tirto.id - Harga komoditas karet dalam negeri dalam lima tahun terakhir masih terpuruk. Ketua Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo), H Lukman pun mengeluhkan sikap pemerintah yang seolah-olah tak kunjung mampu menemukan solusi.
Volume ekspor karet Indonesia selama semester I 2019 mengalami penurunan hingga 200 ribu ton. Penurunan ini disebabkan jatuhnya produksi akibat wabah penyakit tanaman karet menyusul rendahnya daya beli petani untuk membeli obat dan pupuk untuk merawat tanamannya.
Walaupun pemerintah sudah berupaya untuk membeli dan menyerap karet petani, Lukman menilai pemerintah memang tak serius mengurusi masalah ini.
Ia pun mempertanyakan kepedulian Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait solusi masalah ini menjelang periode kedua pemerintahannya.
Lukman mengatakan Jokowi harus membenahi masalah perkebunan ketimbang menyerahkan pada Kementerian Pertanian yang, menurutnya, menganggap enteng masalah ini.
“Pemerintah gak ngurus [masalah karet]. Udah mau periode kedua Jokowi soal karet. Komoditas kebun itu jangan dianggap enteng. Makanya Dirjen Perkebunan jangan di bawah Kementan,” ucap Lukman saat dihubungi reporter Tirto pada Jumat (26/7/2019).
Tak kunjung menemukan solusi atas anjloknya harga karet, Lukman pun sampai meminta agar urusan komoditas perkebunan sebaiknya tidak lagi diurusi Kementan.
Lukman menjelaskan pemerintah agaknya kurang menganggap serius masalah perkebunan. Padahal, menurutnya, komoditas perkebunan cukup menentukan nasib perdagangan Indonesia di pasar internasional.
“Kami bulan puasa minta Dirjen perkebunan pisah. Kementan jangan urusin pangan terus. Ngapain petani disuruh menderita di tengah sawah. Komoditas kebun sawit dan karet sangat menentukan di perdagangan internasional tapi kita gak diurusin,” pungkasnya.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri