tirto.id - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) di Indonesia masih rendah, sehingga ia meminta pemerintah dan pelaku usaha konsisten mengedukasi konsumen guna meningkatkan tingkat keberdayaan konsumen/pelanggan. Hal tersebut disampaikan YLKI di Hari Pelanggan Nasional (Harpelnas), Selasa (4/9/2018).
“Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) di Indonesia masih tergolong rendah, baru berkisar pada skor 32 dibanding dengan IKK di negara-negara maju yang sudah mencapai skor lebih dari 50,” kata Ketua YLKI Tulus Abadi dalam rilis persnya yang diterima Tirto, Selasa (4/8/2018).
Tulus menjelaskan posisi pelanggan (konsumen) dengan pelaku usaha, produsen adalah setara. Sehingga tak ada artinya pelaku usaha, tanpa kehadiran pelanggan/konsumen.
Pelaku usaha memiliki tanggungjawab untuk memberdayakan pelanggannya dengan cara memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur. Pelaku usah juga bertanggungjawab untuk mengedukasi konsumen terkait product knowledge, bahkan bussines process atas produk barang/jasa yang dipasarkannya;
YLKI juga meminta agar pelaku usaha membuka banyak kanal/akses pengaduan konsumen sebagai pelanggannya. Pengaduan dari konsumen adalah feed back atau bahkan “konsultasi gratis” bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas produknya.
Sejak 2003, tanggal 04 September dicanangkan sebagai Hari Pelanggan Nasional (Harpelnas), saat era Presiden Megawati Soekarno Putri. Spirit Harpelnas adalah positif, jika diparalelkan dengan spirit pada UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Penulis: Sarah Rahma Agustin
Editor: Yulaika Ramadhani