tirto.id - Aksi Kamisan kembali digelar di depan Istana Negara, pada Kamis (19/9/2019) sore. Dalam Aksi Kamisan kali ini, massa merespons beberapa isu undang-undang yang dianggap kontroversial dan ditolak masyarakat publik, tetapi tetap disahkan oleh DPR RI dan perwakilan pemerintah.
Peserta aksi kamisan menyoroti beberapa undang-undang yang sudah disahkan seperti revisi UU KPK dan UU Sumber Daya Air. Mereka juga menyoroti soal UU Pemasyarakatan dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan disahkan dalam waktu dekat.
"Hari ini kita angkat tema soal demokrasi yang dikorupsi. Kita lihat bagaimana demokrasi di Indonesia mundur kembali ke masa lalu. Ini menandakan kita kembali ke zaman Orba," kata koordinator Aksi Kamisan, Vebrica Monicha, saat orasi pada Kamis (19/9/2019) sore.
Vebrica menyoalkan sikap DPR RI dan Pemerintah yang meloloskan undang-undang bermasalah dan mengkriminalkan warga, tetapi tidak undang-undang penting bagi publik.
"Seminggu terakhir kita lihat bagaimana revisi UU KPK, RUU (Rancangan Undang-Undang) Sumber Daya Air, RUU Permasyarakatan, lolos disahkan di DPR, dan RKUHP yang akan disahkan, dan RUU PKS (Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) yang urung rampung, ditunda periode berikutnya," katanya.
"Kami mengecam keras langkah DPR dan Pemerintah buat UU bermasalah," lanjutnya.
Vebri mencontohkan dalam RKUHP. Ia menilai RKUHP memuat pasal-pasal yang akan mengkriminalisasi masyarakat. Ia memandang, negara justru masuk ke ranah pribadi lewat undang-undang tersebut.
"Kehidupan pribadi dan privat warga diurusi negara. Diatur juga bagaimana tak bisa kritik lembaga pemerintahan, kritik presiden, DPR juga," katanya.
Massa aksi yang berada di depan Istana Negara sekitar 180-200 orang mengenakan baju berwarna hitam dengan memegang payung-payung hitam
Vebri berteriak kepada seluruh massa aksi untuk merapat dan berdiri berhadapan ke arah depan Istana Negara, mengingat ada informasi bahwa Presiden RI Joko Widodo akan keluar dari istana dengan mobil. Massa akhirnya berteriak-teriak dengan kompak.
"Jokowi fasis, anti demokrasi!"
"Jokowi fasis, anti demokrasi!"
"Jokowi fasis, anti demokrasi!"
Vebri mengatakan teriak-teriakan tersebut merespons atas situasi Indoenesia saat ini yang penuh dengan peraturan dan perundang-undangan yang rentan menakut-nakuti warga dan cenderung otoriter.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Andrian Pratama Taher