Menuju konten utama

ICJR: Sanksi Pidana Tak Pakai PeduliLindungi Perlu Dipikirkan Ulang

Aturan jika ada yang tak pakai PeduliLindungi bisa dikenai sanksi pidana perlu dikaji lagi dan diharapkan tak diskriminatif.

ICJR: Sanksi Pidana Tak Pakai PeduliLindungi Perlu Dipikirkan Ulang
Pengunjung memindai kode batang (QR Code) menggunakan aplikasi PeduliLindungi di pintu masuk Pasar Mayestik, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (1/10/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.

tirto.id - Pemerintah akan mewajibkan masyarakat menggunakan aplikasi PeduliLindungi dan memberikan sanksi administratif kepada mereka yang tidak memakai aplikasi tersebut selama masa libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022. Bahkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meminta pemerintah daerah mengeluarkan aturan yang memaksa semua pihak menggunakan aplikasi tersebut.

Pemerintah ingin penggunaan PeduliLindungi di masa Natal dan Tahun Baru menjadi momentum kesadaran publik. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyatakan hal ini merupakan kesalahan yang lagi-lagi dilakukan pemerintah, yang terus mempromosikan penggunaan ancaman sanksi pidana untuk menjamin kepatuhan protokol kesehatan selama pandemi COVID-19. Tindakan pemerintah untuk menggunakan sanksi pidana harus dipikirkan dengan matang, saksama dan proporsional.

Penggunaan sanksi pidana untuk penanggulangan COVID-19 telah menunjukkan kesemrawutan dan diskriminatif. Pemerintah pernah menerapkan sanksi pidana bagi pelanggar PPKM berdasarkan Instruksi Mendagri Nomor 16 Tahun 2021. Instruksi ini menyampaikan bahwa pelanggar PPKM dapat dikenai sanksi pidana melalui berbagai macam instrumen hukum: Pasal 212-Pasal 218 KUHP, pasal pidana dalam UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, pasal pidana dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Perda, Perkada, dan ketentuan lain.

“Masing-masing aturan tersebut memuat ketentuan unsur tindak pidana yang spesifik, sedangkan dalam penerapannya tidak sesuai dengan unsur pidana yang dimaksud. Bahkan penggunaan Pasal 212, 218 KUHP tentang melanggar perintah petugas tidak tepat digunakan, memunculkan kesewenangan,” ujar peneliti ICJR Genoveva Alicia, Rabu (22/12/2021).

Berbagai macam upaya yang merendahkan dan bersifat menghukum, diterapkan tanpa adanya dasar hukum yang jelas dan proporsionalitas antara pelanggaran dengan sanksi yang diberikan.

Penerapan hukuman yang tak proporsional terutama terhadap pedagang-pedagang skala menengah hingga kecil atau bahkan pedagang kaki lima apabila dibandingkan dengan pelaku usaha skala besar, ataupun antara masyarakat biasa dengan masyarakat dengan profil tertentu.

Keberadaan sanksi pidana yang terus dipromosikan justru akan menimbulkan praktik-praktik diskriminasi dan tidak menyelesaikan masalah kepatuhan yang ingin diintervensi oleh pemerintah.

Pembahasan mengenai sanksi pidana di dalam penegakan protokol kesehatan selama pandemi COVID-19 tidak pernah mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Hal ini juga menandakan peringatan bagi dewan perwakilan rakyat tingkat pusat maupun daerah, karena penggunaan dan promosi sanksi pidana hanya dapat dibahas oleh pemerintah dan dewan perwakilan rakyat. Sikap kritis terhadap usulan pemerintah belum cukup ditunjukkan oleh dewan perwakilan rakyat.

“Kami tekankan, pelanggaran atas protokol kesehatan adalah pelanggaran yang bersifat administrasi. Intervensi yang tepat dilakukan pemerintah terhadap masalah administrasi adalah membangun sistem yang jelas, termasuk pengawasannya. Pemerintah tidak dapat mendahulukan promosi penggunaan sanksi pidana tanpa upaya yang jelas untuk membangun sistem,” jelas Genoveva.

Dalam penggunaan aplikasi PeduliLindungi, pemerintah harus terlebih dahulu memastikan kejelasan pihak yang harus menggunakan aplikasi, bagaimana melakukan pendaftaran dan harus ada evaluasi berkala, serta tidak dapat memberikan sanksi kepada masyarakat. Alih-alih menghukum dengan menggunakan sanksi pidana, pemerintah harus memikirkan peluang insentif yang dapat memberi stimulus kepatuhan masyarakat.

Tanpa perlu menyebarkan ancaman, sikap keras pemerintah yang terbukti menimbulkan kesewenangan kepada rakyat menengah ke bawah yang minim akses keadilan. “Jangan sampai penggunaan ancaman pidana diartikan sebagai bentuk frustasi dan ketidakmampuan pemerintah dalam menata masalah dalam masyarakat,” imbuh Genoveva.

Sementara, Mendagri Tito mengaku contoh sanksi administrasi yang diberikan adalah pencabutan izin usaha pada waktu tertentu. Setelah masa Natal dan Tahun Baru berakhir, Kemendagri berencana mendorong Peraturan Kepala Daerah yang diterbitkan berubah menjadi Peraturan Daerah, maka pemerintah bisa menerapkan hukuman denda dan pidana.

"Sehingga bisa memberi sanksi denda bagi tempat-tempat usaha restoran, mal dan lain-lain yang tidak menerapkan aplikasi PeduliLindungi," kata dia.

Baca juga artikel terkait PEDULILINDUNGI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri