tirto.id - Harga rata-rata nasional beras menembus Rp16.270 per kilogram berdasarkan data panel harga pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Jumat (23/2/2024). Meroketnya harga pangan membuat Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) mendesak pemerintah melakukan mitigasi.
Secara rinci, harga beras premium dalam panel Bapanas tercatat Rp16.270 per kg dan beras medium Rp14.210 per kg. Catatan harga beras tertinggi terjadi di Provinsi Papua Pegunungan yaitu naik 55,01 persen menjadi Rp25.220
Harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan dalam Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 7 Tahun 2023 sebesar Rp10.900 sampai dengan Rp11.800 per kg untuk beras medium, dan Rp13.900 sampai dengan Rp14.800 per kg untuk beras premium.
Menurut Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI, Reynaldi Sarijowan, pedagang kesulitan mendapatkan beras premium karenastok yang dimiliki penggilingan juga terbatas.
“Dan ini yang harus diwaspadai oleh semua pihak agar stok-stok yang dimiliki khususnya beras premium agar segera dikeluarkan, termasuk pabrik-pabrik lokal, karena semakin tertahan beras premium, semakin naik harganya dan kondisinya akan semakin buruk,” ucap Reynaldi dalam keterangan tertulis, Jumat (23/2/2024).
Raynaldi menyoroti beberapa penyebab terjadinya lonjakan harga beras, yakni molornya musim tanam dan musim panen, kemudian tahun lalu produksinya terbatas sementara konsumsi tinggi, akhirnya terjadi etidakseimbangan antara penawaran dan permintaan.
Dalam catatannya, kenaikan harga beras tahun ini mencapai 20 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu. Saat ini, menurutnya, harga beras sudah menembus Rp18.000/kg.
“Kami mendorong pemerintah untuk menggenjot produksi, subsidi digelontorkan, subsidi pupuk juga diperbesar anggarannya dan skalanya diperluas sehingga produksinya lebih besar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Reynaldi menyebut bahwa menjelang Ramadan 1445 Hijriah, penyelesaian persoalan beras solusinya ialah menggelontorkan stok yang dimiliki oleh pemerintah, perusahaan lokal, dan penggilingan dikucurkan ke pasar tradisional. Termasuk mendorong satgas pangan Mabes Polri agar memantau stok yang tertahan.
Ia juga mendesak Perum Bulog untuk memastikan pendistribusian beras medium ke pasar tradisional dan retail modern.
Secara terpisah, Koordinator Koalisi Rakyat Untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, menuturkan bahwa persoalan beras saat ini merupakan akumulasi dari berbagai persoalan dan situasi.
“Jika kita runut, persoalan perberasan tahun ini sebenarnya sudah dimulai dari akhir tahun 2022 ketika terjadi pengurangan alokasi pupuk,” ucapnya kepada Tirto, Jumat (23/2/2024).
Menurut Abdullah, produksi sangat ditentukan oleh seberapa besar penggunaan pupuk. Pada 2023, tepatnya musim kedua, alokasi pupuk berkurang jauh, yang juga dipicu oleh kondisi geopolitik yang menyebabkan pasokan bahan baku pupuk terhambat.
“Rendahnya penggunaan pupuk menyebabkan kualitas gabah menurun. Hal ini bisa dilihat dari rendemen gabah yang rendah. Rendemen turun 3-4 persen,” kata Abdullah.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Irfan Teguh Pribadi