tirto.id - Berita korban petasan setiap tahun selalu muncul, meski razia marak dilakukan. Korban petasan tak hanya terjadi di Indonesia, di kawasan Asia Tenggara. Filipina disebut sebagai negara yang jadi langganan korban petasan dan kembang api. Di Amerika Serikat, U.S. Consumer Product Safety Commission (CPSC) setiap tahun mencatat ada ribuan korban kembang api dan petasan dari segala umur.
Pada 2015, tercatat ada 11.900 korban petasan dan kembang api di AS. Angka ini setara dengan 3,7 orang setiap 100.000 penduduk. Jumlah korban petasan dan kembang api di AS itu tertinggi sejak 15 tahun terakhir. CPSC juga mencatat korban meninggal dari kembang api selama 2000-2015 mencapai 119 orang atau setara dengan 7,4 kematian per tahun, termasuk saat perayaan kemerdekaan.
Korban kembang api dan petasan terbanyak di AS umumnya pria yang mengambil porsi hingga 61 persen, sisanya 39 persen adalah wanita. Dari sisi usia, korban terbanyak adalah anak-anak dan remaja mencapai 42 persen. Sedangkan anak-anak usia di bawah 5 tahun mencapai 8 persen.
Di negeri jiran Malaysia, persoalan serupa menjadi perhatian pemerintah. Mirip dengan Indonesia, tradisi memasang petasan dan kembang api juga ada di Malaysia saat perayaan lebaran.
Media thestar menulis sebuah insiden anak usia 11 tahun di Kampung Sayong Lembah, Perak, Malaysia yang harus kehilangan tiga jarinya setelah petasan yang disulutnya meledak di tangan. Kejadian pertengahan Juni 2016 ini hanya contoh kecil dari serentetan korban petasan terutama anak-anak di Malaysia setiap tahun. Di Malaysia petasan juga barang ilegal, pemakainya bisa dipenjara kurang dari sebulan dengan denda hingga RM 100.
Sementara itu, di dalam negeri data lengkap soal korban petasan dan kembang api tak secanggih di AS. Namun, dari fakta-fakta pemberitaan media cetak dan elektronika setiap tahun, korban yang berjatuhan dari permainan petasan sebuah angka yang tak bisa diabaikan.
Tepat setahun lalu, seorang bocah berumur lima tahun di Kecamatan Marpoyan Kota Pekanbaru, Provinsi Riau bernama Alfaro Prayata Dazain tewas akibat lontaran kaleng yang berisikan petasan. Korban petasan yang selamat pun tak jarang harus hidup cacat karena tangan harus diamputasi. Korban petasan tak hanya anak-anak, tapi juga orang dewasa termasuk pekerja dan pemilik pabrik petasan.
Beberapa bulan sebelum puasa, pada Februari 2016 sebuah pabrik petasan di Desa Lohbener, Jatibarang, Indramayu meledak, dan menewaskan satu orang. Awal bulan lalu kejadian serupa terjadi di Sukabumi, Jawa Barat. Sayangnya berita korban petasan tak sedahsyat ledakannya. Namun yang paling penting harus ada perubahan. Aturan hukum di Indonesia soal petasan dan kembang api menjadi persoalan penanganan barang berbahaya ini di Tanah Air.
Aturan Main Petasan
Petasan dan kembang api bisa dibilang tak sepenuhnya sebagai “barang haram” yang beredar di masyarakat. Peredarannya diatur dalam ketentuan peraturan kepolisian hingga undang-undang (UU). Beberapa aturan soal petasan dan kembang api telah dibuat sejak berpuluh tahun lalu.
Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Pasal 187 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang bahan peledak salah satu payung hukum soal peredaran petasan dan kembang api. Dalam undang-undang ini sudah diatur soal bahan peledak yang menimbulkan ledakan dan dianggap mengganggu masyarakat.
Sementara itu, ketentuan soal kembang atau bunga api yang menjadi bagian dari keluarga petasan, relatif lebih longgar. Bunga atau kembang api masih boleh beredar dan digunakan dengan persyaratan. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Pengawasan, Pengendalian, dan Pengamanan Bahan Peledak Komersial mengatur soal kembang api. Ketentuan kembang api sudah diatur dalam UU Bunga Api Tahun 1932.
Dalam aturan Kepala Kepolisian, masih ada ruang untuk peredaran kembang atau bunga api. Kembang api berbahaya yang diizinkan adalah bunga api yang isian misiunya lebih dari 20 gram dengan ukuran 2 inchi sampai dengan 8 inchi. Pertimbangannya biasanya karena keperluan sebuah pertunjukan (show). Sementara itu, bunga api yang digunakan oleh masyarakat yaitu bunga api mainan berukuran kurang dari 2 inchi, sehingga tidak menggunakan izin pembelian dan penggunaan. Persyaratan yang spesifik ini justru akan sulit dalam pengawasannya.
Aturan ini justru menjadi ruang bagi para pembuat atau pedagang nakal untuk menyelipkan barang haram petasan. Dalam beberapa kasus, banyak pedagang menyisipkan petasan saat berjualan kembang api. Di pinggir-pinggir jalan, kita dengan mudah mendapatkan petasan dari para penjual kembang api.
Razia Jalan, Korban Berjatuhan
Kepolisian sebenarnya sudah gencar melakukan razia petasan menjelang puasa dan lebaran. Aparat biasanya menyasar tempat pembuatan petasan yang umumnya pelaku industri kecil rumahan. Laporan ntmcpolri.info mencatat belum lama ini Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Subdit I Indag menggrebek industri rumahan tempat produksi petasan di Kampung Kandang Kabupaten Tangerang. Di rumah tersebut ditemukan barang bukti berupa 18.000 petasan ukuran besar, 6000 petasan ukuran sedang, 80.000 petasan ukuran kecil dan alat alat bahan pembuat petasan.
Sebulan lalu, Polsek Jatinegara, Jakarta Timur merazia pedagang petasan. Hasilnya, 200 lebih petasan dengan daya ledak besar berdiameter 10 sentimeter sampai 20 sentimeter disita petugas yang langsung diamankan. Razia dilakukan pasca tawuran yang terjadi di Kampung Pulo, Jalan Jatinegara Barat, Jatinegara, Jakarta Timur. Akibat tawuran yang menyebabkan ruko dan kantor RW terbakar akibat petasan yang diledakan ke arah dua tempat tersebut. Razia petasan di Jakarta hanya sebagian kecil kegiatan razia petasan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Indonesia Timur.
“Kapolri telah memerintahkan atau menginstruksikan kepada seluruh Kepolisian Daerah se-Indonesia dan diteruskan ke-Kapolres yang ada di seluruh indonesia, agar melakukan sweeping terhadap penjual maupun yang mendistribusi petasan," kata Kabid Humas Polda Malut AKBP Hendry Badar dikutip dari Antara.
Upaya razia yang dilakukan aparat kepolisan terhadap para pedagang maupun produsen petasan tak berarti menghilangkan peredaran dan mengakhiri daftar korban dari petasan. Berdasarkan riset tirto.id, setidaknya sejak lebaran 2013 hingga 2016 atau selama empat tahun terakhir ada 40 kasus insiden terkait petasan yang terekam oleh media lokal maupun nasional.
Dari 40 kasus itu, tercatat 11 orang meninggal, dan sedikitnya 49 orang luka-luka. Insiden terjadi mayoritas di Pulau Jawa, selebihnya terjadi di Bone Sulawesi Selatan, Pekanbaru Riau, Agam dan Padang Sumatera Barat, Deli Serdang Sumatera Utara dan lain-lain. Para korban tersebut umumnya para pengguna petasan, tapi fakta lain mengungkap bahwa korban petasan bukan hanya pengguna petasan tapi juga pembuatnya.
Korban Industri
Petasan dan kembang api yan beredar di Indonesia sebagian diproduksi di dalam negeri. Namun mayoritas ,terutama kembang api dan petasan berasal dari impor. Media slate.com menulis bahwa petasan dan kembang api di seluruh dunia 90 persen berasal dari Cina. Petasan buatan Cina dianggap cepat meledak dari perkiraan, sehingga risiko terhadap cedera dan kematian lebih tinggi.
Industri petasan di Cina memutar roda ekonomi 4 miliar dolar AS per tahun yang berpusat di Liling Provinsi Hunan. Industri petasan dan kembang api di Hunan sudah berkembang berabad-abada secara turun temurun. Industri petasan di Cina tak hanya menorehkan raihan keuntungan ekonomi. Beberapa kasus kecelekaan pabrik petasan dan kembang api mewarnai industri ini.
Di Cina, dalam kurun waktu 1986-2005 rata-rata setiap tahun ada 400 orang pekerja pabrik petasan meregang nyawa akibat kebakaran atau ledakan yang menimpa pabrik tempat mereka bekerja. Salah satu contohnya yang terjadi pada 22 September 2014, pabrik Nanyang Export Fireworks Factory, pabrik pembuat petasan meledak sehingga memakan 14 korban jiwa. Tak mengherankan industri petasan dan kembang api sebagai pekerjaan paling berbahaya setelah pertambangan batu bara di Cina.
Petasan dan kembang api memang memberikan dampak positif ekonomi suatu negara seperti Cina, termasuk industri kecil di dalam negeri. Namun mengacu dari daftar korban petasan dan kembang yang terus terulang setiap tahun terutama di saat tahun baru dan hari raya keagaaman, sudah sepatutnya pemerintah bertindak tegas dengan menutup ruang bagi produk petasan dan kembang api beredar di pasar. Aturan yang berlaku saat ini masih memberikan kelonggaran.
Selain berbahaya, petasan dan kembang api mencerminkan perilaku pemborosan seperti yang tertuang dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Seolah mendidik kepada anak-anak untuk melakukan sesuatu yang mubazir. Membakar lalu meledakkan hanya untuk kepuasaan, apalagi sampai memakan korban. Tak ada alasan lagi bagi petasan dan kembang api dijual di masyarakat. Kuncinya pemerintah tak boleh setengah hati mengendalikan alat yang berbahaya ini. Tutup rapat-rapat peredaran kembang api apalagi petasan tanpa kecuali.
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti