tirto.id - Gerakan Pemuda (GP) Ansor berharap pada 2017 Indonesia semakin damai, sejahtera, dan tidak terjebak dalam arus konservatisme.
Dalam siaran persnya, melalui Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) Pengurus Pusat GP Ansor, Hasanuddin Ali, Minggu (1/1/2017), Ansor menilai sejumlah peristiwa penting di tahun 2016 bisa menjadi salah satu momentum untuk melihat masa depan Indonesia.
Menurut catatan Ansor, di ranah politik, tahun 2016 ditandai dengan semakin stabilnya kondisi politik Indonesia. konsolidasi politik yang dilakukan Presiden Joko Widodo berhasil menurunkan tensi politik yang sempat meninggi akibat persaingan yang keras saat Pilpres 2016. Berbalik arahnya Golkar dan PAN dalam barisan pendukung pemerintah menjadikan jarak antara senayan dan istana semakin "dekat".
"Bila konsolidasi di tataran elit telah selesai, tidak demikian halnya dengan yang terjadi di masyarakat akar rumput. Imbas hiruk pikuk Pilkada Jakarta tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi menyebar secara masif ke seluruh penjuru tanah air," jelas Ali.
Hasanudin Ali melihat tampilnya Basuki Tjahaja Purnama sebagai salah satu kandidat Gubernur DKI Jakarta yang kebetulan berasal dari kelompok minoritas berhasil membelah publik Indonesia secara diametral. "Aroma kebencian dan fanatisme kelompok tiba-tiba merasuk semakin dalam hati dan pikiran sebagian publik Indonesia," ujarnya.
"Pilihan demokrasi sebagai jalan yang telah dipilih oleh bangsa Indonesia seharusnya dibarengi dengan sikap kerelaan bahwa siapapun boleh tampil sebagai kandidat pemimpin. Konstitutisi kita menjamin setiap warga negara, tidak peduli mayoritas atau minoritas, untuk dicalonkan sebagai pemimpin," tambahnya.
Sementara itu, di ranah ekonomi, Ali wanti-wanti agar pemerintah ke depan harus menyediakan lapangan kerja yang luas. "Bila tidak bukan tidak mungkin bonus demografi malah menjadi bencana demografi," terangnya.
Satu catatan lagi, menurutnya, dalam perkara sosial budaya Indonesia tahun lalu, ditandai oleh semakin retaknya struktur dan bangunan sosial ke-Indonesia-an.
Hasanudin berujar hadirnya sosial media justru membuat ujaran hasutan dan fitnah semakin mudah menderas benak masyarakat Indonesia. "Berita bohong (hoax) justru banyak diproduksi dan disebarkan oleh orang-orang yang mengaku beragama," tandasnya.
Ali bahkan menyampaikan sikap ketawadluan dan hormat-menghormati dalam masyarakat sudah mulai luntur. Ia mencontohkan seseorang yang tidak memiliki pemahaman agama yang cukup berani menghina kealiman seorang kyai, ulama yang telah mendedikasikan hampir seluruh hidupnya memperdalam ilmu agama dan melayani umat.
"Agama yang welas asih, di tangan pemeluk yang garang berubah wajah menjadi menakutkan. Kepongahan beragama secara berjamaah telah menjauhkan nilai-nilai agama yang mengajarkan kerendahan hati," katanya.
Untuk itu, ke depan, Ali berharap Indonesia tidak terjebak dalam arus konservatisme sebagaimana terjadi di negara-negara lain yang hari ini menggejala di Filipina, Inggris, dan Amerika Serikat.