tirto.id -
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengemukakan, ada dua hal utama yang dihasilkan dalam rapat terbatas masalah pencucian uang dan penggelapan pajak di Kantor Kepresidenan Jakarta, Senin (21/3/2016) sore.
Menurut Pramono, Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin ada sinergitas data bersama antarlembaga dan perbaikan teknologi informasi dalam integrasi data objek pajak untuk mencapai penerimaan pajak hingga 15%.
Seskab menjelaskan, Presiden Jokowi meminta PPATK, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai, dan tentunya karena ini ada turunan terhadap BNN (Badan Narkotika Nasional) dan BNPT (Badan Nasional Penanggulan Terorisme) dan seterusnya, untuk menggunakan data bersama.
“Data bersama ini yang akan ditindaklanjuti sebagai tolak ukur untuk melihat objek pajak. Karena tadi dengan berbagai contoh, diberikan data awal tentunya yang paling utama selain dari Dirjen Pajak adalah dari PPATK,” jelas Pramono seperti dikutip dari laman setkab.go.id Senin (21/3/2016) petang.
Seskab melanjutkan, Presiden Jokowi menginstruksikan kepada Menteri Keuangan dan jajaran Dirjen Pajak untuk segera memperbaiki teknologi informasi yang ada dan terintegrasi satu sama lain untuk meningkatkan rasio pembayar pajak.
“Dengan sitem IT yang terintegrasi ini, kami meyakini pasti akan juga, Insha Allah akan meningkatkan Tax Ratio (rasio pembayar pajak). Karena Tax Ratio kita itu masih sekitar 11 persen, Bapak Presiden menginginkan dalam waktu ke depan Tax Ratio itu bisa ditingkatkan diatas 12-13 bahkan sampai 15 persen,” terang Seskab.
Untuk penegakkan hukum, Seskab mengingatkan, bahwa tahun 2018 sebenarnya perpajakan dunia akan sangat terbuka. Ia menyebutkan, uang dimana saja juga akan terlihat. Karena itu, lanjut Seskab, saat ini sebenarnya kesempatan bagi siapa pun yang saat ini masih menyimpan uangnya di luar untuk segera berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, dengan Dirjen Pajak, agar kemudian tidak menjadi permasalahan di kemudian hari.