tirto.id - Harga minyak dunia melonjak pada Selasa (27/4/2016) atau Rabu pagi WIB menyusul spekulasi rencana Arab Saudi untuk mengurangi pengeborannya terkait pasokan global yang berlebihan.
Patokan minyak mentah Amerika Serikat (AS), West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Juni, naik 1,40 dolar AS (3,3 persen) menjadi 44,04 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Angka tersebut merupakan penutupan tertinggi sejak November tahun lalu.
Demikian pula, patokan minyak mentah Eropa, Brent North Sea, yang naik 1,26 dolar AS (2,8 persen) menjadi 45,74 dolar AS per barel dalam perdagangan London.
“Pasar sudah menuju ke posisi yang lebih tinggi pada pembukaan perdagangan, tampaknya karena mendapat dorongan ekstra dari laporan yang dikeluarkan Nabor Industries [pemilik dan pengoperasi rig pengeboran terkemuka dunia]," kata Bob Yawger dari Mizuho Securities.
Bob mengatakan, berdasarkan laporan dari perusahaan pengeboran itu, Saudi memiliki rencana untuk mengurangi jumlah rig mereka sebesar 10 persen.
Sementara itu, Bloomberg News melaporkan bahwa Arab Saudi akan menjual spot cargo kepada penyuling independen kecil Cina, Shandong Chambroad.
"Arab Saudi dilaporkan membuat penjualan spot ke sebuah penyuling teapot di Cina sebagai langkah kompetitif yang lebih agresif daripada biasanya," kata Tim Evans dari Citi Futures.
Sementara itu, berdasarkan laporan dari perusahaan jasa minyak Baker Hughes, harga minyak juga menguat juga karena perusahaan-perusahaan energi AS terus memangkas pengeluaran mereka. Jumlah rig aktif pada pekan yang berakhir 22 April turun delapan rig menjadi 343 rig, level terendah sejak November 2009.
Penguatan harga minyak tersebut juga didorong oleh pernyataan Sekretaris Jenderal OPEC Abdallah Salem el-Badri yang mengatakan bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan mendiskusikan pembekuan produksi bersama dengan produsen-produsen non-anggota pada sebuah pertemuan yang akan diselenggarakan bulan Juni, .