tirto.id - Selama Ramadan, umat Islam diwajibkan untuk berpuasa, menahan lapar, haus, dan tidak berhubungan badan sejak waktu subuh hingga tibanya waktu maghrib. Bagaimana jika pasangan suami-istri yang berjima' pada malam hari masih dalam kondisi belum mandi junub hingga azan subuh berkumandang? Apakah puasanya batal, ataukah tetap sah?
Puasa Ramadhan bersifat mengikat bagi orang Islam yang sudah mukallaf (muslim yang sudah dikenakan hukum) dan memenuhi syarat untuk menjalankannya. Menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan puasa hanya berlaku sejak fajar shadiq hingga matahari terbenam. Pada malam hari, pasangan suami-istri dapat melakukan hal-hal seperti makan, minum, dan bersenggama.
Selesai berjima', suami-istri mesti melakukan mandi junub untuk membersihkan diri dari hadas besar. Namun, ada kalanya mandi junub itu ditunda karena kondisi malam yang terlalu dingin atau sebab lain.
Ketika menjalani puasa Ramadan, hal ini bisa menjadi masalah tersendiri. Bisa jadi pasangan suami-istri tersebut agak terlambat bangun pada waktu mendekati imsak, sedangkan mereka belum makan sahur. Ketika selesai santap sahur, azan subuh segera berkumandang, sementara keduanya masih dalam kondisi junub. Apa yang harus dilakukan?
Hukum Puasa dalam Kondisi Junub
Pada awal dijalankannya ibadah puasa, umat Islam diwajibkan berpuasa sampai waktu magrib. Setelah berbuka mereka diperbolehkan makan, minum, dan melakukan hubungan suami-istri hingga melaksanakan salat Isya, lalu tidur.
Dalam tradisi terdahulu, puasa yang lumrah dikenal dalam masyarakat Arab pra-Islam adalah tidak lagi makan dan minum setelah tidur, hingga berbuka keesokan harinya. Hal ini dirasakan oleh Qais bin Shirmah Al Anshari. Jelang berbuka, ia meminta makanan kepada istrinya. Kemudian, karena tidak ada makanan di rumah, sang istri mencarikan di luar terlebih dahulu. Sementara, Qais tertidur karena lelah sehari bekerja.
Ketika Qais terbangun, ia mengira harus tetap tidak makan dan minum hingga waktu berbuka puasa esok harinya. Hal ini menyebabkan Qais pingsan saat bekerja di lahannya. Kejadian ini kemudian diadukan kepada Rasulullah saw., hingga kemudian turunlah Surah al-Baqarah:187.
Dalam ayat tersebut, Allah memperbolehkan umat Islam makan, minum, dan berhubungan intim denga istrinya sepanjang malam bulan puasa hingga terbit fajar. Dengan demikian, tidak akan ada lagi kejadian seperti Qais bin Shirmah.
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَٱلْـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُوا۟ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا۟ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Arab-Latin:
Uḥilla lakum lailataṣ-ṣiyāmir-rafaṡu ilā nisā`ikum, hunna libāsul lakum wa antum libāsul lahunn, 'alimallāhu annakum kuntum takhtānụna anfusakum fa tāba 'alaikum wa 'afā 'angkum, fal-āna bāsyirụhunna wabtagụ mā kataballāhu lakum, wa kulụ wasyrabụ ḥattā yatabayyana lakumul-khaiṭul-abyaḍu minal-khaiṭil-aswadi minal-fajr, ṡumma atimmuṣ-ṣiyāma ilal-laīl, wa lā tubāsyirụhunna wa antum 'ākifụna fil-masājid, tilka ḥudụdullāhi fa lā taqrabụhā, każālika yubayyinullāhu āyātihī lin-nāsi la'allahum yattaqụn
“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.”
Turunnya ayat ini memudahkan bagi pasangan suami-istri muslim untuk tetap bisa berhubungan badan pada malam hari, sedangkan pada siang harinya berpuasa.
Lalu, bagaimana dengan suami-istri yang memulai puasa dalam kondisi junub? Diriwayatkan dalam Hadis Ibnu Majah (1694) berikut.
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ قَالَ سَأَلْتُ أُمَّ سَلَمَةَ عَنْ الرَّجُلِ يُصْبِحُ وَهُوَ جُنُبٌ يُرِيدُ الصَّوْمَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ الْوِقَاعِ لَا مِنْ احْتِلَامٍ ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيُتِمُّ صَوْمَهُ
Artinya:
“Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad, (ia) berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair dari Ubaidullah dari Nafi' ia berkata, "Aku bertanya kepada Ummu Salamah tentang seorang laki-laki yang pada waktu subuh dalam keadaan junub padahal ia ingin berpuasa, ia lalu menjawab, "Pernah Rasulullah saw. bangun pada waktu subuh dalam keadaan junub karena senggama, bukan karena mimpi. Setelah itu beliau mandi besar dan menyempurnakan puasanya.”
Hadist ini menjelaskan terkait sahnya puasa Ramadhan dalam keadaan junub setelah bersenggama di malam hari.
Pendapat ini juga didukung dengan sahabat yang datang kepada Rasulullah Saw. dan bertanya, “aku telah mendapati waktu salat dan aku sedang junub, apakah aku boleh berpuasa?”, dan Nabi bersabda, “Aku juga pernah mendapati waktu salat dan aku sedang junub lalu aku berpuasa.”
Menurut dua ahli fikih dari Madzhab Maliki, Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki dalam kitab Ibanatul Ahkam (1996: jilid 2, hlm. 313), kendati dibolehkan menunda janabah, lebih utama untuk menyegerakan mandi wajib sebelum terbit fajar atau sebelum subuh.
Di dalam majalah An-Nashihah dari laman Kemenag Jabar (2008:5),disebutkan, hukum diperbolehkannya seseorang berpuasa dalam keadaan junub ini meliputi seseorang yang mimpi basah atau sebab berhubungan.
Sementara itu, dalam kitab Al Maj’mu Syarah Al Muhadzdzab oleh Imam An-Nawawi (hlm. 134), dikatakan apabila bersenggama pada malam hari dan pagi harinya masih junub maka puasanya sah. Demikian halnya jika darah haid dan nifas berhenti pada malam hari lalu keduanya beniat puasa untuk esok hari dan keduanya belum mandi di pagi hari maka puasanya dinilai sah.
Dari beberapa uraian di atas, terlihat pendapat dan dalil yang kuat tentang bolehnya berpuasa saat kondisi junub. Meskipun demikian, kelonggaran ini tidak lantas digunakan untuk menunda mandi junub sampai melalaikan salat subuh. Selain itu, salat yang paling utama adalah salat yang dikerjakan pada awal waktu.
Tata Cara Mandi Junub
Niat mandi junub dalam bahasa Arab dapat dilafalkan sebagai berikut.
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ اْلأَكْبَرِ مِنَ اْلِجنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى
Arab Latin:
Nawaitul gusla lirof'il hadatsil akbari minal jinabati fardlon lillahi ta'ala.
Artinya:
"Aku niat mandi untuk menghilangkan hadas besar dari janabah, fardu karena Allah ta'ala."
Tata Cara Mandi Junub bagi Laki-laki
- Ambil air di kamar mandi, lalu basuh tangan 3 kali
- Bersihkan najis atau kotoran yang menempel pada tubuh
- Berwudu
- Guyur kepala hingga 3 kali pakai air, bersamaan dengan mengucap niat
- Siram seluruh anggota badan bagian kanan hingga 3 kal
- Lalu siram semua anggota badan bagian kiri sebanyak 3 kali
- Gosok seluruh tubuh 3 kali, baik bagian depan atau belakang Pastikan air membasuh seluruh bagian kulit Menyela rambut, bulu tebal serta jenggot agar kulit terbasuh air
- Jika menyentuh kemaluan saat mandi, berwudu kembali pada akhir mandi
Tata Cara Mandi Wajib Bagi Perempuan
- Ambil air di kamar mandi, lalu basuh tangan 3 kali
- Bersihkan najis atau kotoran yang menempel pada tubuh
- Berwudu
- Guyur kepala 3 kali, bersama dengan mengucap niat (rambut boleh digelung)
- Siramkan air ke seluruh badan, dimulai dari bagian kanan, lalu kiri
- Gosok seluruh tubuh sebanyak 3 kali, baik depan maupun belakang
- Pastikan air membasuh semua bagian kulit
- Menyela rambut dan bulu tebal agar kulit terbasuh air
- Jika menyentuh kemaluan saat mandi, berwudu kembali pada akhir mandi junub
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Fitra Firdaus