Menuju konten utama

ICJR: Napi Lansia Pantas Dapat Perlakuan Khusus

ICJR menyatakan narapidana lanjut usia (napi lansia) sudah seharusnya mendapat perlakuan khusus dari pemerintah karena berbeda dari klasifikasi napi lainnya.

ICJR: Napi Lansia Pantas Dapat Perlakuan Khusus
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/pras.

tirto.id - Organisasi Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, pemidanaan terhadap narapidana lanjut usia (napi lansia) sebaiknya dilakukan melalui sistem asimilasi bertahap dengan menjadikan rumah sebagai tempat pembinaan napi lansia, karena mereka perlu mendapat perlakuan yang khusus.

"Sudah sepantasnya napi lansia mendapatkan perlakuan khusus karena kondisi dan kebutuhannya yang berbeda dengan klasifikasi napi lainnya," kata Direktur Eksekutif ICJR Anggara melalui keterangan tertulis yang diterima Tirto, Senin (21/1/2019).

Anggara menyebutkan, selama ini belum pernah ada satu orang napi lansia pun yang mendapat perlakuan khusus dari pemerintah sebagaimana yang akan diterima Abu Bakar Ba'asyir (ABB) oleh Presiden Jokowi, padahal selain ABB, ada juga napi lansia lain yang butuh perhatian.

"Ada napi lansia Ruben Pata Sambo yang bahkan memiliki gangguan kesehatan pada salah satu panca inderanya. Napi kasus pembunuhan yang telah berusia 77 tahun tersebut merupakan terpidana mati yang selama kurang lebih 12 tahun telah masuk dalam daftar tunggu eksekusi," jelasnya.

ICJR, kata Anggara, berusaha akan meminta pemerintah menepati janjinya yang berencana mendorong pemberlakuan standard internasional untuk kebijakan khusus terkait perlakuan terhadap narapidana dan tahanan lanjut usia.

"ICJR mendorong pemerintah bersungguh-sungguh mewujudkan komitmennya tersebut untuk membuat regulasi terkait pemberian perlakuan khusus terhadap napi lansia," ucapnya.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, pada Oktober 2018 lalu menyatakan untuk berencana membuat standard internasional terkait perlakuan terhadap narapidana dan tahanan lanjut usia. Terkait hal ini maka ICJR pun memiliki lima catatan.

Pertama, kata Anggara, harus diingat bahwa pengaturan ini diutamakan bagi napi lansia yang memang berkebutuhan khusus dan dalam kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan untuk tetap di dalam Lapas.

"Harus diakui bahwa dengan masalah beban Lapas dan Rutan di Indonesia mencapai 202 persen pada Desember 2018, maka hak untuk mendapatkan lingkungan yang sehat memang menjadi kendala serius di dalam Lapas," jelas Anggara.

Kedua, lanjutnya, aturan itu perlu juga mengatur ketat mengenai tim evaluasi, apakah napi tetap berada di dalam atau di luar Lapas dalam menjalankan hukumannya. Hal ini penting, untuk menutup keran penyalahgunaan kewenangan. Ketiga, Sistem pengawasan harus ketat.

"Pada dasarnya Indonesia sudah memiliki mekanisme pengawasan dalam fungsi Hakim Pengawas dan Pengamat (Hakim Wasmat), serta nantinya koordinasi harus tetap dijalankan dalam fungsi Jaksa dan Pemasyarakatan," kata dia.

Yang keempat, ucapnya, perubahan skema pemidanaan tidak kemudian menjadikan Napi lansia bebas, misalnya membuka peluang untuk menjalani masa hukumannya di rumah atau tempat kediaman.

"Upaya pengawasan terhadap napi lansia masih sangat mungkin dilakukan, misalnya dengan cara petugas lapas yang berkunjung dengan frekuensi tertentu ke rumah napi lansia yang bersangkutan," terangnya.

Dan yang terakhir, jika ingin sesuai dengan ketentuan internasional, maka harus ada kekhususan untuk napi lansia yang diancam dengan pidana mati.

"Secara internasional eksekusi mati terhadap orang yang berusia lanjut dilarang. Sehingga atas orang-orang yang demikian, pemerintah jelas harus memikirkan jalan keluar," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait ABU BAKAR BAASYIR atau tulisan lainnya dari Dewi Adhitya S. Koesno

tirto.id - Hukum
Penulis: Dewi Adhitya S. Koesno
Editor: Maya Saputri