tirto.id - “Besok-besok kalau mbak pulang malem, jangan pakai GrabPay, Mbak,” ujar Aries, seorang pengemudi Grab.
“Lha kenapa, Mas?”
“Susah dapat driver, Mbak. Enggak ada yang mau pick up, kasian mbaknya nanti nunggu lama.”
“Kenapa pada enggak mau pick up, Mas?”
“Soalnya cairnya lama, bisa seminggu. Temen-temen kan butuh uang buat isi bensin dan dibawa pulang ke rumah, mbak. Ini saya mau pick up karena mau nyari bonus aja,” jelas Aries.
Penjelasan Aries itu sebenarnya sering sekali saya dengar dari beberapa pengemudi Grab. Mereka menghindari mengambil pesanan dengan pembayaran GrabPay karena proses pencairan yang lama. Beberapa pengemudi mengatakan lima hari. Ada juga yang bilang sepekan, bahkan beberapa mengatakan dua pekan.
GrabPay adalah sistem pembayaran dengan dompet elektronik. Grab Indonesia mulai meluncurkan sistem pembayaran itu sejak Januari tahun lalu. Para pengguna aplikasi transportasi online ini bisa mengisi dompetnya dengan menggunakan kartu kredit, transfer bank, atau lewat beberapa minimarket.
Nilai uang dalam dompet elektronik itulah yang kemudian digunakan untuk membayar layanan jasa transportasi yang disediakan Grab Indonesia. Grab menawarkan berbagai promosi bagi mereka yang membayar menggunakan GrabPay. Ada diskon hingga 60 persen. Bulan lalu, Grab juga memberikan bonus GrabPay 100 persen. Jadi, jika mengisi Rp100 ribu, maka saldo yang tertera pada GrabPay Rp200 ribu.
Berbagai promosi itu tentu menggiurkan. Sayangnya, ketika pelanggan mencoba menggunakan, terutama di jam-jam sibuk. Sulit sekali bagi mereka mendapatkan pengemudi yang mau menjemput.
Untuk membuktikan nasihat Aries, saya mencoba mencari Grab Bike dengan metode pembayaran GrabPay beserta kode promonya sekitar jam 22.00 WIB. Menunggu sekitar 15 menit, saya berhasil menemukan pengemudi, itupun setelah berkali-kali mengulang pemesanan. Sayangnya, saat saya berusaha menghubungi sang pengemudi, ia membatalkan pesanan.
Lalu saya coba lagi, dibatalkan lagi. Pada percobaan ketiga, saya tak pakai kode promo, pesanan saya langsung mendapat respons dari driver.
Di tempat dan jam yang sama, tetapi hari yang berbeda, saya mencoba memesan Grab Bike dengan pembayaran tunai. Tak sampai semenit setelah menekan tombol "book" atau "pesan", saya langsung mendapatkan pengemudi.
Dara Aziliya, seorang wartawan di Jakarta yang sehari-hari akrab dengan jasa transportasi online juga mengalami kesulitan yang sama. “Kalau oder pakai GrabPay itu susah nemu driver-nya. Banget! Apalagi kalau GrabBike,” katanya, Rabu (17/5).
Cerita tentang banyak pengemudi yang tak senang dengan pembayaran GrabPay banyak sekali saya dengar. Tak hanya dari Aries, tetapi juga dari sejumlah pengemudi yang ditemui seperti Maulana, Agus, Herman, dan Supriyan. Alasannya serupa, mereka butuh uang tunai untuk keluarganya di hari itu juga.
Direktur Marketing Grab Indonesia, Mediko Azwar mengakui pihaknya sering menerima keluhan atas lamanya proses pengiriman dana ke rekening para pengemudi. Dia menjelaskan lamanya proses itu karena pihak Grab membutuhkan waktu untuk proses transfer dana ke rekening para pengemudi. Terlebih jika bank yang dipakai para pengemudi berbeda dengan rekening bank perusahaan.
“Sebelumnya, proses transfer dana ke pengemudi memang lima hari setelah mereka mengajukan pencairan dana, sekarang kami akan mengupayakannya menjadi hanya satu hari, kami sedang memikirkan hal itu,” jelas Mediko kepada Tirto.
Tak semua pengemudi Grab menghindari GrabPay memang. Beberapa pengemudi yang memiliki pekerjaan lain selain di Grab cenderung tak begitu peduli dengan metode pembayaran apapun yang digunakan. Karena bagi mereka, pendapatan dari Grab hanyalah tambahan.
Belum lama ini, Grab membuat aturan baru. Pengemudi yang mendapatkan bonus hanyalah mereka yang angka penerimaan minimal 60 persen dan angka pembatalan maksimal 10 persen. Jadi, untuk mempertahankan angka penerimaan dan pembatalan yang aman itu, mereka harus terus mengambil pesanan dan sebisa mungkin tak membatalkannya. Karena setiap mereka ambil, rating akan naik satu persen, tetapi kalau mereka tolak akan turun empat persen. Bonus yang diberikan lumayan. Menurut laman resmi Grab, kalau dalam sehari para pengemudi bisa menyelesaikan 20 pesanan, nilai bonusnya mencapai Rp110 ribu.
Seorang pengemudi yang tak mau disebut namanya mengatakan aturan itu cukup memberatkan. Mereka tak bisa pilih-pilih pesanan lagi. "Ini pagi ini saya dapat GrabPay semua, cuma satu yang bayar langsung pakai uang, itu pun cuma Rp5.000," katanya. Ia merasa sedih karena tak ada uang yang bisa dibawanya pulang. "Saya sudah dua hari enggak dapat bonus mbak, jadi hari ini mau saya ambil aja lah semua walaupun pakai GrabPay," imbuhnya. Ia lalu menunjukkan rincian pesanan di aplikasi Grab di ponselnya. Kamis (18/5) ini, sejak subuh sampai jam 10 pagi, ia sudah mengumpulkan Rp73 ribu, tetapi uang itu belum bisa diserahkannya ke istri, karena dalam bentuk GrabPay. Sebuah meme beredar di grup para pengemudi, "Lapar dan haus kami bisa tahan, tapi tolong beritahu kami di SPBU manakah kami bisa menukarkan GrabPay & Promo," demikian tertulis dalam meme itu.
Di Facebook, ada grup bernama Komunitas GrabBike Indonesia. Hari ini saja, banyak sekali keluhan pengemudi tentang GrabPay dan aturan baru itu. "Kalau saya ambil GrabPay atau promo terus, anak istri saya bisa kelaparan," tulis seorang pengemudi bernama Edy.
Belum Bisa Seperti Go-Pay
Pembayaran secara digital kini memang sedang digalakkan oleh para pengelola ojek online. Pesaing Grab, Gojek juga mengembangkan jasa pembayaran, GoPay. Penggunaan GrabPay memang belum seluas Go-Pay. GrabPay hanya bisa digunakan untuk membayar jasa transportasi yang disediakan Grab saja. Ia tidak bisa dipakai untuk membayar makanan yang dipesan lewat GrabFood. Berbeda dengan Go-Pay milik Go-Jek yang bisa digunakan untuk membayar makanan hingga membeli pulsa. Go-Pay bahkan bisa ditransfer dan tarik tunai. (Baca: Ramai-ramai Menjadikan Go-Jek Sebagai Bank)
“Kami belum punya lisensi e-money,” kata Mediko, menjelaskan alasan pembayaran GrabPay yang masih terbatas. Pihaknya memiliki rencana ke arah yang lebih luas. Tetapi saat ini fokusnya masih mengembangkan GrabPay untuk pembayaran jasa transportasi saja.
Grab Indonesia memang sedang menuju ke arah sana. April lalu, Grab mengumumkan kesepakatan mengakuisisi KUDO, platform e-commerce online untuk offline (O2O) di Indonesia. Setelah proses akuisisi tersebut rampung, Grab dan platform KUDO akan terintegrasi ke dalam ekosistem pembayaran milik Grab, GrabPay. Platform O2O Kudo yang unik memungkinkan konsumen Indonesia yang belum memiliki akses terhadap layanan perbankan untuk berbelanja online.
KUDO adalah singkatan dari Kios Untuk Dagang Online. Di aplikasi KUDO tersedia berbagai produk yang bisa diperdagangkan oleh agen KUDO. Mulai dari peralatan rumah tangga hingga tiket pesawat. Jadi, bagi mereka yang tidak percaya berbelanja online atau tak punya rekening bank untuk ditransfer, KUDO memiliki sejumlah agen yang siap menerima pembayaran secara offline. Nah, untuk melihat koleksi barang-barang yang dijual, calon pembeli bisa melihatnya di aplikasi KUDO. Belum jelas seperti apa jadinya GrabPay setelah akuisisi ini rampung. Mediko juga belum bisa memberi keterangan lebih lanjut. Yang jelas, menurut situs resmi Bank Indonesia, KUDO tak memegang lisensi uang elektronik. Jadi, seperti kata Mediko, penggunaannya belum bisa seluas Go-Pay.
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti