tirto.id - Baru-baru ini viral di media sosial video yang memperlihatkan seorang ibu yang diduga terkena sindrom baby blues hendak melempar bayinya ke rel kereta api di stasiun KRL Pasar Minggu.
Dalam video yang beredar di sosial media tersebut terlihat seorang petugas stasiun sedang menenangkan seorang perempuan yang mengenakan daster kuning berjilbab biru dengan kain gendongan tersampir di bahunya.
Saat ditenangkan petugas, sang ibu terlihat tidak terima dan marah. Sementara, anaknya yang menangis kencang digendong dan ditenangkan oleh petugas lainnya.
“Biarin Bapak,” ujar sang Ibu
“Kok biarin, Ibu? Kenapa? Kan bisa diomongin baik-baik?,” tanya petugas stasiun.
Kemudian, ada pula seorang perempuan yang juga berusaha menenangkan sang ibu.
“Ibu kenapa, bu, ibu nggak boleh gitu,” kata perempuan itu.
Namun, menurut keterangan Kepolisian Sektor (Kapolsek) Pasar Minggu, Komisaris David Purba dia mengatakan kabar yang menyebut bahwa sang ibu berniat melempar anaknya tidak sepenuhnya benar.
Pasalnya, perempuan itu menurut David bukan ingin melempar anaknya, melainkan ingin melakukan percobaan bunuh diri pada Sabtu, 2 September 2023 sekira pukul 18.45 WIB.
Manager External Relations & Corporate Image Care KAI Commuter Leza mengatakan pada Rabu, 5 September 2023 bahwa tindakan nekat yang dilakukan oleh ibu itu diduga karena ada masalah keluarga.
Kejadian yang menghebohkan itu diduga karena sang ibu sedang mengalami depresi pasca melahirkan dan kerap disebut dengan istilah sindrom baby blues.
Andini Dwi Arumsari Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) menjelaskan bahwa baby blues syndrom adalah suatu bentuk kesedihan atau kemurungan yang dialami ibu setelah melahirkan.
Seorang ibu yang mengalami baby blues akan merasa cemas tanpa sebab, mudah tersinggung, tiba-tiba menangis tanpa sebab, tidak sabar, tidak percaya diri, dan merasa khawatir dengan keadaan bayinya.
Kemudian, ibu akan mengalami kesulitan tidur, berkurangnya nafsu makan, tidak memperhatikan keadaan anak, dan takut untuk menyentuh anak.
Andini juga menyebut bahwa seorang ibu sangat mungkin mengalami baby blues apabila keluarga dan lingkungan sekitar kurang memberikan dukungan sosial dan emosional kepada sang ibu saat menjalani peran barunya.
Apa yang Harus Kita Lakukan untuk Membantu Perempuan Lain Saat Terkena Baby Blues?
Pada minggu-minggu dan bulan-bulan awal, para ibu baru membutuhkan banyak bantuan. Jika Anda seorang teman, saudara, atau tetangga dari seorang ibu yang sedang terkena sindrom baby blues, berikut ini adalah beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk membantu mereka mengutip laman Today’s Parent.
1. Perhatikan sang ibu
Ketika Anda berkunjung, jangan hanya bertanya tentang bayinya. Stacy Thomas, seorang psikolog di Toronto yang berspesialisasi dalam kesehatan mental perempuan menjelaskan bahwa cobalah untuk bertanya tentang kondisi ibu bayi, apa yang ia butuhkan dan apa yang bisa Anda bantu.
Saat berkunjung pastikan untuk mendengarkan dan membuat percakapan tentang dia sebagai seorang ibu. Anda juga tidak boleh lebih banyak bicara daripada dia. Buatlah ia merasa aman untuk berbagi perasaan yang ia rasakan, bahkan jika itu tidak masuk akal.
"Biarkan dia tahu bahwa dia dapat memiliki dua emosi yang ambivalen sekaligus," tambah Carol Peat, seorang penyedia dukungan persalinan dan pendidik di London, Ontario.
"Ia bisa mencintai manusia kecil ini dengan sepenuh hati namun juga merasa hari ini benar-benar menyebalkan," ujar Peat.
Tugas Anda bukanlah untuk menghilangkan emosi tersebut, melainkan untuk membuatnya merasa didengarkan.
2. Jangan mencoba untuk menyelesaikan masalahnya
Kita sering mencoba menghibur orang lain dengan mempermasalahkan emosi mereka. Tapi komentar seperti "Apa yang kamu bicarakan? Kamu ibu yang hebat!" sebenarnya hal tersebut kontraproduktif.
"Itu tidak akan membuatnya merasa menjadi ibu yang hebat," kata Greer Slyfield Cook, seorang pekerja sosial di program Tahapan Kehidupan Reproduksi di Women's College Hospital.
"Sebaliknya, hal itu justru akan merusak perasaannya dan bahkan dapat memicu perasaan bersalah," tambahnya.
Sebaliknya, gemakan kekhawatiran ibu dengan pernyataan seperti "Sepertinya Anda benar-benar khawatir" atau "Itu pasti sangat sulit."
Jika Anda pernah mengalami kecemasan atau depresi sebelumnya, bahkan yang tidak berhubungan dengan kehamilan, tawarkan cerita Anda sendiri untuk menunjukkan bahwa Anda memahami apa yang dia alami.
Sebab, perempuan sering merasa sendirian ketika mengalami depresi, maka akan sangat membantu jika mendengar perempuan lain berbagi pengalaman mereka.
3. Tawarkan untuk menemani mereka ke dokter
Ini bukan tentang menemaninya, tapi ini tentang menjadi pendukungnya. Dia mungkin akan memiliki dokter untuk menindaklanjuti kondisinya selama tahun pertama, tetapi pemeriksaan pascakelahiran ini biasanya difokuskan pada bayi, sehingga kebutuhan dan kekhawatiran Ibu bisa terabaikan.
Tanyakan apakah Anda dapat ikut serta dalam janji temu tersebut jika pasangannya tidak dapat hadir.
"Ini bukan untuk meremehkannya, tetapi untuk menyampaikan apa pun yang terasa tidak nyaman baginya, seandainya dokter tidak menanyakannya," kata Thomas.
Selain itu, Anda juga bisa mencarikan bantuan medis dan terapis untuknya yang bisa berguna dan mendukungnya menjalani perannya sebagai seorang ibu.
4. Berhentilah bertanya apa yang dapat Anda lakukan
Mungkin maksudnya baik, tetapi mengatakan "Jika Anda membutuhkan sesuatu, saya ada di sini" kepada ibu yang kurang tidur dan tertekan tidak terlalu membantu. Hal ini akan membebani ibu untuk mencari tahu apa yang ia butuhkan, yang mungkin sulit ia pahami.
Alih-alih hanya menawarkan, lebih tepat jika bersikap spesifik dan langsung memberikan bantuan yang mereka perlukan.
Jika dia tidak tidur ketika dia sudah sangat membutuhkan waktu untuk istirahat, maka coba tanyakan apakah Anda bisa membantu mengasuh bayinya untuk sementara waktu agar ia bisa istirahat.
Jika dia mempunyai anak lain yang lebih besar, yang masih dalam asuhannya, tawarkan untuk menjemput anak itu agar bisa Anda ajak bermain atau mengantarkannya ke tempat penitipan anak.
Selain itu bisa juga Anda membelikan dan membawakan makanan kesukaan pada ibu yang baru melahirkan. Sebab, sering kali ibu yang baru melahirkan justru kurang makan makanan yang bergizi lantaran terlalu sibuk mengasuh dan merawat anaknya.
5. Rayakan keberhasilannya
Indikator lain dari baby blues atau depresi pasca melahirkan adalah ketika kemenangan kecil tidak berdampak pada perasaan ibu. Misalnya, mungkin dia berhasil membuat bayinya tidur tetapi tidak ada orang di sekitarnya yang mengakui pencapaiannya.
"Bayi tidak bisa memuji Anda karena telah menyusui mereka," kata Peat.
Mungkin sang ibu akhirnya berhasil membuat bayinya menyusu, mungkin dia benar-benar makan sarapan hari ini atau mungkin dia tidak merasa gagal untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Apapun keberhasilannya, temukan cara yang menyenangkan untuk merayakannya.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Nur Hidayah Perwitasari