tirto.id - "Lokasi dekat dengan proyek MRT"
Potongan promo dalam spanduk pengembang properti semacam ini sempat menjamur di kawasan Cireundeu, Tangerang Selatan (Tangsel). Spanduk menampilkan gambar kereta Mass Rapid Transit (MRT) yang sedang melaju semakin menambah daya tarik ala kecap pengembang.
Kawasan Cireundeu memang hanya berjarak 3-4 Km sisi selatan dari stasiun utama dan depo MRT di Lebak Bulus, beberapa perumahan real estate mulai muncul beberapa tahun terakhir dengan harga Rp700 juta hingga miliaran rupiah antara lain: Valeria Residence, Tiara Residence, Griya Selaras, D’Amour Mansion, One Cirendeu Residence, Griya Padma, dan lainnya.
Di sisi lebih selatan, kawasan Pondok Cabe yang jaraknya lebih jauh hingga kurang lebih 7 Km dari stasiun MRT juga menunjukkan geliat pengembang properti. Nama besar di kawasan ini ada Modern Hill, dan SouthCity dengan luas lahan sebesar 55 hektar yang juga "jualan" proyek MRT menawarkan perumahan, perkantoran, dan perhotelan.
Kawasan ini mencoba menyamai geliat properti vertikal di Ciputat yang mulai marak dengan apartemen, menyambut infrastruktur baru khususnya MRT hingga Tol Cinere-Serpong yang membelah Tangsel. Beberapa apartemen antara lain apartemen Green Like View, Loftvilles City, Oase Park Ciputat dan lainnya.
Jelang tutup tahun 2018, kepastian proyek MRT Jakarta kian pasti dekat waktu operasi. Proyek ini ditargetkan bisa dipakai untuk publik pada Maret tahun depan. “Saya sudah tanyakan ke dirut [MRT]. Proyek ini bisa dioperasionalkan tahun depan bulan Maret (2019). Tidak ada mundur," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai meninjau proyek MRT Jakarta di Stasiun Bunderan Hotel Indonesia beberapa waktu lalu.
MRT adalah sebuah sistem transportasi transit cepat menggunakan kereta rel listrik. Nanti, jalur MRT Fase I akan dibangun mulai dari Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia dengan panjang 16 km. Rute ini akan dilengkapi dengan 13 stasiun, yang terdiri dari 7 stasiun layang dan 6 stasiun bawah tanah.
Rute MRT akan dikembangkan dari Bundaran HI-Kampung Bandan dengan panjang 8 km. Dengan rute ini, maka warga di sisi selatan seperti Lebak Bulus, Pondok Indah, Ciputat, Cireundeu, akan punya akses lebih mudah dan cepat ke sisi utara Jakarta, tanpa didera kemacetan parah. Sehingga tak mengherankan, simpul-simpul utama tempat stasiun MRT menjadi idaman buat hunian, dan menjadi peluang bagi pengembang dengan proyek-proyek rumah tapak maupun vertikal, hingga properti komersial.
Namun, apakah MRT mampu menggairahkan pasar properti khususnya di Jakarta dan sekitarnya?
Akses adalah Kunci
Kehadiran sebuah sistem transportasi massal, terutama di kota-kota besar memiliki sejumlah manfaat. Mulai dari biaya transportasi yang lebih murah, efisiensi waktu perjalanan dan lain sebagainya. Berdasarkan Survei Rumah.com Property Affordability Sentiment Index Semester II-2018 terungkap sekitar 87 persen responden menilai kedekatan hunian dengan sarana transportasi umum adalah hal yang paling penting.
“Agar bisa memiliki rumah sesuai kemampuan, namun aktivitas sehari-hari tak terganggu, para pencari hunian ini akhirnya menjadikan jarak dari rumah ke sarana transportasi umum sebagai pertimbangan utama,” kata Head of Marketing Rumah.com Ike Hamdan dikutip dari Rumah.com.
Survei yang dilakukan terhadap 1.000 orang di Indonesia ini juga menyebutkan bahwa batas toleransi jarak dari hunian ke sarana transportasi umum adalah di bawah 1 Km. Pada jarak ini, sebanyak 51 persen menganggapnya dekat/sedang dengan transportasi umum. Jarak batas toleransi ini memang belum ideal bila mengacu pada daerah rambahan pengembang di sisi selatan Jakarta seperti Pondok Cabe dan Ciputat, dan lainnya yang membidik keberadaan infrastruktur MRT. Apalagi kondisi jalan yang relatif macet parah di kawasan tersebut.
Embel-embel tempat hunian yang dekat dengan transportasi umum MRT, jadi jualan para pengembang. Berdasarkan penelusuran Tirto, ada beberapa proyek hunian yang akan/tengah dibangun, dan berlokasi dengan dekat dengan stasiun MRT.
Proyek-proyek itu di antaranya dibangun dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) atau kawasan yang di dalamnya terdapat fungsi komersial, perkantoran, kelembagaan, hunian hingga fasilitas umum. PT MRT Jakarta adalah salah satu pengembang yang akan membangun TOD. Sedikitnya dari 13 stasiun yang dibangun pada proyek MRT fase I, sebanyak 8 stasiun di antaranya dikembangkan sebagai hunian berbasis TOD.
Selain TOD, tempat hunian lainnya yang juga dekat dengan stasiun MRT adalah Apartemen 57 Promenade di Thamrin milik PT Intiland Development Tbk. (DILD). Jaraknya sekitar 750 meter dari stasiun MRT Jakarta, Bundara HI. Selain menjanjikan fasilitas dekat stasiun MRT, proyek ini mempromosikan fasilitas transportasi LRT dan akses kereta bandara.
Pengembang swasta lainnya yang juga membangun tempat hunian dekat MRT adalah PT Astra Land Indonesia—anak usaha PT Astra International Tbk. (AUTO)—melalui Arumaya Apartemen di Cilandak, jaraknya kurang dari 1 km dari lokasi bakal stasiun MRT. Pada laman resmi situsweb mereka, terang-terangan mengecap "lokasi Apartemen Arumaya sangat strategis dengan akses dekat ke layanan MRT."
Selain hunian, kehadiran MRT juga dapat berdampak besar terhadap pusat perbelanjaan atau mal di sekitarnya. Menurut Budi Santoso dan Achmad Adhito dalam bukunya “Lokasi Emas Properti” (2013:55) perubahan infrastruktur seperti sarana transportasi publik dan jalan raya dapat berpengaruh besar bagi properti komersial seperti mal.
Contoh kasus adalah lokasi Wisma Atria Shopping Centre di Singapura. Sebelum MRT dibangun, lokasi Wisma Atria dipandang ‘salah’ atau tidak ramai. Namun, kehadiran MRT mengubah situasi itu, sehingga Wisma Atria menjadi ramai dan tidak kalah dengan Orchard Road—salah satu tujuan wisata paling populer di Singapura.
“Di mana-mana, kalau ada transportasi umum baru akan berdampak positif bagi properti di sekitarnya. Tak hanya hunian, yang lain juga dapat,” jelas Anton Sitorus, Kepala Riset dan Konsultasi Savills Indonesia kepada Tirto.
Meski kehadiran MRT bisa menjadi sentimen positif bagi properti di Jakarta, tapi tidak menutup kemungkinan MRT justru tidak berpengaruh signifikan terhadap bisnis properti, terutama terkait permintaan dari masyarakat. Permintaan properti, perkantoran, ritel, hingga hunian di Jakarta saat ini masih lemah. Hal ini juga disebabkan kondisi ekonomi dan bisnis yang belum cukup mampu mendongkrak permintaan pasar.
Berdasarkan riset Colliers Indonesia, permintaan apartemen strata pada kuartal I-2018 masih lemah. Hal itu terlihat dari tingkat penyerapan (take up rate) yang hanya 85,7 persen, turun 1 persen dari periode yang sama tahun lalu. Pelemahan ini juga diperkirakan masih akan terjadi hingga akhir 2019 di kisaran 83-85 persen.
Kondisi yang sama juga terjadi di properti retail. Colliers Indonesia mencatat permintaan ritel masih akan stagnan dalam jangka pendek ini. Kebutuhan luas lapak untuk retail masih didominasi ruang yang kecil dan sedang. Untuk perkantoran, tingkat permintaannya agaknya masih lebih baik ketimbang apartemen atau retail. Permintaan ruang kantor sepanjang 2018 diperkirakan tumbuh 15 persen dari tahun lalu seiring dengan berkembangnya e-commerce.
“Tapi MRT dalam jangka menengah panjang ini bagus buat properti. Apalagi kalau jalurnya sampai ke daerah luar. Permintaan akan properti bisa lebih baik, dan nilai pasar propertinya juga bisa naik signifikan,” jelas Anton.
Kendati permintaan masih lemah, toh harga properti di sekitaran MRT tetap merangkak naik. Apartemen 57 Promenade misalnya. Mengutip dari Kontan, harga jual unit apartemen sudah menyentuh Rp59 juta per meter persegi pada April 2018, naik 10,5 persen dari harga peluncuran awal. Kenaikan harga tentu konsekuensi logis dari akan beroperasinya MRT dalam waktu dekat, terutama properti yang benar-benar berada di "muka" stasiun MRT. Bagaimana dengan properti di pinggiran Jakarta yang mencoba menunggangi MRT?
Proyek MRT tak bisa dipungkiri bakal memunculkan pusat-pusat komersial dan hunian baru terutama di kawasan TOD dan stasiun. Namun, juga akan merangsang wilayah rambahan baru di pinggir Jakarta yang relatif "jauh" dari stasiun MRT. Lagi-lagi dampaknya pada kenaikan harga, dan konsumen harus jeli saat menentukan pilihan agar tak mudah terpengaruh gimmick .
Editor: Suhendra