbal untuk mengetahui sebab kematian Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Dewan pakar PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI), M. Nasser dalam diskusi bertajuk 'Bagaimana Hentikan Korban Pelaksana Pemilu' di Gado-gado Boplo, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/5/2019) menjelaskan metode tersebut jelas tergambar potensi kesalahan yang dapat ditimbulkan.

Menurutnya, pemeriksaan ini tidak cukup bila hanya mengumpulkan keterangan dari orang di sekitar korban saja. Apalagi katanya sebab kematian tidak boleh dikira-kira.

“Kami tidak setuju sebab kematian itu pakai autopsi verbal. Persoalannya orang lain ditanya udah tidak ahli dan belum tentu tau. Jadi ada kemungkinan salah,“ ucap Nasser.

Ia pun juga mempertanyakan dasar dari pemberlakuan metode autopsi ini oleh pemerintah. Menurutnya metode ini tertuang dalam peraturan bersama antara Kemenkes dan Kemendagri yang mengatur pencatatan pelaporan kematian.

Kata dia asal dari kebijakan itu berasal dari keputusan Mendagri melihat banyaknya orang yang sudah meninggal, tetapi tetap terdaftar. Dengan demikian, dipandang perlu untuk memproses surat kematian bagi mereka yang sudah meninggal terutama yang berada di luar rumah sakit.

“Autopsi verbal itu untuk administrasi kependudukan tidak boleh untuk 400-an orang meninggal yang mau dicari penyebab kematiannya,” ucap Nasser.

Sebaliknya, Nasser menganjurkan autopsi lain yang lebih terjamin yaitu autopsi klinis. Hal ini dilakukan sebagai satu-satunya metode autopsi luar dan dalam tubuh yang dapat ditempuh di samping jenis forensik yang hanya dapat dilakukan kepolisian.

Meskipun jenis autopsi ini kerap dihindari karena membutuhkan persetujuan keluarga terlebih dahulu, menurutnya hal itu tak menjadi soal. Sebab menurutnya hal ini tetap dapat dilakukan tanpa izin keluarga.

“Menurut saya ada yang tidak cocok autopsi verbal. Bisa autopsi klinis memang harus izin keluarga tapi untuk kepentingan menentukan sebab kematian tidak perlu izin keluarga,” ucap Nasser.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2019 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Irwan Syambudi