Menuju konten utama

Hari Konservasi Alam Nasional 10 Agustus 2021 & Sejarah HKAN

Tahun ini, peringatan HKAN diselenggarakan di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang jatuh pada Senin (10/08/2021).

Hari Konservasi Alam Nasional 10 Agustus 2021 & Sejarah HKAN
Pawang (mahout) memandikan gajah sumatra jinak yang didatangkan dari Pusat Latih Gajah (PLG) Saree di posko Conservation Response Unit (CRU) Mila, Pidie, Aceh, Sabtu (11/1/2020). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/wsj.

tirto.id - Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) diperingati setiap tanggal 10 Agustus. Tahun ini, peringatan HKAN jatuh pada Senin (10/08/2021).

HKAN diselenggarakan sebagai peringatan pentingnya konservasi alam untuk kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, juga kampanye agar masyarakat umum ikut terlibat dalam upaya pelestarian ekosistem alam Indonesia.

Dilansir dari Antara, peringatan HKAN tahun ini bertempat di dua pantai di kota Kupang, yakni Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Kupang dan pantai Lasiana.

Sejarah Hari Konservasi Alam Nasional

Peringatan HKAN dilakukan sejak 2009 silam, dua belas tahun lalu. Presiden Indonesia kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono, menetapkan 10 Agustus sebagai Hari Konservasi Alam Nasional.

Akan tetapi, konservasi alam indonesia punya sejarah yang lebih panjang. Dilansir dari catatan Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, konservasi alam wilayah Indonesia sudah dirintis sejak masa Hindia-Belanda. Tepatnya, pada 1937, saat Gubernur Jenderal Hindia Timur meresmikan sebuah unit konservasi alam pemerintah kolonial Hindia-Belanda.

Pelembagaan konservasi alam tersebut dipelopori Dr. Sijfert Hendrik Koorders, seorang botanis peranakan Belanda yang lahir di Bandung. Pada 1912, ia mendirikan sebuah organisasi bernama Netherlandsch Indische Vereenigin tot Natuurbescherming.

Lewat Netherlandsch Indische Vereenigin tot Natuurbescherming, Dr. Kooders mengumpulkan para pecinta alam untuk membuat publikasi-publikasi terkait keindahan dan pentingnya pelestarian flora dan fauna Hindia-Belanda.

Publikasi-publikasi tersebut dibuat untuk mendorong Pemerintah Hindia Belanda melakukan konservasi ekosistem flora dan fauna. Dr. Koonders dan kawan-kawannya merasa Pemerintah Hindia-Belanda waktu itu memanfaatkan hutan hanya untuk kepentingan ekonomi belaka.

Organisasi bikinan Dr. Kooders kemudian memberikan usulan penetapan 12 lokasi sebagai cagar alam yaitu beberapa danau di Banten, Pulau Krakatau, Pulau Panaitan, Laut Pasir Bromo, Pulau Nusa Barung, Semenanjung Purwo, dan Kawah Ijen.

Natuur Bescherming Afseling Ven’s Lands Flantatuin, lembaga konservasi Hindia-Belanda, kemudian dibuat pada 1937. Mulai dari sini, pemerintah Hindia-Belanda ikut dalam usaha konservasi alam.

Ketika Indonesia menyatakan diri merdeka pada 1945, konservasi alam tidak kemudian ikut hilang. Tugas melakukan konservasi tetap dilakukan pemerintah, hingga saat ini.

Melalui UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Indonesia membagi fungsi hutan menjadi 3, yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi.

Pemanfaatan hutan untuk kepentingan ekonomi kemudian dibatasi hanya boleh dilakukan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Sedangkan hutan konservasi hanya diperuntukkan sebagai upaya melestarikan ekosistem flora dan fauna Indonesia.

Masih menurut undang-undang kehutanan, hutan konservasi kemudian dibagi berdasarkan jenisnya, yaitu hutan suaka alam, hutan pelestarian alam, dan taman buru. Ketiga jenis hutan konservasi tersebut hanya diperuntukkan pelestarian ekosistem.

Penetapan wilayah konservasi pun berkembang dari waktu ke waktu. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam buku Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia (2017), hingga tahun 2017, pemerintah Indonesia telah menetapkan 521 kawasan konservasi. Kawasan konservasi tersebut meliputi total wilayah 27.108.486 hektar.

Luasan kawan konservasi yang hampir setara dengan dua kali luas pulau jawa tersebut terdiri dari 221 cagar alam (4,08 juta ha); 75 suaka alam (5,03 juta ha); 50 taman nasional (16,34 juta ha); 23 taman hutan raya (0,35 juta ha); 115 taman wisata alam (0,75 juta ha); dan 13 taman buru (0,22 juta ha).

Meski punya sejarah panjang, konservasi alam Indonesia masih menemu banyak tantangan. Salah satunya adalah konflik fauna-manusia.

Misalnya perburuan orang utan yang terus terjadi. Meskipun orang utan telah ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi, namun perburuan dan pembunuhan orang utan oleh manusia masih sering terjadi.

Sebuah survei, yang dilakukan di Kalimantan, memperkirakan terdapat 750 hingga 1.790 pembunuhan orang utan hanya dalam rentang waktu setahun pada 2010.

Orang utan bukan satu-satunya satwa yang terancam punah. Dilansir data Badan Pusat Statistik, terdapat 15 spesies satwa yang hampir punah.

Selain orang utan, ada harimau sumatera, gajah sumatera, badak, banteng, owa, bekantan, komodo, jalak bali, maleo, babi rusa, anoa, elang, tarsius, dan monyet hitam sulawesi yang tengah mengahadapi ancaman kepunahan.

Pada 2009, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 22 tahun 2009. Keputusan tersebut berisi penetapan tanggal 10 Agustus sebagai Hari Konservasi Alam Nasional.

Dalam Keppres tersebut ditulis bahwa penetapan hari konservasi bertujuan sebagai salah satu "upaya memasyarakatkan konservasi alam secara nasional sebagai sikap hidup dan budaya bangsa."

Peringatan Hari Konservasi Alam Nasional juga menjadi peringatan bahwa ekosistem perlu dilestarikan karena ekosistem lah penyangga setiap kehidupan di dunia.

Baca juga artikel terkait HARI BESAR AGUSTUS atau tulisan lainnya dari Rizal Amril Yahya

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Rizal Amril Yahya
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Yulaika Ramadhani