tirto.id - Hari Lahir Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Juni, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016. Hari Pancasila 2022 ditetapkan sebagai tanggal merah atau hari libur nasional.
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengeluarkan surat edaran untuk segenap komponen bangsa dan masyarakat Indonesia agar berkomitmen memperingati Hari Lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni sebagai bagian dari pengarusutamaan Pancasila dalam seluruh bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sejarah Hari Lahir Pancasila 1 Juni
Sejarah Hari Lahir Pancasila berawal dari kekalahan Jepang pada Perang Asia Timur Raya. Jepang berusaha mendapatkan hati masyarakat dengan menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia dan membentuk sebuah lembaga yang tugasnya untuk mempersiapkan hal tersebut.
Jepang setidaknya menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia sambil menunggu situasi membaik. Pada 1 Maret 1945, Kumakichi Harada selaku Jenderal Dai Nippon yang membawahi Jawa, mengumumkan akan dibentuk suatu badan baru dengan nama Dokuritsu Junbi Cosakai.
Secara garis besar, BPUPKI dibentuk untuk "menyelidiki hal-hal yang penting sekaligus menyusun rencana mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia," demikian seperti yang termaktub dalam Maklumat Gunseikan (Kepala Pemerintahan Militer merangkap Kepala Staf) Nomor 23.
BPUPKI dalam periode kinerjanya, yang hanya beberapa bulan, telah menggelar 2 kali sidang resmi: 29 Mei sampai 1 Juni, dan 10-17 Juli 1945. Ada satu sidang lagi yang dilakukan kendati tidak resmi dan hanya diikuti beberapa anggota pada masa reses, antara 2 Juni hingga 9 Juli 1945.
Pada sidang pertamanya tanggal 29 Mei 1945 yang diadakan di Gedung Chuo Sangi In (sekarang Gedung Pancasila), para anggota membahas mengenai tema dasar negara.
Sidang berjalan sekitar hampir 5 hari, kemudian pada hari terakhir, tanggal 1 Juni 1945, Sukarno menyampaikan gagasannya terkait dasar negara Indonesia, yang dinamai “Pancasila”. Panca artinya lima, sedangkan sila artinya prinsip atau asas.
Hingga sidang usai, belum ada kesepakatan yang dicapai. Ada beda pendapat yang cukup tajam antara kubu nasionalis dan kubu agamis, salah satunya tentang bentuk negara, antara negara kebangsaan atau negara Islam, meskipun hal ini bukanlah persoalan yang baru (Bernhard Dahm, Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan, 1987:232).
Maka dibentuklah Panitia Sembilan untuk menemukan jalan tengah dalam perumusan dasar negara. Panitia ini terdiri dari Sukarno, Mohammad Hatta, Achmad Soebardjo, M. Yamin, Wahid Hasjim, Abdoel Kahar Moezakir, Abikusno Tjokrosoejoso, Haji Agus Salim, dan A.A. Maramis.
Setelah melalui pelbagai perdebatan sengit dalam perundingan alot pada sidang Panitia Sembilan tanggal 22 Juni 1945, lahirlah rumusan dasar negara RI yang dikenal sebagai Piagam Jakarta atau Jakarta Charter yang terdiri dari:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tiga Tokoh Pencetus Pancasila
Sambil menunggu situasi politik membaik, pada 1 Maret 1945, Kumakichi Harada selaku Jenderal Dai Nippon yang membawahi Jawa mengumumkan akan dibentuk badan baru dengan nama Dokuritsu Junbi Cosakai atau yang dikenal dengan BPUPKI. Kendati sudah direncanakan sebulan sebelumnya, pada 29 April 1945 barulah BPUPKI diresmikan.
Sejak tanggal itulah, BPUPKI melakukan sidang maraton untuk merumuskan bentuk bangsa, hubungan agama dan negara, syarat kewarganegaraan, Undang-Undang Dasar (UUD) sementara Indonesia, hingga dasar negaranya. Rumusan dasar Pancasila ini lahir dalam tiga sidang BPUPKI, sejak 29 dan 31 Mei, serta 1 Juni 1945.
Pada 29 Mei 1945, Mohammad Yamin sebagai pembicara pertama menjelaskan mengenai "Azas dan Dasar Negara Indonesia Merdeka". Isi pidato Mohammad Yamin ini berisi lima azas yaitu (1) Peri Kebangsaan; (2) Peri Kemanusiaan; (3) Peri Ketuhanan; (4) Peri Keraykyatan; dan (5) Kesejahteraan Rakyat.
Dua hari setelahnya, Soepomo menjelaskan mengenai tindak lanjut "Dasar-dasarnya Negara Indonesia Merdeka" yang disampaikan Mohammad Yamin dalam sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945. Soepomo mengajak peserta sidang untuk menetapkanstaatsidee yang akan dipakai, yang nantinya menentukan dasar negara Indonesia.
Tiga staatsidee yang ditawarkan Soepomo itu adalah (1) Aliran perorangan dari Hobbes; atau (2) Golongan kelas dari Marx; atau (3) Integralistik dari Spinoza. Soepomo condong ke staatsidee integralistik yang berlandaskan persatuan, yang nantinya menjadi perenungan Soekarno untuk menayampaikan pidato pamungkas BPUPKI yang dianggap sebagai momen lahirnya Pancasila.
Pada sidang terakhir BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 itulah, Bung Karno menyampaikan ihwal "Dasar Indonesia Merdeka" dan mengenalkan istilah Pancasila yang berisi lima azas dasar yaitu (1) Kebangsaan Indonesia; (2) Internasionalisme atau perikemanusiaan; (3) Mufakat atau demokrasi; (4) Kesejahteraan sosial; dan (5) Ketuhanan yang Maha Esa.
“Sekarang, banyaknya prinsip kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya,” kata Bung Karno dikutip dari Risalah BPUPKI (1995) terbitan Sekretariat Negara RI.
Selepas pidato tersebut dibentuklah panitia kecil yang dikenal dengan Panitia Delapan, yang kemudian berganti lagi menjadi Panitia Sembilan dengan komposisi anggota yang berbeda, terdiri dari Soekarno (Ketua), Moh. Yamin, K.H Wachid Hasyim, Moh. Hatta, K.H. Abdul Kahar Moezakir, Maramis, Soebardjo, Abikusno Tjokrosujoso, dan H. Agus Salim.
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Yulaika Ramadhani